Ahok Hadiahi Motor untuk Polisi yang Tinggal di Kandang Sapi
YOGYAKARTA - Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan menghubungi Brigadir Polisi Dua
(Bripda) Muhammad Taufiq Hidayat, anggota Sabhara Polda DIY, yang
tinggal di bekas kandang sapi. Ia berencana memberi hadiah berupa sepeda
motor kepada Taufiq. Ahok pun menyampaikan niat tersebut melalui
stafnya yang bernama Ririn.
Mendapat tawaran itu, Taufiq bingung. Dia meminta pertimbangan kepada
komandannya, yaitu Wadir Sabhara Polda DIY AKBP Prihartono dan Kapolda
DIY.
"Taufiq masih bingung, karena masih baru. Nanti setelah meminta pertimbangan ke atasan akan kita hubungi lagi (staf Ahok)," kata Prihartono di kantornya, Kamis (15/1/2015).
Taufiq berharap hadiah sepeda motor yang akan diberikan Ahok bisa digunakan untuk bekerja. Dia enggan menjelaskan sepeda motor apa yang akan diberikan. "Yang penting bisa untuk kerja. Itu saja," kata Taufiq. (fmi)
"Taufiq masih bingung, karena masih baru. Nanti setelah meminta pertimbangan ke atasan akan kita hubungi lagi (staf Ahok)," kata Prihartono di kantornya, Kamis (15/1/2015).
Taufiq berharap hadiah sepeda motor yang akan diberikan Ahok bisa digunakan untuk bekerja. Dia enggan menjelaskan sepeda motor apa yang akan diberikan. "Yang penting bisa untuk kerja. Itu saja," kata Taufiq. (fmi)
Ada Kabar Ahok Mau Telepon, Polisi yang Tinggal di Kandang Sapi Kaget
Kamis, 15 Januari 2015 | 13:48 WIB
Bripda Taufik Hidayat, Polisi yang Tinggal di Bekas Kandang Sapi
Kamis, 15 Januari 2015 01:09 WITA
SLEMAN, TRIBUN-TIMUR.COM - Tak ada kata pantang menyerah dalam
menggapai cita-cita. Begitu pula apa yang dialami Bripda Muhammad Taufik
Hidayat, polisi muda yang baru lulus dari Sekolah Polisi Negara (SPN)
Selopamioro, akhir tahun 2014.
Berbekal niat dan keteguhan hati Taufik yang berasal dari keluarga tidak mampu dan tinggal di bangunan bekas kandang sapi mampu mewujudkan cita-citanya untuk bergabung bersama Polri.
Sangat miris ketika melihat rumah polisi muda putra dari pasangan Triyanto dan Martinem ini. Bangunan semi permanen di Jongke Tengah, Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta, yang dulunya difungsikan sebagai kandang sapi oleh kelompok peternak di kampungnya, dialih fungsikan sebagai tempat bernaung bagi Ayah dan ketiga adiknya.
Tak berada jauh dari bangunan tersebut, masih berdiri kandang dengan sapi-sapinya. Bau kotoran sapi sudah menjadi kesehariannya.
Dinding Batako tidak menutup semua bangunan tersebut, ada rongga besar yang menganga dan hanya tertutup kain. Begitu pula pintu rumahnya yang juga terbuat dari kain seadanya. Apabila hujan turun tentu saja air akan masuk ke dalam rumah yang tidak terlindung sepenuhnya itu.
Apabila cuaca dingin, hanya selimut yang bisa menghangatkan keluarga itu. Tak ada lemari di rumah tersebut, baju-baju Taufik termasuk seragamnya hanya menggantung di besi yang melintang dalam kamar. Kasur yang digunakan pun sudah kotor dan berlubang, hingga kapuk-kapuk di kasur bisa menyembul keluar.
Cerai
Mulanya memang Taufik sekeluarga hidup satu rumah, akan tetapi setelah orang tuanya bercerai dua tahun lalu, dia bersama ayah dan ketiga adiknya terpaksa hidup di bangunan yang sangat sederhana itu. Rumahnya terdahulu dijual oleh ibu kandungnya dengan maksud untuk membeli rumah yang baru.
Akan tetapi uang hasil penjualan tersebut tidak cukup untuk membeli rumah, akhirnya mereka mendapat sumbangan bangunan dari kelompok ternak dari kampung untuk ditinggali. Sedang ibunya saat ini hidup bersama suaminya yang baru.
"Saya berangkat dari rumah jalan kaki, karena hal tersebut saya terlambat dinas, dan harus dihukum," ujarnya, Rabu (14/1/2015).
Kejadian tersebut baru terjadi senin (12/1/2015) kemarin, saat dia baru saja masuk di satuan Sabhara Polda DIY. Sebelumnya saat pendidikan, Taufik tinggal di asrama. Hari pertamanya diwarnai hukuman, karena dia terlambat datang untuk apel pagi yang seharusnya pukul 06.30, tetapi dia baru bisa sampai di Polda DIY pukul 08.00.
Bagaimana tidak terlambat, Taufik harus jalan kaki sejauh lebih dari 5 kilometer. Taufik mengaku mulai berangkat sejak Subuh, sebelum matahari mulai bersinar. Selain berjalan, kadang-kadang dia berlari untuk mengejar waktu.
Taufik sendiri tidak mempunyai kendaraan bermotor, yang dia punya adalah mobil pick up, yang dipakai ayahnya untuk bekerja sebagai buruh serabutan.
"Saya mengaku kepada atasan harus jalan kaki dari rumah, mereka tidak langsung percaya, dan mengecek rumah saya," ujarnya.(*)
Berbekal niat dan keteguhan hati Taufik yang berasal dari keluarga tidak mampu dan tinggal di bangunan bekas kandang sapi mampu mewujudkan cita-citanya untuk bergabung bersama Polri.
Sangat miris ketika melihat rumah polisi muda putra dari pasangan Triyanto dan Martinem ini. Bangunan semi permanen di Jongke Tengah, Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta, yang dulunya difungsikan sebagai kandang sapi oleh kelompok peternak di kampungnya, dialih fungsikan sebagai tempat bernaung bagi Ayah dan ketiga adiknya.
Tak berada jauh dari bangunan tersebut, masih berdiri kandang dengan sapi-sapinya. Bau kotoran sapi sudah menjadi kesehariannya.
Dinding Batako tidak menutup semua bangunan tersebut, ada rongga besar yang menganga dan hanya tertutup kain. Begitu pula pintu rumahnya yang juga terbuat dari kain seadanya. Apabila hujan turun tentu saja air akan masuk ke dalam rumah yang tidak terlindung sepenuhnya itu.
Apabila cuaca dingin, hanya selimut yang bisa menghangatkan keluarga itu. Tak ada lemari di rumah tersebut, baju-baju Taufik termasuk seragamnya hanya menggantung di besi yang melintang dalam kamar. Kasur yang digunakan pun sudah kotor dan berlubang, hingga kapuk-kapuk di kasur bisa menyembul keluar.
Cerai
Mulanya memang Taufik sekeluarga hidup satu rumah, akan tetapi setelah orang tuanya bercerai dua tahun lalu, dia bersama ayah dan ketiga adiknya terpaksa hidup di bangunan yang sangat sederhana itu. Rumahnya terdahulu dijual oleh ibu kandungnya dengan maksud untuk membeli rumah yang baru.
Akan tetapi uang hasil penjualan tersebut tidak cukup untuk membeli rumah, akhirnya mereka mendapat sumbangan bangunan dari kelompok ternak dari kampung untuk ditinggali. Sedang ibunya saat ini hidup bersama suaminya yang baru.
"Saya berangkat dari rumah jalan kaki, karena hal tersebut saya terlambat dinas, dan harus dihukum," ujarnya, Rabu (14/1/2015).
Kejadian tersebut baru terjadi senin (12/1/2015) kemarin, saat dia baru saja masuk di satuan Sabhara Polda DIY. Sebelumnya saat pendidikan, Taufik tinggal di asrama. Hari pertamanya diwarnai hukuman, karena dia terlambat datang untuk apel pagi yang seharusnya pukul 06.30, tetapi dia baru bisa sampai di Polda DIY pukul 08.00.
Bagaimana tidak terlambat, Taufik harus jalan kaki sejauh lebih dari 5 kilometer. Taufik mengaku mulai berangkat sejak Subuh, sebelum matahari mulai bersinar. Selain berjalan, kadang-kadang dia berlari untuk mengejar waktu.
Taufik sendiri tidak mempunyai kendaraan bermotor, yang dia punya adalah mobil pick up, yang dipakai ayahnya untuk bekerja sebagai buruh serabutan.
"Saya mengaku kepada atasan harus jalan kaki dari rumah, mereka tidak langsung percaya, dan mengecek rumah saya," ujarnya.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar