Tawaran program ini kemudian menuai pro dan kontra usai debat kandidat yang diselenggarakan KPU DKI Jakarta. Banyak pihak menilai program ini tidak mungkin direalisasikan, bahkan Gubernur BI pun ikut melarangnya lantaran dinilai melanggar aturan.
Anies-Sandi kemudian berusaha menjabarkan maksud dari program hunian terjangkau di Jakarta. Dalam situs resmi kampanye mereka, jakartamajubersama.com, dijelaskan bahwa program tersebut merupakan kredit murah berbasis tabungan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Konsep yang ditawarkan adalah dengan mengganti prasyarat uang muka (DP) dengan skema melihat konsistensi jumlah saldo tabungan di bank sebesar proposi tertentu dari nilai properti dalam jangka waktu enam bulan, maupun konsistensi menabung dalam jangka waktu 6-12 bulan.
"Jadi jangan sampai diasosiasikan sebagai program buat rumah. Kami tidak membuat rumah, tapi pembiayaan," ujar Anies di Posko Pemenangan Cicurug, Jakarta, kemarin.
Anies menerangkan, jenis rumah yang ditawarkan dalam program ini bisa berbentuk rumah tapak (landed house) maupun hunian vertikal (rumah susun).
Pemprov nantinya tidak berkutat mengurusi jenis rumah yang masuk dalam program ini. "Kami tidak masuk bentuk rumahnya, tapi masuk dalam bentuk pembiayaannya. Artinya bekerja dalam sistem perbankan," kata dia.
Meski demikian, dalam situs secara spesifik dijelaskan bahwa properti yang ditawarkan adalah hunian berbentuk vertikal sederhana yang disubsidi pemerintah dengan harga maksimal Rp350 juta.
Dijelaskan pula bahwa lokasi properti program ini berada di wilayah Jakarta dengan memanfaatkan lahan milik pemerintah daerah dan tanah-tanah terlantar, lahan pusat aktivitas perekonomian seperti pasar dan kerjasama dengan pihak ketiga melalui skema built, operate, transfer.
![]() |
Sebuah skema ilustrasi pun diberikan. Warga yang ingin membeli rumah susun sederhana senilai Rp350 juta harus membayar uang muka misalnya 15 persen, atau senilai Rp52,5 juta.
Melalui program ini, Pemprov DKI Jakarta nantinya bakal memberi talangan uang muka ke bank. Sedangkan warga yang mengikuti porgram mencicil duit talangan kepada Pemprov DKI Jakarta.
Program itu memuat prasayarat yang harus dipenuhi, antara lain harus memiliki KTP DKI Jakarta dengan masa tinggal tertentu dan berpenghasilan maksimal Rp7 juta per bulan. Pemprov DKI Jakarta juga akan melihat kebiasaan menabung sebesar Rp2,3 juta setiap bulannya di Bank DKI untuk dilakukan penilaian.
Prasyarat lain adalah program ditujukan bagi warga yang baru pertama kali mengikuti kredit rumah dan akan digunakan sebagai rumah tinggal. Ada pula syarat yang mengharuskan warga penerima program melampirkan bukti penghasilan per bulan, atau surat keterangan penghasilan yang ditandatangani lurah.
Lihat juga: REI: DP Rumah Nol Persen Hanya 'Gimmick' Semata |
Untuk mengurangi risiko kegagalan kredit, nantinya program ini akan bekerjasama dengan Askrindo atau Jamkrindo hingga membentuk Badan Layanan Umum (BLU) Pengelola Perumahan Rakyat Pemprov DKI.
Sementara itu, Anies mengklaim pihaknya telah menyiapkan perangkat aturan untuk mewujudkan program ini. Dia juga menegaskan bahwa program ini tidak melanggar aturan, merujuk Pasal 17 Peraturan BI No. 18/16/PBI/2016."Nanti, kita akan buat aturanya, nanti levelnya mungkin Pergub atau Perda supaya bisa dieksekusi," kata Anies.
Menuai kritik
Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia Eddy Ganefo menilai program yang ditawarkan Anies tersebut tidak realistis. Terlebih, kata Eddy, skema pembelian rumah tanpa DP tidak mendapat restu dari Bank Indonesia.Dalam Peraturan BI (PBI) Nomor 18/16/PBI/2016 yang dikeluarkan pada 29 Agustus 2016 lalu, bank sentral secara resmi mengatur ketentuan rasio LTV kredit pemilikan rumah pertama menjadi 85 persen dari sebelumnya 80 persen. Artinya, uang muka kredit perumahan minimal 15 persen dari harga rumah.BI juga mengatur uang muka KPR kedua menjadi 20 persen dari sebelumnya 30 persen, sedangkan kredit rumah ketiga serta seterusnya menjadi 25 persen dari ketentuan sebelumnya 40 persen.
"Untuk rakyat yang tidak mampu itu rata-rata kemampuan mendapat penghasilan ada di bawah Rp1,7 juta. Jadi tetap tidak mungkin," kata Eddy."Kampanye boleh saja, tapi rasanya tak perlu memaksakan seperti ini. Kasihan rakyat," kata Eddy. (gil)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar