Rabu, 21 Oktober 2015

Prabowo setelah setahun pemerintahan Jokowi

Survei Poltracking: Elektabilitas Jokowi Merosot di Bawah Prabowo

Selasa, 20 Oktober 2015 | 14:32 WIB
TRIBUNNEWS / DANY PERMANA Presiden Republik Indonesia terpilih Joko Widodo mengunjungi Ketua Umum Partai Gerindra yang juga mantan pesaingnya dalam Pilpres lalu, Prabowo Subianto, di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2014). Dalam pertemuan tersebut Jokowi bersilaturahmi dan mengundang Prabowo untuk menghadiri pelantikan Presiden Seni 20 Oktober mendatang.
JAKARTA, KOMPAS.com — Elektabilitas Presiden Joko Widodo merosot karena kinerjanya selama satu tahun memimpin pemerintahan dianggap tidak memuaskan. Posisi elektabilitas Jokowi kini ada di bawah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Hal itu terlihat dari survei terakhir Poltracking Indonesia.
Poltracking Indonesia melakukan survei terkait kepuasan publik pada kinerja satu tahun pemerintahan Jokowi dan korelasinya dengan figur yang dipilih masyarakat saat ini.
Hasilnya, Prabowo menjadi figur dengan elektabilitas tinggi (33,05 persen), diikuti oleh Jokowi (31,37 persen), dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (15,58 persen).
"Bukan elektabilitas Prabowo yang meningkat, tetapi Jokowi yang merosot. Ibarat balapan, kecepatan Prabowo tetap, tetapi kecepatan Jokowi menurun," kata Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yudha, di Jakarta, Selasa (20/10/2015).
Temuan ini berbanding lurus dengan tingkat kepuasan publik terhadap Partai Gerindra. Meski secara keseluruhan kinerja partai politik dan DPR dinilai rendah, publik memosisikan Gerindra sebagai partai dengan kinerja memuaskan.
Posisi selanjutnya ditempati PDI Perjuangan dan Partai Demokrat dalam tiga besar.
"Memperhatikan keinginan rakyat menjadi kunci bila partai-partai ingin meraih simpati dan meraup suara publik," kata Hanta.
Pengumpulan data survei dilakukan oleh Poltracking Indonesia pada 7-14 Oktober 2015. Survei dilakukan dengan pendanaan internal. Tingkat kepercayaan survei ini diklaim mencapai 95 persen.
Penulis: Indra Akuntono
Editor : Sandro Gatra

Kenapa Prabowo bisa menang jika pemilu digelar hari ini?

Reporter : Faiq Hidayat | Rabu, 21 Oktober 2015 06:17

Kenapa Prabowo bisa menang jika pemilu digelar hari ini?
Prabowo kampanye di Sukoharjo dan Boyolali. ©2014 merdeka.com/fariz fardianto
Merdeka.com - Lembaga Survei Nasional Poltracking Indonesia merilis hasil survei terhadap kinerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang genap berusia satu tahun hari ini. Dalam survei yang diikuti 1.200 responden itu menyimpulkan bahwa mayoritas publik atau 51,26 persen tidak puas dengan pemerintahan Jokowi-JK.

Atas ketidakpuasan publik itu, elektabilitas Jokowi otomatis menjadi merosot. Survei tersebut juga membandingkan Jokowi dengan tokoh lain yang pernah menjadi calon presiden. Dalam survei yang dilakukan dalam rentang waktu 7 sampai 14 Oktober itu menyimpulkan elektabilitas Prabowo Subianto lebih tinggi dari Jokowi.

Persentasenya, publik memilih Prabowo 33,05 persen, Jokowi 31,37 persen, di peringkat ketiga ada Presiden ke enam Susilo Bambang Yudhoyono dengan 15,58 persen.

Lewat elektabilitas Jokowi yang merosot itu, apabila Pemilu Presiden dilakukan hari ini, publik akan memilih Prabowo Subianto sebagai presiden ketimbang Jokowi.

"Jika Pilpres dilakukan hari ini sebagian besar publik memilih Prabowo sebesar 24,11 persen, disusul Jokowi 20,95 persen," kata Direktur Eksekutif Poltracking, Hanta Yudha di Hotel Sofyan Betawi, Jakarta, Selasa (20/10).

Dalam menanggapi hal tersebut, pengamat politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedillah Badrun mengatakan Presiden Jokowi tak menepati janji untuk mensejahterakan rakyat. Misalnya harga bahan bakar minyak (BBM), utang luar negeri dan impor sapi. Itulah yang membuat pamor Jokowi kian merosot.

"Jadi ekspektasi rakyat diruntuhkan popularitas jatuh disebabkan Jokowi sendiri, memang kalau pemilu hari ini digelar Prabowo pasti menang," kata kata Ubedillah Badrun saat dihubungi merdeka.com, Selasa (20/10).

Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia ini mengatakan, Presiden Jokowi juga tak menunjukkan sikap nasionalisme lantaran utang luar negeri selama kepemimpinannya mencapai Rp 800 triliun. Ditambah pembangunan kereta cepat yang bekerja sama dengan Jepang atau China.

"Meski kerja sama asing itu perlu, namun harus berimbang. Kebijakan pak Jokowi kan enggak menunjukkan nasionalisme," kata dia.

Lanjut dia, saat ini wajar ketua umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menjadi yang dipilih oleh publik. Sebab, mantan Danjen Kopassus itu memiliki kepemimpinan yang tegas dan mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi.

"Apalagi sikap kenegarawanan pak Prabowo kuat buktinya pelantikan Jokowi datang ke Istana. Setelah pelantikan, Prabowo juga mau ketemu Presiden Jokowi. Prabowo juga tak menunjukkan ambisi politik setelah kalah pemilu presiden kemarin," tukas dia.
 20 Oktober 2015, 13:51 WIB
@prabowo08

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei nasional Poltracking Indonesia menyatakan, tingkat keterpilihan Presiden Joko Widodo menurun drastis jika saat ini terjadi pemilihan presiden. Survei ini dalam rangka mengevaluasi satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda mengatakan, seandainya pilpres diadakan lagi pada hari ini dan hanya diikuti tiga kandidat, yaitu Joko Widodo, Prabowo Subianto, dan Susilo Bambang Yudhoyono, maka Prabowo yang paling populer dan terpilih.

"Perolehan suaranya berturut adalah Prabowo Subianto 33,05 persen, Joko Widodo 31,37 persen, Susilo Bambang Yudhoyono 15,58 persen, dan sebanyak 20 persen (tak menyatakan pendapatnya)," kata Hanta dalam Evaluasi Publik 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK meneropong Kinerja Menteri Kabinet Kerja di Hotel Sofyan Betawi, Jakarta Pusat, Selasa (20/10).

Kemudian, sambung Hanta, bila hanya diikuti dua kandidat Presiden, yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subianto, maka perolehan suaranya adalah Prabowo Subianto 42,74 persen, Joko Widodo 35,74 persen, dan sebanyak 21,52 persen tidak menyatakan pilihannya.

Berdasarkan temuan survei nasional Poltracking Indonesia dalam mengevaluasi satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, mayoritas publik menilai, kondisi Indonesia kontemporer dianggap mengalami stagnasi. Khusus di bidang ekonomi, dinilai lebih buruk.

Sebagian besar publik beranggapan, masalah mahalnya harga-harga kebutuhan pokok sebesar 55,95 persen dan pengangguran sebesar 18,86 persen menjadi problem pokok yang tengah dihadapi.
Reporter : C07
Redaktur : Ilham

Tidak ada komentar: