Sabtu, 22 November 2014

SEHEBAT APA TIMNAS INDONESIA DI AFF 2014 ? SAATNYA INDONESIA JUARA

Kekuatan Timnas PSSI dan negara lain di Piala AFF

| 8.577 Views
Kekuatan Timnas PSSI dan negara lain di Piala AFF
Pelatih Tim Nasional (Timnas) Indonesia Alfred Riedl (keempat kiri) memberikan intruksi kepada pemain saat sesi latihan di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (13/11). (ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo)
Hanoi, Vietnam, (ANTARA News) - Ketika Laos lolos babak prakualifikasi dan berada satu grup dengan Indonesia, Filipina dan tuan rumah Vietnam pada putaran final Piala AFF 22-28 November, asisten pelatih tim nasional Indonesia Wolfgang Pikal mengingatkan agar timnya jangan merasa senang dulu.

"Dulu memang Indonesia selalu menang dengan selisih tiga hingga lima gol saat menghadapi Laos. Tapi kini Laos sudah meningkat. Kami harus bermain serius melawan siapa pun," katanya.

Sementara itu pelatih kepala timnas Indoensia Alfred Riedl ketika ditanya peluang Indonesia pada kejuaraan sepak bola antarbangsa Asia Tenggara Piala AFF 2014 ini mengatakan: "Kans kami menjadi juara Piala AFF 2014 hanya 20 persen. Semua tim memiliki kans yang sama sebagai juara".

Nada yang terkesan pesimis dari Riedl memang bukan tanpa alasan. Jika dilihat dari peringkat terbaru FIFA, justru Indonesia yang kini di urutan 157 dunia adalah tim terlemah di grup B. Tim lainnya berada di atas Indonesia. Filipina di urutan 129, disusul Vietnam (136) dan Laos (154).

Juara bertahan Singapura juga bukan favorit di grup B, karena peringkat FIFA mereka kini di bawah Myanmar dan Malaysia. Thailand yang seringkali dianggap sebagai "raja" sepak bola Asia Tenggara, tahun ini ternyata peringkatnya justru sedang dalam titik terendah.

Mereka kini terpuruk di urutan 182 dunia dari 208 negara anggota FIFA.Padahal pada tahun 1998 Thailand pernah melesat hingga masuk peringkat 43 dunia.
Asia Tenggara tertinggal
Jika dilihat dari peringkat FIFA, prestasi sepak bola negara-negara Asia Tenggara tahun ini dapat dibilang pada titik yang paling buruk dan jauh tertinggal dari negara di kawasan Asia lainnya, terutama Asia Timur dan Asia Barat. Dari 10 negara anggota ASEAN, tidak ada satu pun yang peringkatnya diatas 100. Padahal di era 1990-an, peringkat negara-negara Asia Tenggara sebagian besar bisa masuk di dalam 100 besar dunia.

Dilihat dari naik turunnya prestasi persepakbolaan Asia Tenggara dan makin meratanya kekuatan tiap negara, tidak heran jika sulit untuk memperkirakan siapa yang juara pada turnamen Piala AFF ini.

Piala ASEAN Football Federation atau Piala AFF yang digelar tiap dua tahun sekali merupakan pertandingan sepak bola paling bergengsi di kawasan Asia Tenggara. Setelah ada aturan bahwa cabang sepak bola SEA Games hanya bisa diikuti pemain di bawah 23 tahun, maka Piala AFF yang pesertanya merupakan tim senior menjadi barometer kekuatan sepak bola di kawasan ini.

Piala AFF pertama kali di gelar tahun 1996 di Singapura dengan nama Piala Tiger, sesuai dengan sponsor saat itu. Dengan demikian penyelenggaraan Piala AFF 2014 yang berlangsung di Vietnam dan Singapura ini merupakan penyelenggaraan yang ke-10 kalinya.

Di tengah persaingan klasik antara Thailand, Indonesia, Malaysia dan Vietnam di papan atas persepakbolaan Asia Tenggara, justru Singapura yang mencatat paling sering menjuarai Piala AFF yakni empat kali (tahun 1998, 2004, 2007, 2012). Thailand mencatat tiga kali juara, kemudian Malaysia dan Vietnam masing-masing satu kali. Indonesia belum pernah merasakan menjadi juara turnamen ini, meskipun tercatat sudah empat kali menjadi finalis.

Kekuatan tim Singapura sering kali tidak terpantau oleh negara-negara lain, dan itu dimanfaatkan oleh tim negara kecil itu untuk membuat kejutan bagi tim yang meremehkannya. Peristiwa "sepak bola gajah" Indonesia vs Thailand di Piala AFF 1998 juga karena kedua tim ingin di semifinal bertemu Singapura yang dianggap lebih lemah ketimbang tuan rumah Vietnam. Akhirnya justru Singapura yang tampil seperti tanpa beban bisa memenangi pertandingan semifinal dan final.

Kini di Piala AFF 2014, atau lengkapnya Suzuki AFF Cup 2014, 10 tim tampil di putaran final yang dibagi dalam dua grup. Grup A terdiri atas tuan rumah Vietnam, Indonesia, Laos dan Filipina,sedangkan grup B berisi tuan rumah Singapura, Malaysia, Myanmar dan Thailand. Juara dan runner up masing-masing grup akan maju ke semifinal yang dimainkan dengan sistem kandang dan tandang. Sistem tersebut juga untuk babak final.

Kekuatan merata
Makin meratanya kekuatan tim peserta membuat para pelatih tidak mau sesumbar jika bicara soal peluang.
Filipina yang sebelumnya tidak masuk dalam peta kekuatan sepak bola Asia Tenggara, kini sudah dua kali berturut-turut dapat mencapai semifinal. Meskipun sepak bola bukan olahraga populer di Filipina, pembina sepak bola di sana cukup serius untuk membangun sebuah tim yang tangguh. Salah satunya adalah dengan menggunakan pemain-pemain naturalisasi.

Keseriusan menghadapi turnamen ini juga ditunjukkan oleh Vietnam yang kini ditangani oleh pelatih asal Jepang Toshiya Miura.Bahkan Miura sengaja datang ke Gelora Bung Karno untuk melihat penampilan tim Indonesia saat uji coba melawan Suriah. Meski sebagai tuan rumah Piala AFF 2014 Vietnam lebih difavoritkan, Miura menilai Indonesia sebagai tim yang tangguh dan harus diwaspadai.

"Indonesia punya sejarah bagus di Piala AFF, dan pelatihnya (Riedl) sudah berpengalaman dalam sepak bola Asia Tenggara," kata Miura. Dengan kekuatan yang cukup merata, kini bukan hanya soal teknik dan strategi, namun juga faktor mental akan menentukan siapa di antara 10 negara peserta Piala AFF yang akan tampil sebagai "raja" sepak bola di
kawasan Asia Tenggara ini.
Editor: Unggul Tri Ratomo


Alfred Riedl. Foto: espn
Alfred Riedl. Foto: espn
HANOI - Sejak AFF Suzuki Cup digelar dari tahun 1996 alias 9 kali perhelatan, Indonesia belum pernah menjadi juara. Singapura masih menjadi kolektor terbanyak di ajang dua tahunan ini, dengan 4 kali juara. Merah Putih hanya berhasil menjejak 4 kali final (2000, 2002, 2004 dan 2010).
Menyikapi ini, Arsitek Timnas Alfred Riedl punya pendapat. "Saya pikir alasan terbesar di masa lalu adalah kurangnya disiplin," ujar Riedl, seperti dilansir dari ESPN, Rabu (19/11).
Pelatih asal Austria itu menilai, mayoritas pemain di Indonesia sangat sulit menghormati sebuah pertandingan juga beserta perangkatnya (wasit). "Ketika Anda melihat liga di sini, kadang-kadang sangat sulit, bahkan brutal. Cuma sedikit rasa hormat terhadap lawan atau wasit. Ketika datang ke tim nasional, saya ingin memiliki disiplin dan saya tidak akan memilih pemain tanpa itu. Saya ingin pemain dan penggemar untuk melihat sepakbola yang baik dan sepakbola bersih," jelas Riedl.
Riedl mencontohkan, final Indonesia Super League yang diwarnai kartu merah. "Lihat saja (Indonesia) Liga Super akhir pekan lalu. Ada satu kartu merah, tapi seharusnya ada empat. Wasit takut untuk memberikan kartu merah merah kedua, takut ada perkelahian. Apa yang terjadi di sini di liga tidak normal dan saya khawatir tentang masa depan sepakbola Indonesia. Ada kewajiban bersama untuk menghentikan kebrutalan di liga," tandasnya.
Kini di AFF Suzuki Cup 2014, tim yang dia bawa datang dengan mengusung target meraih mahkota, yang tak pernah direngkuh. Meski dengan persiapan minim, dan kondisi fisik pemain yang belum berada di rata-rata peak secara umum, Riedl mengaku cukup nyaman karena semangat tim.
"Bagaimanapun, saya pikir sekarang saatnya, sekali dan untuk semua, untuk kita mengangkat trofi," tutur Riedl. (adk/jpnn)
 

Tidak ada komentar: