Rabu, 09 November 2016

Ini 7 "Mahaguru" yang Diakui Dimas Kanjeng Taat Pribadi

Selasa, 08 November 2016 | 08:11
Tujuh mahaguru palsu Dimas Kanjeng Taat Pribadi saat diperkenalkan penyidik Polda Jatim
Tujuh mahaguru palsu Dimas Kanjeng Taat Pribadi saat diperkenalkan penyidik Polda Jatim (Suara Pembaruan/ Aries Sudiono)
Surabaya - Kedok ‘Dimas Kanjeng’ Taat Pribadi (46), tersangka penipuan (dan pembunuhan atas dua pengikutnya) berdalih penggandaan uang asal Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jatim benar-benar sudah lama diskenariokan dengan cukup matang.
Sesuai hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada tujuh dari 10 orang yang selama ini diakui ‘Dimas Kanjeng’ Taat Pribadi sebagai mahaguru ternyata mereka hanya gelandangan, pengemis, tukang becak dan kuli bangunan yang ada di wilayah Tomang dan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Mereka direkrut Taat Pribadi dari hasil kerja kaki tangannya bernama SP Maranatha alias Vijay (34) dan Karmawi (42) - keduanya kini berstatus tersangka - asal Jakarta.
“Taat Pribadi menyuruh Vijay, pria keturunan India ini untuk didapuk seolah-olah sebagai Direktur Operasional PT Emas Batangan Mulia (EBM) Jakarta yang seolah-olah merupakan pabrik emas batangan milik Taat Pribadi yang menjabat selaku Presiden Komisarisnya,” ujar Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol RP Argo Yuwono, didampingi Kasubdit Jatranas Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Taufik, Selasa (8/11) pagi.
Ketujuh mahaguru awu-awu Taat Pibadi yang kini masih menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Mapolda Jatim itu masing-masing adalah Sumarno (78) memperoleh upah Rp 11 juta atas perannya sebagai Abah Cholil; Murjang (51) sebagai Abah Nagasosro diupah Rp 8,7 juta; Abdul Karim yang berperan sebagai Abah Sulaiman Agung menerima upah Rp 20 juta. Ratim (66) yang berperan sebagai Abah Abdul Rohman menerima upah Rp 20 juta; Sadeli (63) berperan seolah-olah sebagai Abah Entong menerima uipah Rp 4 juta, Biwa Sutarno (61) yang berperan sebagai Abah Sukarno mendapat upah Rp 9,5 juta, dan Atjep yang berperan sebagai Abah Kalijogo (65) mendapat upah hanya Rp 5 juta.
“Yang merekrut para orang tua berjenggot putih (tiga orang dalam pencarian) itu adalah (tersangka) Karmawi atas permintaan (tersangka) Vijay yang diperintahkan Taat Pibadi. Mereka didandani ala kiai sepuh yang memiliki ilmu kesaktian linuwih,” ujar Kombes Pol Argo. Mereka itu lalu diajak tampil dalam acara-acara terbuka untuk meyakinkan proses perekrutan para calon korban (pengikut Padepokan Dimas Kanjeng).
Sebelum menangkap ketujuh mahaguru awu-awu itu, petugas menangkap SP Maranata alias Vijay dan Kramawi yang sebenarnya karyawan perusahaan jasa kontraktor PT Emas Batangan Mulia (EBM) Jakarta. Perkenalan Taat Pribadi dengan Vijay sebenarnya berawal dari pekenalan pimpinan Padepokan Dima Kanjeng dengan ayah Viyay yang berprofesi sebagai sosok ‘ahli’ penyembuhan secara alternatif.
“Vijay mau saja ketika didapuk menjadi Direktur Operasional PT EBM yang diubah seolah-olah merupakan pabrik emas batangan milik Padepokan Dimas Kanjeng,” ujar Kombes Pol Argo sambil menambahkan, Taat Pribadi sendiri mengangkat dirinya seolah-olah sebagai Komisaris Utama PT EBM.
Perusahaan tersebut sering disampaikan Taat Pribadi ke para pengikutnya (anggota Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo), bahwa ia memiliki pabrik emas batangan. Padahal, perusahaan tersebut bergerak di bidang kontraktor dan dicatut seolah-olah milik Taat Pribadi.
“Menurut tersangka Vijay, ketujuh mahaguru itu sempat mengelabuhi Prof Marwah Daud Ibrahim PhD., ketika diajak ziarah bersama Taat Pribadi dan rombongan ke makam KH Ra Cholil di Bangkalan, Madura.
AKBP Taufik menambahkan, bahwa penyidik sekarang ini sedang mencari seseorang yang disebut dengan Abah Gimbal, yang diakui Taat Pribadi kini berusia 600 tahun lebih. Ia ditugaskan sebagai penunggu sembilan gudang gaib (berisi emas dan uang gaib). Kepada penyidik Taat Pribadi berulang kali menyatakan bahwa uang hasil penipuan dari uang mahar para pengikutnya sekitar Rp 2 triliun itu kini dibawa Abah Dhofir asal Tomang. Abah Dhofir saat ini masih dalam pengusutan pihak kepolisian.
Peran SP Maranata alias Vijay yang sudah menerima uang tunai sekitar Rp 13 miliar dari Taat Pribadi yang paling menonjol adalah menyusun dan melakukan realisasi skenario pertemuan para pengikut (korban) Padepokan Dimas Kanjeng yang kelas ‘kakap’ (pemberi uang mahar puluhan hingga ratusan miliar untuk digandakan) berjumlah sekitar 155 orang di Hotel Merlynn Park, Jakarta, pada 14-19 Maret 2016 yang lalu. Ketujuh mahaguru awu-awu itu dihadirkan seolah-olah memiliki ilmu kesaktian yang luar biasa.
“Pada pertemuan itu ada tujuh orang lainnya yang diseting seolah-olah sebagai karyawan bank tertentu yang menyatakan sebagai penjamin PT EBM,” tambah AKPB Taufik. Dalam pertemuan yang sebenarnya hanya singkat itu para korban diberi kesempatan untuk tinggal di hotel beserta fasilitasnya secara gratis. Dengan alasan semua biaya sudah ditanggung manajemen PT EBM.

Tidak ada komentar: