Dias Saraswati, CNN Indonesia | Rabu, 04/04/2018 17:56 WIB
Hal itu urung dilakukan karena dr. Terawan
menolak. Padahal kabarnya metode cuci otak itu sudah dipatenkan di
Jerman. Foto: CNN Indonesia/DiahSaraswati
Jakarta, CNN Indonesia -- Polemik pemecatan
sementara Mayor Jenderal Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K) RI
dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia selama 12 bulan terus bergulir.
Namun, dukungan dari sejumlah tokoh terus berdatangan. Salah satu yang mendukung dr. Terawan adalah Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Freddy Haris. Dia pernah merasakan resep pengobatan dari Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto itu.
Freddy menyatakan berencana memantenkan temuan dr. Terawan tentang metode 'cuci otak' untuk penyembuhan pasien stroke. Sebab menurut dia, metode pengobatan dr. Terawan sebenarnya telah dipatenkan di Jerman dengan nama 'Terawan Theory'.
"Di Jerman bisa dipatenkan, masa di kita enggak bisa. Jerman pasti lebih teliti," kata Freddy di Gedung RSPAD usai bertemu dengan dr. Terawan, Rabu (4/4).
Freddy mengatakan sudah pernah meminta dr Terawan mematenkan metodenya itu pada 2016 lalu. Namun, saat itu, dr. Terawan menolak.
"Budaya orang Indonesia, katanya enggak usah lah buat masyarakat enggak apa-apa," ujar Freddy.
Freddy merasa kalangan medis tidak perlu lagi memperdebatkan landasan ilmiah metode cuci otak itu. Sebab, menurutnya metode sudah dipaparkan dalam disertasi dr. Terawan saat meraih gelar doktor di Universitas Hasanuddin, dan juga jurnal ilmiah yang dibuat dr. Terawan.
"Unhas kan enggak sembarangan ngasih gelar doktor, by riset lagi," ucap Freddy.
"Bisa dicabut kalau ada kebohongan, kalau ada misalnya plagiarisme segala macam, meniru orang lain," kata Freddy.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) telah menjatuhkan sanksi pemecatan sementara terhadap Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, dr Terawan Agus Putranto Sp, Rad dari anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Dalam keputusannya MKEK menilai Terawan telah melakukan pelanggaran kode etik berat.
Sekretaris MKEK PB IDI, dr Pukovisa Prawiroharjo menjelaskan dasar keputusan pemecatan sementara terhadap dokter yang menemukan terapi metode cuci otak untuk pengobatan stroke itu adalah pada pertimbangan etika perilaku profesional seorang sejawat.
"MKEK mengambil putusannya didasarkan pada murni pertimbangan etika perilaku profesional seorang sejawat," kata Pukovisa saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (3/4) kemarin.
"Jadi tidak menilai sisi akademis, sisi standar prosedur operasional juga tak dinilai. Ada Majelis lain yang akan menilai itu," tuturnya menambahkan. (ayp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar