Dias Saraswati, CNN Indonesia | Rabu, 04/04/2018 19:34 WIB
Dokter Terawan mengklaim metode pengobatan
penyumbatan pembuluh darah di otak sudah melalui uji ilmiah. (CNN
Indonesia/DiahSaraswati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat (RSPAD), Mayor Jenderal Dr. dr. Terawan Agus Putranto
buka suara terkait kabar pemecatan selama 12 bulan dari keanggotaan
Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Menurut dia, metode pengobatannya buat
mengatasi penyumbatan pembuluh darah di otak sudah teruji dan tidak
perlu diragukan.Dokter Terawan mengklaim metode terapinya telah teruji secara ilmiah, yakni melalui disertasi yang dibuat saat meraih gelar doktor dari Universitas Hasanuddin.
"Jadi kalau itu diuji secara ilmiah sudah dilakukan melalui disertasi, dan disertasi sebuah universitas yang cukup terpandang menurut saya adalah hal yang harus dihargai," kata Terawan dalam konferensi pers di RSPAD, Rabu (4/4).
"Saya tidak menanggapi itu karena saya tidak dapat suratnya. Saya harus dapat suratnya baru bisa mengomentari," kata dr. Terawan.
Menurut Terawan, disertasi itu dilakukan bersama lima orang lainnya. Kemudian hasil riset itu pun telah dimuat di 12 jurnal internasional.
Kendati demikian, Terawan tak menampik potensi resiko kegagalan. Maka dari itu dia melakukan penelitian tersebut secara cermat dan rinci.
Menurutnya, yang beredar saat ini barulah keputusan dari MKEK sedangkan dari IDI belum ada putusan.
"Yang beredar adalah keputusan MKEK yang mestinya ini merupakan rekomendasi MKEK kepada PB IDI, dan mestinya ini sifatnya rahasia," kata Abdul Kharis.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) telah menjatuhkan sanksi pemecatan sementara terhadap dr. Terawan. Dalam keputusannya MKEK menilai Terawan telah melakukan pelanggaran kode etik berat.
Sekretaris MKEK PB IDI, dr. Pukovisa Prawiroharjo menjelaskan dasar keputusan pemecatan sementara terhadap dokter yang menemukan terapi metode cuci otak untuk pengobatan stroke adalah pada pertimbangan etika perilaku profesional seorang sejawat.
"MKEK mengambil putusannya didasarkan pada murni pertimbangan etika perilaku profesional seorang sejawat," kata Pukovisa saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (3/4) lalu.
"Jadi tidak menilai sisi akademis, sisi standar prosedur operasional juga tak dinilai. Ada Majelis lain yang akan menilai itu," kata Pukovisa. (ayp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar