Sabtu, 26 November 2016 , 08:02:00
Donald Trump. Foto: AFP
WASHINGTON - Ketegangan
pemilihan presiden Amerika Serikat belum usai. Saat penghitungan suara
masih berlangsung, muncul gugatan Jill Stein, capres dari Green Party.
Dia menuntut penghitungan ulang di
Negara Bagian Wisconsin, Michigan, dan Pennsylvania. Di tiga wilayah
yang dikenal sebagai Rust Belt atau kawasan industri pada 1980-an itu,
Donald Trump menang tipis.
Sesuai dengan aturan yang berlaku,
masing-masing calon presiden (capres) memang punya hak untuk menggugat
hasil penghitungan suara. Capres juga berhak mengusulkan penghitungan
suara ulang asalkan mau membiayai sendiri. Kamis waktu setempat (24/11)
atau sehari sebelum tenggat, Stein mengumumkan gugatannya atas hasil
penghitungan suara di Negara Bagian Wisconsin.
"Kami sudah berhasil mengumpulkan USD
1,1 juta (sekitar Rp 14,8 miliar) yang dibutuhkan untuk membiayai
penghitungan ulang di Wisconsin,’’ terang Stein.
Di negara bagian tersebut, capres Green
Party itu hanya mendapat 1,1 persen suara. Karena itu, gugatan tersebut
jelas bukan upaya untuk membuatnya menjadi pemenang. Melalui situs
resminya, dia menyatakan bahwa keadilan sebagai alasannya menggugat.
’’Hasil pilpres yang mengejutkan seperti
ini dan beberapa laporan tentang anomali yang terjadi di negara bagian
ini harus ditelusuri lebih lanjut sebelum pihak berwenang menetapkan
hasil penghitungan suara (yang memenangkan Trump) sebagai hasil final,’’
tulis kubu Stein pada situs resmi mereka.
Perempuan 66 tahun itu menegaskan bahwa rakyat AS berhak atas pilpres yang bisa dipercaya dan bisa dipertanggungjawabkan.
Karena dana hitung ulang di Wisconsin
sudah didapat, kini Stein mulai mencari dana untuk membiayai
penghitungan suara ulang di Pennsylvania dan Michigan, Biayanya sekitar
USD 4,5 juta atau sekitar Rp 60,89 miliar.
Hingga kini, Stein dan kubunya baru
mengumpulkan USD 2,7 juta (setara dengan Rp 36,54 miliar). Namun, dia
masih punya waktu untuk menggalang dana. Tenggat pendaftaran permintaan
hitung ulang di Pennsylvania adalah Senin (28/11), sedangkan Michigan
pada Rabu (30/11)
Seperti di Wisconsin, di dua negara
bagian tersebut juga muncul anomali-anomali yang mengindikasikan adanya
kecurangan. Stein kian yakin dengan kecurigaannya itu ketika dua pakar
juga menyatakan hal yang sama. Salah seorang di antara mereka, J. Alex
Halderman, pakar pemilu dari University of Michigan.
Bersama aktivis HAM John Bonifaz, Halderman mengatakan bahwa pemungutan suara elektronik di Wisconsin menguntungkan Trump.
’’Perolehan suara Clinton di negara
bagian tersebut berbeda sekitar 7 persen dari proyeksi awal. Itu terjadi
di sejumlah county yang menggunakan metode pemungutan suara
elektronik,’’ ungkap Halderman.
Oleh karena itu, perlu dilakukan
penghitungan suara ulang. Tetapi, karena pemungutan suara dilakukan
secara elektronik, tidak ada kertas suara yang bisa menjadi bukti
fisik.
Sebenarnya, Stein berharap agar Clinton
pun menggugat hasil penghitungan suara di Rust Belt. Sebab, politikus 69
tahun itulah yang dirugikan. Tetapi, kubu Clinton tidak merespons aksi
Stein tersebut. Justru kubu Trump-lah yang berkomentar.
Kellyanne Conway, penasihat senior
Trump, menyebut penghitungan suara ulang sebagai langkah yang ironis.
Dia yakin, penghitungan suara ulang tidak akan mengubah apa pun.
Saat ini selisih perolehan suara Clinton
dan Trump secara popular vote sudah tembus angka 2 juta untuk
kemenangan sang mantan first lady.
Sedangkan secara electoral vote, Clinton
yang hanya mengantongi 232 suara kalah oleh Trump yang mendapat 306
suara. Jika penghitungan suara ulang Wisconsin berpihak kepada Clinton,
dukungan electoral vote Trump akan berkurang 10.
Namun, jika hanya membalikkan suara di
Wisconsin yang sejak 1984 selalu memenangkan capres Partai Demokrat,
Clinton masih belum bisa memperbaiki nasibnya.
Tetapi, jika dia menang di dua negara
bagian lain yang juga digugat Stein, perubahan besar akan terjadi.
Sebab, total electoral vote di tiga negara bagian itu 46.
Jika Trump kehilangan 46 suara yang lantas menambahi suara Clinton, Trump batal menjadi presiden. (afp/reuters/cnn/bbc/hep/c4/any/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar