JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti mengumpulkan karyawan Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP). Dalam acara tersebut Menteri Susi bercerita pengalamannya saat
hadir pada sidang kabinet tahun lalu.
Susi menuturkan hadir telat pada sidang tersebut, namun ketika masuk
ke ruangan justru mendapat tepuk tangan dari para menteri yang hadir.
Tentu hal itu membuat Menteri Susi bingung.
"Saya lupa waktu itu sidang kabinet tanggal berapa, saat itu Ibu datang terlambat, begitu Ibu masuk semua tepuk tangan, saya bingung dan rupanya Presiden sedang memaparkan kinerja Menteri kabinet Kerja, Alhamdulillah ibu nomor satu," ungkapnya di hadapan karyawan yang hadir di Gedung Mina Bahari III, Jumat (30/1/2015).
Tidak hanya itu, Susi juga menyebutkan tidak hanya Menteri yang mendapatkan peringkat satu. Pada saat sidang kabinet tersebut, KKP juga mendapat peringkat satu dari Presiden Jokowi.
"KKP, departemennya juga nomor satu, berarti ibu dan departemen sudah sejalan, " tukasnya.
"Saya lupa waktu itu sidang kabinet tanggal berapa, saat itu Ibu datang terlambat, begitu Ibu masuk semua tepuk tangan, saya bingung dan rupanya Presiden sedang memaparkan kinerja Menteri kabinet Kerja, Alhamdulillah ibu nomor satu," ungkapnya di hadapan karyawan yang hadir di Gedung Mina Bahari III, Jumat (30/1/2015).
Tidak hanya itu, Susi juga menyebutkan tidak hanya Menteri yang mendapatkan peringkat satu. Pada saat sidang kabinet tersebut, KKP juga mendapat peringkat satu dari Presiden Jokowi.
"KKP, departemennya juga nomor satu, berarti ibu dan departemen sudah sejalan, " tukasnya.
Tiga Menteri Ini Dihadiahi Rapor Merah Oleh Masyarakat
Kamis, 20 November 2014, 18:06 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Baru sekitar sebulan menjabat, para menteri Kabinet Kerja Presiden Jokowi dihadiahi rapor merah.
"Kami sudah memberikan rapor merah kepada Menteri Rini Soemarmo (Menteri BUMN), Sofyan Djalil (Menko Perekonomian), dan Sudirman Said (Menteri ESDM),” papar Koordinator Aliansi Mahasiswa dan Rakyat (AMARA) Frans saat mengunjungi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (20/11).
Alasannya, jelas Frans, ketiga menteri tersebut menjadi dalang di balik kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Sehingga gerakan sipil ini meminta bantuan KPK untuk menindaklanjuti laporan mereka.
“Jika terus dibiarkan, bisa-bisa BUMN kita dijual pada asing," ujar Frans.
Selain itu, AMARA juga mendesak menstabilkan harga-harga sembako yang merangkak naik setelah kenaikan BBM.
Tiga Menteri Jokowi Diberi Nilai D"Kami sudah memberikan rapor merah kepada Menteri Rini Soemarmo (Menteri BUMN), Sofyan Djalil (Menko Perekonomian), dan Sudirman Said (Menteri ESDM),” papar Koordinator Aliansi Mahasiswa dan Rakyat (AMARA) Frans saat mengunjungi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (20/11).
Alasannya, jelas Frans, ketiga menteri tersebut menjadi dalang di balik kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Sehingga gerakan sipil ini meminta bantuan KPK untuk menindaklanjuti laporan mereka.
“Jika terus dibiarkan, bisa-bisa BUMN kita dijual pada asing," ujar Frans.
Selain itu, AMARA juga mendesak menstabilkan harga-harga sembako yang merangkak naik setelah kenaikan BBM.
[JAKARTA]
Tiga menteri dalam kabinet Jokowi-JK mendapat nilai D alias tidak
lulus.
Ketiga
menteri tersebut adalah Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdjianto, Menteri
Hukum Dan HAM Yasona Laoly, dan Jaksa Agung Prasetyo.
"Saya
sebagai dosen memberi nilai tidak lulus kepada ketiga menteri
tersebut, tetapi belum drop out (DO)," kata pakar hukum
pidana Universitas Indonesia (UI), Ganjar Laksmana Bonaparte di
Jakarta, Minggu (25/1).
Sementara
itu, Ketu Umum ILUNI FHUI, Melli Darsa pada keterangan pers di
Jakarta, Minggu (25/1), mengatakan, Jokowi-JK hanya telah
menyampaikan 5 program hukum yang disebut "Agenda Keadilan."
Kelima
agenda itu yakni pemberantasan
korupsi, penegakan dan perlindungan HAM, penegakan hukum lingkungan
dan reformasi agraria, reformasi lmbaga penegak hukum, dan reformasi
legislasi.
"Adapun dua prioritas kerja
utama yang dikedepankan oleh Jokowi pada 5 Juni 2014, yakni
penerbitan Perpres tentang Percepatan Izin Usaha, dan Perpres
Antikorupsi," katanya.
Menurut
Melli Darsa, dalam 100 hari pertama pemerintahannya Presiden Joko
Widodo nampak telah menggadaikan jabatan-jabatan strategis di bidang
hukum dalam rangka transaksi politik dan balas budi.
Sedangkan
pemberantasan mafia hukum serta korupsi, kolusi dan nepotisme sama
sekali belum diprioritaskan.
"Saya
secara pribadi sulit memberi nilai kalau melihat penunjukan orang
untuk menduduki posisi-posisi hukum berdasarkan bagi-bagi jabatan
atau balas budi. Tetapi dalam bidang hukum nilai D. Ketiga menteri
di bidang hukum tak lulus, karena hukum belum jadi prioritas, tidak
penting sama sekali di mata Jokowi," kata Melli Darsa.
Sebagaimana
diketahui, pada Januari 2015 merupakan tepat 100
hari pertama pemerintahan Jokowi-JK. Tidak seperti pemerintahan
SBY-Boediono yang telah menetapkan Program Kerja 100 hari pertama,
Jokowi-JK memang tidak menetapkan program khusus.
Melli Darsa lebih jauh mengatakan,
ada dua indikator utama yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
kinerja Pemerintahan Jokowi-JK di bidang hukum.
Pertama adalah program
kebijakan hukum nasional yang disusun.
Kedua, pelaksanaan hak
prerogatif presiden terkait penunjukan/pencalonan calon-calon pejabat
negara cabang eksekutif di bidang hukum, termasuk efektivitas Lembaga
Kepresidenan dalam memonitor kinerja pejabat yang telah ditunjuk.
Dikatakan, begitu banyak pekerjaan
rumah Jokowi dalam pembangunan hukum nasional yang "diwariskan"
Pemerintahan SBY, tapi Pemerintahan Jokowi-JK tidak punya Grand
Design atau Blue Print tentang Daftar Program Legislasi
Nasional (Prolegnas).
Belum lagi terkait KUHP-KUHAP yang
sudah sangat usang dan telah menggantung puluhan tahun nasib
pembahasannya.
Hak Prerogatif
Terkait penggunaan hak prerogatif Presiden untuk mengangkat Menko Polhukam, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, dan dalam mencalonkan Budi Gunawan sebagai Kapolri, Melli Darsa berpendapat, tidak satu pun dari empat pihak tersebut memiliki kompetensi dan kontribusi memadai dilihat dari track record-nya dan potensi mereka sebagai motor reformasi kelembagaan dan peraturan hukum.
"Masih banyak orang lain yang
lebih layak (fit) dan pantas (proper) untuk diangkat.
Semua penunjukan kental ditentukan oleh elite parpol," katanya.
Dalam hal Budi Gunawan, lanjut
Melli, yang bersangkutan sudah jelas punya rapor merah, namun tetap
dipaksakan sebagai calon tunggal Kapolri. Tidak heran kalau semua itu
menuai penolakan yang kuat dari publik serta KPK dan PPATK.
"Proses yang berlangsung semakin
memberi kesan bahwa pemilihan pejabat-pejabat hukum merupakan imbalan
atas dukungan politik yang diterima Jokowi saat pencalonannya sebagai
Presiden," katanya. [PR/L-8]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar