Eksekusi Terpidana Mati akan Kembali Dilakukan
Jaksa Agung menyatakan, setelah
eksekusi enam terpidana mati kasus narkoba, Kejaksaan Agung telah menyiapkan
eksekusi mati untuk para terpidana gelombang berikutnya.
Foto yang diambil Antara Foto ini
menunjukkan konvoi ambulans yang membawa peti mati terpidana mati kasus narkoba
ke penjara Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah,
JAKARTA —
Jaksa Agung HM Prasetyo, Minggu
(18/1) mengatakan eksekusi hukuman mati terhadap 6 terpidana kasus narkotika
pada Minggu dini hari bukanlah yang terakhir. Sejumlah terpidana mati kasus
narkotika lainnya juga akan segera dieksekusi setelah seluruh proses hukumnya
selesai.
Menurut Jaksa Agung Saat ini ada 64
terpidana mati kasus narkoba yang mengajukan grasi dan kemungkinan akan ditolak
oleh Presiden Joko Widodo. Beberapa di antaranya telah dipastikan ditolak, dan
lainnya masih menunggu.
Eksekusi
Terpidana Mati Akan Kembali Dilakukan
Salah satu terpidana mati yang
menunggu eksekusi menurut Prasetyo adalah Myuran Sukurama, anggota sindikat
Bali Nine yang saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Bali.
Menurutnya, eksekusi terhadap Myuran belum dilakukan karena Kejaksaan Agung
masih menunggu proses grasi yang diajukan Andrew Chan, terpidana mati kasus
yang sama.
Kejaksaan Agung dalam melakukan
eksekusi mati sangat hati-hati. Hal ini dilakukan lanjut Prasetyo agar tidak
terjadi kesalahan dan seluruh aspek hukum terpidana mati terpenuhi.
"Para terpidana mati yang
sekarang masih ada tentunya kita akan persiapkan setelah sebelumnya diteliti
lagi dengan cermat, jangan sampai ada sedikitpun permasalahan hukum yang belum
terpenuhi dan terselesaikan. Ada di antara mereka yang sudah terpenuhi
permasalahan hukumnya tentunya secepat itu pula kita rencanakan untuk
dilaksanakan eksekusi matinya," jelasnya.
Pemerintah Indonesia, Minggu (18/1)
dini hari telah mengeksekusi mati 6 terpidana mati kasus narkotika. Mereka
adalah Ang Kim Soei (62) warga negara Belanda, Namaona Denis (48) warga negara
Malawi, Marco Archer Cardoso Mareira (53) warga negara Brazil, Daniel Enemua
(38) warga negara Nigeria, Rani Andriani atau Melisa Aprilia (38) warga negara
Indonesia, dan Tran Thi Bich Hanh (37) warga negara Vietnam.
Selain Ang Kim Soei, pemilik pabrik
ekstasi di Cipondoh, Tanggerang, dengan kapasitas produksi 150 ribu lebih pil
ekstasi per hari, 5 terpidana mati lainnya yang dieksekusi minggu dini hari
adalah penyelundup narkoba yang besarannya lebih dari 1 kilogram.
Jaksa Agung HM Prasetyo
mengungkapkan ada 84 anggota Brimob Polda Jawa Tengah yang Minggu dini hari
ditugaskan untuk melakukan eksekusi di dua lokasi yaitu Nusa Kambangan dan
Boyolali, Jawa Tengah.
Pasca eksekusi mati, Pemerintah
Brazil dan Kerajaan Belanda menarik duta besarnya dari Indonesia.
Pengamat Hubungan Internasional dari
Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengtakan pemerintah tidak perlu takut
dalam melaksanakan hukuman mati untuk terpidana mati narkoba berikutnya.Dia
menilai penarikan mundur duta besar Brazil dan Belanda harus dipahami sebagai
ketidak-sukaan negara sahabat terhadap kebijakan pelaksanaan hukuman mati.
Negara tersebut tambahnya sangat
paham mereka tidak mungkin melakukan intervensi terhadap kebijakan hukuman mati
di Indonesia. Selain itu, penarikan Dubes merupakan respons pemerintah Brazil
atau Belanda terhadap tuntutan publik dalam negerinya.
"Kita harus tahu bahwa
ketidaksukaan itu boleh-boleh saja tetapi mereka tidak boleh mengintervensi
terhadap kedaulatan dan proses hukum yang dijalankan di Indonesia. Tentu kita
hargai bahwa mereka tidak suka, sama halnya ketika warganya dihukum mati, kita
juga sering kali menyampaikan ketidaksukaan kita dan yang kita lakukan bisa
protes keras dengan menarik duta besar kita," ujar Juwana.
Kepala Badan Narkotika Nasional
(BNN) Anang Iskandar mengungkapkan Indonesia saat ini telah menjadi sasaran
jaringan narkotika internasional. Hal ini dikarenakan penegakan hukum yang ada
selama ini kurang tegas.
Menurutnya eksekusi hukuman mati
dapat menunjukan bahwa pemerintah Indonesia saat ini tegas dalam memberantas
narkotika.
"Kita juga mendeteksi ada
kurang lebih 40-50 jaringan internasional dan nasional. Mereka bersama-sama,
umumnya jaringan internasional tidak bisa main di Indonesi sendirian, umumnya
mereka berkolaborasi. Kita sedang mendeteksi jaringan-jaringan itu. Kebanyakan
berasal dari Afrika dan China," kata Anang.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo
pernah mengatakan bahwa saat ini Indonesia darurat bahaya narkoba. Saat ini
jumlah pencandu di Indonesia mencapai 4,2 juta orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar