ceritabola.id
– Nama Egy Maulana Vikri tiba-tiba menjadi kondang, menyusul kemenangan
tim nasional Indonesia U-19, yang telah mengoleksi dua kemenangan di
laga Piala AFF U-18 2017. Bahkan, kemenangan yang terakhir merupakan
kemenangan paling spektakuler di awal-awal berjalannya kompetisi ini.
Memang, bukan hanya nama Egy Maulana
Vikri saja yang lantas menjadi popular sebab ada juga beberapa nama di
dalam tim Garuda Nusantara itu yang juga ‘naik daun’. Namun, bolehlah
dikatakan bahwa dari sekian nama tersebut, popularitas Egy Maulana
Vikri-lah yang tajam melekat di ingatan para penikmat bola tanah air.
Menjadi kondang, bagi anak Medan
kelahiran 7 Juli 2000 itu, bukanlah semata karena ia mencetak gol, namun
karena keberhasilannya untuk konsisten menunjukkan performa apiknya di
lapangan hijau. Egy, lantas disebut-sebut sebagai The Next Evan
Dimas oleh berbagai pihak. Kehadirannya dalam tim, benar-benar
memberikan roh yang menghidupkan permainan sepakbola barisan anak muda
Indonesia itu. Bukan terutama posisi main keduanya, namun lebih kepada
kemampuannya menularkan semangat positif untuk berlaga dan memberikan
ritme yang menarik bagi timnas di level usia masing-masing.
Menonjolnya performa seorang Egy Maulana
Vikri saat ini, sebenarnya bukanlah kejutan besar, jika sebelumnya kita
mengetahui rekam jejak pemuda 17 tahun itu.
Pertama kali bakatnya ditemukan oleh coach Indra
Sjafri dalam sebuah ajang bertajuk FIFA Grassroot di tahun 2012 di
Medan, kota tempat Egy muda tinggal. Indra Sjafri memang dikenal sebagai
pelatih yang gemar melakukan “blusukan” untuk menjaring bakat muda
bolakaki di seantero nusantara. Kala itu, Egy yang masih berusia 12
tahun dinilai Indra sebagai pemain yang sangat menonjol di antara sekian
banyak peserta. Tak butuh waktu lama, Indra pun merekomendasikan Egy
untuk masuk dalam skuad Timnas U-15.
Bersama timnas kelompok U-15, Egy
memberikan Indonesia prestasi membanggakan dengan keluar sebagai juara
Gothia Cup 2015 di Swedia. Sejak itu, berbagai latihan dan TC (Training
Camp) diikuti Egy muda dengan tekun untuk memberikan polesan yang baik
pada bakat potensialnya itu.
Egy juga diangkat menjadi kapten Timnas
Indonesia U-16 dan mengikuti TC untuk tim tersebut selama setahun.
Sanksi FIFA kepada Indonesia akibat kisruh kepengurusan sepakbola
nasional, mengubur impian Egy saat itu untuk membela Timnas U-16.
Egy – yang kerap dijuluki “Messi dari
Indonesia” itu, akhirnya memilih untuk fokus berkarir di dunia
sepakbola. Dunia pendidikan tidak ditinggalkannya, ia tetap menempuh
pendidikan formal sebagaimana remaja umumnya. Namun, di luar itu Egy
tetap getol mengikuti Diklat Ragunan selama sanksi FIFA diberlakukan
kepada Indonesia, yang membuatnya tak bisa tampil itu.
Ketekunan dan kerja keras yang
dilakoninya berbuah manis. Indra Sjafri yang memang terus memantau
perkembangan Egy, memanggilnya untuk ikuta dalam seleksi timnas U-19 di
awal tahun ini. Indra tak pernah sekalipun melepas Egy untuk bermain ke
klub manapun, selain untuk timnas. Di kala Luis Milla butuh amunisi
tambahan sebagai pelapis skuad utamanya di timnas U-22, Egy diizinkan
Indra Sjafri untuk ikut pemusatan latihan tim tersebut di Bali.
Kualitasnya sebagai pemain, tak dapat
diragukan. Penampilan impresifnya dalam laga timnas U-16 Indonesia
kontra timnas U-20 Brasil, membuat barisan belakang negeri penghasil
pesepakbola dunia tersebut kocar-kacir. Di laga itu, Indonesia memang
kalah, namun pelatih dan pemain Brasil U-20 kagum dengan penampilan Egy.
Masih segar pula dalam ingatan kita,
saat timnas U-19 menggelar pertandingan persahabatan dengan tim Espanyol
B di Gelora Bandung Lautan Api pada tanggal 14 Juli lalu. Di laga itu,
timnas U-19 Indonesia memang menuai kekalahan 4-2, namun dua gol yang
luar biasa untuk Indonesia lahir dari kaki seorang Egy Maulana Vikri.
Aksi lincahnya, kerap menyulitkan barisan pertahanan Espanyol. Tak
jarang, Egy mendapatkan tackling keras dari pemain Espanyol sekedar untuk menghentikan aksi-aksi liarnya.
Sebagai pesepakbola, prestasi individu
yang paling membanggakan bagi Egy adalah saat mengikuti Turnamen Touloun
2017 di Perancis. Kala itu, Egy mendapatkan penghargaan bergengsi yaitu
Jouer Revelation Trophee, yang secara khusus diberikan kepada
pemain yang memberikan pengaruh yang luar biasa kepada timnya. Zinedine
Zidane dan Cristiano Ronaldo adalah dua pesohor sepakbola dunia yang
pernah mendapatkan penghargaan serupa.
Kini, Piala AFF U-18 sedang bergulir.
Inilah panggung Egy untuk membuktikan bahwa dirinya memang individu yang
berpengaruh dalam penampilan timnya. Kemenangan akan menjadi bonus
manis dari proses pembuktian itu, sekaligus menjadi hadiah yang indah
bagi pecinta bola tanah air yang baru saja terluka atas kekalahan timnas
U-22 Indonesia di ajang SEA Games 2017 lalu. Namun, terlepas dari itu
semua, kemenangan bukan menjadi tolak ukur progress dan pencapaian
seorang Egy. Karena pertempuran sebenarnya bagi seorang pesepakbola muda
adalah ketika ia mampu berproses dengan baik menjadi atlit professional
yang tetap rendah hati di kala menang dan tak getas semangat ketika
mengalami kekalahan. Sukses Egy dan rekan-rekannya di Piala AFF U-18
akan menjadi tanda kebangkitan sepakbola nasional, yang telah berproses
dalam bakat-bakat muda mereka yang penuh potensi itu. Bravo Garuda
Nusantara!
(By: Ryfal Badjo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar