Kamis, 05 April 2018

Kolega Pejabat Siap Jadi 'Kelinci Percobaan' Dokter Terawan

Dias Saraswati, CNN Indonesia | Rabu, 04/04/2018 19:48 WIB
Kolega Pejabat Siap Jadi 'Kelinci Percobaan' Dokter Terawan Dirjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham Freddy Harris mengaku sempat menawarkan diri kepada dokter Terawan untuk menjadi pembuktian metode kepada publik. (CNN Indonesia/Rahman Indra)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (KI) Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris mengungkapkan dirinya pernah dua kali menjalani terapi cuci otak dengan dr Terawan Agus Putranto pada tahun 2016 dan Desember 2017 lalu.

Atas dasar itu, Freddy menilai terapi cuci otak yang ditemukan Kepala RSPAD Gatot Subroto itu terbukti secara medis.Freddy bahkan pernah mengajukan diri kepada dokter berpangkat Mayjen TNI itu agar dijadikan sebagai kelinci percobaan. Tujuannya, agar semua pihak tidak lagi memperdebatkan metode tersebut.


"Saya tanya ke dokter Terawan, 'dok sudah saya jadi kelinci percobaan enggak apa-apa deh biar orang lihat semua'," ujar Freddy usai bertemu Terawan di RSPAD, Rabu (4/4).

Freddy menceritakan pertama kali melakukan terapi cuci otak karena dirinya mengalami sumbatan di bagian otaknya. Ketika itu keseimbangan tubuhnya terganggu sehingga tidak bisa bertumpu pada satu kaki saja.

"Kaki saya dulu enggak bisa main whiller, sekarang bisa main whiller artinya secara fakta aja sudah kelihatan," ucap Freddy.

Kemudian yang kedua, Freddy menuturkan dirinya mengalami sumbatan juga yang berpengaruh pada indera penglihatannya.

Freddy pun mengaku tak ada efek samping yang ia alami setelah menjalani terapi cuci otak dengan dr Terawan.

"Tidak ada nih, sehat, lebih muda lagi," ujarnya.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) menjatuhkan sanksi pemecatan sementara dokter Terawan dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dalam keputusannya, MKEK menilai Terawan telah melakukan pelanggaran kode etik berat.

"MKEK mengambil putusannya didasarkan pada murni pertimbangan etika perilaku profesional seorang sejawat," kata Sekretaris MKEK PB IDI, dr Pukovisa Prawiroharjo saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (3/4).

"Jadi tidak menilai sisi akademis, sisi standar prosedur operasional juga tak dinilai. Ada Majelis lain yang akan menilai itu," tuturnya menambahkan. (kid)

Tidak ada komentar: