Minggu, 28 Mei 2017

The Ahok Effect, Warga Agresif Buru 'Penista Agama'

, CNN Indonesia
The Ahok Effect, Warga Agresif Buru 'Penista Agama' Vonis Ahok memicu semakin banyak persekusi terhadap orang-orang yang diduga menghina atau mengkritik ulama dan agama. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) meminta pemerintah Indonesia mewaspadai aksi persekusi yang disebut Efek Ahok atau 'The Ahok Effect'.

Persekusi itu mewujud pada tindak sewenang-wenang dari sejumlah warga untuk memburu dan menangkap seseorang yang diduga telah melakukan penghinaan terhadap ulama dan agama.

Koordinator Regional Safenet Damar Juniarto mengatakan aksi-aksi tersebut semakin marak setelah Basuki Tjahaja Purnama dipidanakan ke pengadilan dengan pasal penodaan agama.

Indikasinya, kata Damar, terlihat dari kenaikan drastis pelaporan menggunakan pasal 28 ayat 2 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Tindakan persekusi itu sudah menyebar merata di seluruh Indonesia dan perlu menjadi perhatian serius karena tingkat ancamannya yang nyata," kata Damar dalam pernyataan pers yang diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (27/5).
Safenet mengamati praktik persekusi itu. Damar menjelaskan, ada pola umum dalam setiap persekusi terhadap orang-orang yang diduga menghina ulama dan agama.

Persekusi biasanya dimulai dengan melacak akun media sosial orang-orang tersebut. Mereka yang melacak biasanya menjabat sebagai moderator sebuah halaman media sosial.
Ahok Efek, Masyarakat Semakin Getol Memburu Pengkritik UlamaFoto: CNN Indonesia/Damar Sinuko
Setelah terlacak, moderator kemudian menginstruksikan massa untuk memburu target yang sudah dibuka identitas, foto, alamat kantor atau rumahnya.

Tak jarang aksi berujung dengan menggeruduk rumah orang tersebut dan puncaknya adalah melaporkan orang itu ke polisi dengan menggunakan pasal 28 ayat 2 UU ITE atau pasal 156a KUHP.
Mengacu pada proses hukum yang benar, kata Damar, persekusi itu tak bisa ditoleransi.

"Masyarakat bisa melakukan somasi, lalu mediasi secara damai, bukan gruduk massal. Bila mediasi tidak berhasil barulah melaporkan ke polisi dan mengawasi jalannya peradilan," ujar Damar.

Safenet mengkhawatirkan bila aksi persekusi dibiarkan terus-menerus akan menjadi ancaman serius pada demokrasi. Akibatnya, penegakan hukum di Indonesia berjalan berdasarkan tekanan massa.

Pembiaran terhadap persekusi juga akan mengancam keamanan warga negara karena absennya asas praduga tak bersalah.

Untuk mencegah hal-hal tersebut, Damar mengatakan pihaknya mendesak pemerintah Indonesia, terutama Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk melakukan penegakan hukum yang serius pada pemburuan sewenang-wenang oleh sejumlah orang.

"Pemerintah Indonesia juga harus memberi perlindungan kepada orang-orang yang menjadi target dari persekusi ini karena setiap orang harus dijamin untuk dilindungi dengan asas praduga tak bersalah dan terhindar dari ancaman yang membahayakan jiwanya," kata Damar.

Terkait dengan hal itu, salah satu contoh masalah itu terjadi pada dokter Fiera Lovita yang bekerja di RSUD Kota Solok.

Pada pekan ini, dia mengkritik soal Rizieq Shihab, salah satu pentolan FPI, di akun media sosialnya. Hal itu membuat sebagian kelompok mendatanginya dan memintanya meminta maaf atas pernyataan tersebut.

Bonar Naipospos, Wakil Ketua Setara Institute, mengatakan kepolisian Kota Solok harus bersikap tegas kepada kelompok intoleran. "Selain itu, korban yang terintimidasi diberikan rasa aman dan dilindungi hak asasinya," kata dia dalam keterangannya hari ini. (wis/asa)

Tidak ada komentar: