Selasa, 12 September 2017

Kata-kata Jokowi Dianggap Bukti Komitmen Perkuat KPK, soal Tindakan...

Robertus Belarminus,Kompas.com - 12/09/2017, 17:24 WIB
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo saat meninjau pameran lomba foto pembangunan infrastruktur  yang ada di seluruh Indonesia di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Minggu (27/8/2017). Lomba yang diselenggarakan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) mengusung tema Di Darat, Laut, dan Udara Infrastruktur Kita Bangun
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo saat meninjau pameran lomba foto pembangunan infrastruktur yang ada di seluruh Indonesia di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Minggu (27/8/2017). Lomba yang diselenggarakan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) mengusung tema Di Darat, Laut, dan Udara Infrastruktur Kita Bangun(KOMPAS.com / ANDREAS LUKAS ALTOBELI)
JAKARTA, KOMPAS.com - Survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) memperlihatkan bahwa mayoritas responden meyakini Pemerintahan Joko Widodo berkomitmen memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebanyak 76,9 persen responden menyatakan demikian.
Menanggapi hasil survei tersebut, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar memandang dalam hal pernyataan, Jokowi memang punya sikap untuk memperkuat KPK.
Sampai saat ini, lanjut dia, serangan terhadap KPK "dimentahkan" oleh Jokowi. Lewat pernyataan, kata Zainal, Presiden tidak pernah menyetujui bentuk pelemahan KPK.
"Artinya komitmennya itu lumayan. Karena enggak ada itu (serangan ke KPK) yang diiyakan," kata Zainal saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/9/2017).
"Selalu dia menegaskan, misalnya dikatakan KPK akan dilemahkan, dia bilang enggak. KPK akan dibekukan, dia bilang enggak. Jadi kalau dari segi kata-kata, iya (berkomitmen memperkuat KPK)," ujar dia.

Akan tetapi, lanjut Zainal, jika menilik dari tindakan, barangkali dalam hal untuk memperkuat KPK, masih menjadi catatan besar untuk Jokowi.
Dalam hal tindakan, yang baru dilakukan Jokowi dengan baik, menurut dia, dalam menolak revisi Undang-Undang KPK yang lama.
"Tetapi kalau dalam penguatan, yang lain ini yang belum tampak," ujar Zainal.
Zainal pun menyoroti Jokowi yang dianggap membiarkan terhadap aksi yang dikhawatirkan sebagai bentuk pelemahan KPK.
Misalnya, Jokowi dan pemerintahannya terkesan membiarkan proses angket terhadap KPK. Keterangan pemerintah soal angket KPK pun, lanjut dia, terkesan mengambang.
"Bahkan pembentukan tim investigasi kasus Novel misalnya tidak diiyakan. Yang begini-begini ini bisa mengindikasikan bahwa ada standar yang berbeda dari ucapan Presiden yang mendukung KPK itu," ujar Zainal.
(Baca juga: Bantah Jaksa Agung, Istana Pastikan Jokowi Tak Ingin Kurangi Wewenang KPK)
Alasan Jokowi tidak dapat mencampuri masalah angket juga dinilainya kurang tepat. Jika melihat ada tindakan yang keliru secara peraturan perundang-undangan dan dibiarkan oleh pemerintah, dengan alasan bahwa pihak itu sedang menjalankan kewenangan, menurut dia salah.
Pemerintah, kata dia, tetap punya kewajiban untuk menegur atau meluruskan.
"Yang dilarang itu kalau penegakan hukumnya sudah benar, ya diintervensi, nah itu yang tidak boleh dilakukan. Tapi kalau menegakkan hukumnya jelas-jelas salah dan keliru, intervensi dalam batas wajar menjadi penting," ujar Zainal.
Hal kedua yang bermasalah, lanjut Zainal, yakni gerbong pemerintahan Jokowi, yang dipertanyakan komitmennya terhadap penguatan KPK.
Kasus pernyataan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo misalnya, yang belakangan menuai kritik.
"Beberapa pernyataannya (Jaksa Agung) menurut saya tidak menunjukkan orang yang sedang geram dengan korupsi dan ingin mendukung kuat pemberantasan korupsi," ucap Zainal.
"Karena bahasanya itu menyepelekan OTT (operasi tangkap tangan) dan sebagainya, itu bahasa yang tidak pas," ujar dia.
Dia berharap Jaksa Agung menyesuaikan pernyataannya dengan Presiden, bukan malah berbeda pandangan dengan Presiden. Kesimpulan Zainal dari survei ini, dia setuju beberapa tindakan dan kata-kata Jokowi yang sudah mendukung penguatan KPK.
"Tapi kalau Jokowi-nya secara keseluruhan kita compare dengan tindakan yang lain, lalu kemudian pembiaran dia terhadap anak-anak buahnya dan partai pendukungnya untuk menyikat KPK, itu yang saya ingin pertanyakan sebaliknya, di mana makna dukungan itu," ujar Zainal.
Namun, pihak istana menegaskan, presiden tak bisa mengintervensi, karena hak angket adalah kewenangan penuh DPR sebagai lembaga legislatif.(Kompas TV)
PenulisRobertus Belarminus

Tidak ada komentar: