TPDI Desak Presiden Jokowi Copot Puan Maharani
31 Maret 2015Metroterkini.com - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mendesak Presiden Joko Widodo segera mencopot Puan Maharani dari Menteri Koodinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, jika Puan tidak dapat melepaskan jabatan strukturalnya di PDIP.Sebagaimana diketahui, sampai saat ini Puan masih menjabat sebagai Ketua DPP PDIP bidang Politik. Bahkan, Puan diwacanakan menjadi Wakil Ketum PDIP.
"Ini bentuk pembangkangan oleh seorang Menko kepada Presidennya. Jokowi tidak boleh memberikan privilage sedikitpun kepada Puan Maharani hanya karena Puan anak Megawati Soekarnoputri," ujar Petrus, Selasa (31/3) seperti dikutip dari Beritasatu.com.
Presiden Jokowi tidak boleh menerapkan standar ganda yang bersifat diskriminatif terhadap Puan Maharani. Pasalnya, para menteri dari kader parpol lainnya dalam Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi-JK secara konsisten melepaskan seluruh jabatannya dalam Parpol dan memilih 100 persen waktunya untuk mengabdi kepada tugas-tugas negara.
"Pada tahapan pertama, TPDI mengingatkan Presiden Jokowi untuk segera bertindak tegas terhadap Puan Maharani sebagai bawahan atau Pembantu Presiden Jokowi," katanya.
Pada tahapan kedua, lanjutnya, jika Presiden Jokowi tidak mampu bersikap tegas dan tetap menerapkan standar ganda, maka TPDI akan menggugat Puan Maharani, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang membiarkan Puan tetap memiliki jabatan struktural di partai dan Presiden Jokowi. Menurutnya, digugat karena melakukan perbuatan melawan hukum.
"Secara etik dan moral, baik Puan, Megawati dan Presiden Jokowi telah melanggar kebijakan Presiden Jokowi yang hendak membangun Pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN," tandasnya.
Presiden Jokowi, katanya tidak boleh membiarkan Kabinet Kerjanya diintervensi oleh anasir-anasir Parpol yang menggandeng kartel-kartel politik dalam mengelola kekuasaan negara.
Negara harus dikelola dengan prinsip-tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari KKN.
"Jika Puan dibiarkan tetap merangkap jabatan dalam PDIP, maka ini sesungguhnya sebuah pembangkangan terhadap etika dan moral dalam politik. Ada menteri yang konsisten lepaskan atribut parpol tetapi ada Menteri yang dianakemaskan seperti halnya yang terjadi dengan Puan Maharani," terangnya.
Lebih lanjut, Petrus menilai keberadaan Puan di Kabinet Kerja dengan kemampuan intelektual yang dimiliki serta pengalamannya dalam memimpin organisasi, maka sesungguhnya Puan belum memiliki kualfikasi untuk memangku jabatan setingkat Menko.
Karena itu, lebih cepat dan lebih baik mencopot Puan ketimbang membiarkan keberadaannya dalam Kabinet Kerja dengan jabatan sebagai Menko.
Jabatan sebagai Menko dalam Kabinet Kerja Jokowi menuntut seorang Menko minimal memiliki 3 kualifikasi dasar yaitu ahli di bidangnya, karakter sebagai negarawan dan sekaligus bisa merakyat.
Rabu, 01/04/2015 11:53 WIB
PDIP Usik Jokowi, Kehendak Tuan Putri atau Titah Megawati?
Ketua DPP PDIP Effendi Simbolon adalah orang pertama yang berani bicara blak-blakan melawan kebijakan Jokowi tersebut. Ia menyebut Jokowi tak boleh alergi dengan parpol.
"Saya sih melihat sebenarnya, aturan yang lisan yang dipakai Pak Jokowi itu sih sebenarnya tidak mendasar. Kalau kembali, Pak Jokowi kan dari partai. Kok menjadi seperti alergi sekali sama partai?" kata Effendi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (31/3/2015).
"Apa salahnya sih? Seperti Pak Muhaimin, tidak boleh. Apa relevansinya ketum partai jadi menteri. Jadi, suatu ketika Puan di partai, salahnya di mana," lanjutnya.
Rupanya Effendi termasuk yang mendukung putri mahkota Puan Maharani kembali masuk pengurus PDIP. Puan memang nonaktif dari PDIP setelah menjabat Menko PMK.
"Hal wajar-wajar saja jika ada waketum dan dijabat Mbak Puan. Kan itu memenuhi organisasi saja. Jangankan waketum, jadi ketum saja sudah layak," ucap Effendi.
Setelah Effendi, sejumlah elite PDIP beramai-ramai menyuarakan hal yang sama. Mereka saling melontarkan argumen bahwa tak relevan melarang menteri harus mundur dari parpol.
"Itu kan kata Pak Jokowi. Kita jadi dewan, urus partai mampu. Jadi bupati urus partai, mampu. Tidak ada relevansinya. Jadi pengurus partai sambil urus eksekutif, itu bisa jadi efektif pada aspek legitimasi dan dukungan politik sehingga tidak mudah diganggu," kata politikus PDIP Arif Wibowo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (31/3/2015).
Kini muncul pertanyaan besar mengingat yang melontarkan perlawanan itu tak lain adalah orang dekat Puan Maharani, terutama apakah dorongan itu memang atas kehendak tuan putri, atau yang lebih mantap lagi didasari oleh titah Ketum Megawati?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar