Akankah Demokrat Gembosi Pendukung Prabowo-Hatta?
Rabu, 17 September 2014 18:01 WIB
Tribunnews/Herudin
Aktivis
yang tergabung dalam Koalisi Kawal RUU Pilkada dengan memakai topeng
wajah sejumlah pemimpin daerah sukses yang dipilih melalui Pilkada
langsung berunjukrasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa
(16/9/2014). Aksi dukungan terhadap Pilkada langsung ini diisi dengan
penyerahan petisi dan pembacaan surat terbuka untuk Presiden SBY.
TRIBUNNEWS/HERUDIN
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat mulai luluh, melunak. Partai yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya memilih mendukung opsi pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat.
Jika konsisten, sikap ini mengancam peluang opsi yang diusung parpol-parpol pendukung Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014, yang menghendaki pemilihan kepala daerah dilakukan DPRD.
"Ya, kami (mendukung) Pilkada langsung. Tetapi seperti apa yang diucapkan beliau (SBY) di YouTube, perlu diletakkan rambu-rambu untuk mencegah ekses-ekses negatif dari pilkada langsung," ujar Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin di kantor presiden, Jakarta, Rabu (17/9).
Dalam sebulan terakhir, pembahasan revisi Rancangan Undang-undang Pilkada telah menuai kontroversi. Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Namun sistem pemilihan melalui DPRD berubah sejak berlaku Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kepala daerah dipilih secara langsung rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama di Indonesia adalah Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada 1 Juni 2005.
Kini sejumlah anggota DPRD bermaksud kembali ke era Orde Baru. Ada dua skenario utama yang berkembang menjelang pengesahan RUU tersebut di DPR RI, pada 25 September mendatang.
Skenario pertama, sejumlah partai politik, yang kalah pada Pilpres 2014, menyatukan diri dalam satu ikatan, Koalisi Merah Putih. Koalisi ini menghendaki Pilkada dilakukan DPRD. Dengan bermacam dalih, kelompok ini menolak Pilkada langsung. Skenario kedua, kelompok parpol pendukung Jokowi-JK pada Pilpres. Kelompok ini pro-Pilkada langsung.
Jika pengambilan putusan ditentukan melalui voting, dan masing-masing kelompok solid, maka dapat dipastikan Pilkada akan dilangsungkan di DPRD. Tetapi jika benar Partai Demokrat mengalihkan dukungan, artinya keluar dari Koalisi Merah Putih, proses Pilkada langsung yang sudah berjalan 9 tahun akan dapat dipertahankan.
Berikut hitung-hitungan suara masing-masing kubu berdasarkan komposisi kursi fraksi-fraksi di DPR RI.
Opsi Pilkada Langsung: 61 Persen
Pemilihan kepala daerah langsung, yang sudah berlangsung 9 tahun pada pada era Reformasi semula hanya didukung 196 anggota DPR dari empat fraksi yakni PDIP, Hanura, PKB dan PKS. Hingga pekan lalu, kelompok ini hanya berkekuatan 35 persen atau tidak memenuhi separuh dari 560 anggota DPR RI.
Sedangkan setelah Partai Demokrat mengalihkan dukungan, menjadi pro-Pilkada langsung, terdapat tambahan suara 148 kursi. Dengan demikian, total suara pendukung RUU Pilkada langsung menjadi 344 suara. Darah segar Demokrat memompa 25 persen kekuatan kelompok ini, dan menjadi mendominasi suara anggota DPR RI dengan total 61 persen.
Opsi Pilkada oleh DPRD: 39 Persen
Opsi pemilihan di DPRD kembali ke praktik Orde Baru didukung semula didukung 364 anggota atau 65 persen dari 560 anggota DPR.
Opsi ini awalnya didukung parpol-parpol Koalisi Merah Putih, pendukung prabowo-Hatta pada Pilpes 2014, keuali PKS.
Mereka dalah Fraksi Partai Demokrat (F-PD) 148 kursi, Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG) 107 kursi, Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) 46 kursi, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) 37 kursi, dan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra) 26 kursi.
Namun setelah Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhyono menegaskan sikapnya mendukung Pilkada langsung, dan jika fraksi Partai Demokrat berubah haluan mendukung Pilkada langsung, peluang koalisi ini akan susut. Kekuatan pendukung Prabowo-Hatta, tinggal 216 suara atau menjadi hanya 39 persen dari total suara anggota DPR RI.
Komposisi jumlah kursi 9 Fraksi di DPR Hasil Pemilu 2009:
- Fraksi Partai Demokrat (F-PD) 148 kursi
- Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG) 107 kursi
- Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) 94 kursi
- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) 57 kursi
- Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) 46 kursi
- Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) 37 kursi
- Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) 28 kursi
- Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra) 26 kursi
- Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (F-Hanura) 17 kursi. (*)
Jika konsisten, sikap ini mengancam peluang opsi yang diusung parpol-parpol pendukung Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014, yang menghendaki pemilihan kepala daerah dilakukan DPRD.
"Ya, kami (mendukung) Pilkada langsung. Tetapi seperti apa yang diucapkan beliau (SBY) di YouTube, perlu diletakkan rambu-rambu untuk mencegah ekses-ekses negatif dari pilkada langsung," ujar Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin di kantor presiden, Jakarta, Rabu (17/9).
Dalam sebulan terakhir, pembahasan revisi Rancangan Undang-undang Pilkada telah menuai kontroversi. Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Namun sistem pemilihan melalui DPRD berubah sejak berlaku Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kepala daerah dipilih secara langsung rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama di Indonesia adalah Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada 1 Juni 2005.
Kini sejumlah anggota DPRD bermaksud kembali ke era Orde Baru. Ada dua skenario utama yang berkembang menjelang pengesahan RUU tersebut di DPR RI, pada 25 September mendatang.
Skenario pertama, sejumlah partai politik, yang kalah pada Pilpres 2014, menyatukan diri dalam satu ikatan, Koalisi Merah Putih. Koalisi ini menghendaki Pilkada dilakukan DPRD. Dengan bermacam dalih, kelompok ini menolak Pilkada langsung. Skenario kedua, kelompok parpol pendukung Jokowi-JK pada Pilpres. Kelompok ini pro-Pilkada langsung.
Jika pengambilan putusan ditentukan melalui voting, dan masing-masing kelompok solid, maka dapat dipastikan Pilkada akan dilangsungkan di DPRD. Tetapi jika benar Partai Demokrat mengalihkan dukungan, artinya keluar dari Koalisi Merah Putih, proses Pilkada langsung yang sudah berjalan 9 tahun akan dapat dipertahankan.
Berikut hitung-hitungan suara masing-masing kubu berdasarkan komposisi kursi fraksi-fraksi di DPR RI.
Opsi Pilkada Langsung: 61 Persen
Pemilihan kepala daerah langsung, yang sudah berlangsung 9 tahun pada pada era Reformasi semula hanya didukung 196 anggota DPR dari empat fraksi yakni PDIP, Hanura, PKB dan PKS. Hingga pekan lalu, kelompok ini hanya berkekuatan 35 persen atau tidak memenuhi separuh dari 560 anggota DPR RI.
Sedangkan setelah Partai Demokrat mengalihkan dukungan, menjadi pro-Pilkada langsung, terdapat tambahan suara 148 kursi. Dengan demikian, total suara pendukung RUU Pilkada langsung menjadi 344 suara. Darah segar Demokrat memompa 25 persen kekuatan kelompok ini, dan menjadi mendominasi suara anggota DPR RI dengan total 61 persen.
Opsi Pilkada oleh DPRD: 39 Persen
Opsi pemilihan di DPRD kembali ke praktik Orde Baru didukung semula didukung 364 anggota atau 65 persen dari 560 anggota DPR.
Opsi ini awalnya didukung parpol-parpol Koalisi Merah Putih, pendukung prabowo-Hatta pada Pilpes 2014, keuali PKS.
Mereka dalah Fraksi Partai Demokrat (F-PD) 148 kursi, Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG) 107 kursi, Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) 46 kursi, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) 37 kursi, dan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra) 26 kursi.
Namun setelah Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhyono menegaskan sikapnya mendukung Pilkada langsung, dan jika fraksi Partai Demokrat berubah haluan mendukung Pilkada langsung, peluang koalisi ini akan susut. Kekuatan pendukung Prabowo-Hatta, tinggal 216 suara atau menjadi hanya 39 persen dari total suara anggota DPR RI.
Komposisi jumlah kursi 9 Fraksi di DPR Hasil Pemilu 2009:
- Fraksi Partai Demokrat (F-PD) 148 kursi
- Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG) 107 kursi
- Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) 94 kursi
- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) 57 kursi
- Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) 46 kursi
- Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) 37 kursi
- Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) 28 kursi
- Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra) 26 kursi
- Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (F-Hanura) 17 kursi. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar