Hari ini saya terhenyak. Kaget. Karena
Polisi semakin menunjukkan keberanian dan wibawanya. Jika dulu kita
kerap melihat kasus hukum tidak menyentuh orang-orang besar, sekarang di
era kepemimpinan Tito Karnavian, kasus hukum mampu menyentuh siapapun
Tahun lalu, Februari 2016, Kepala
Subdirektorat Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung
(Kejagung), Yulianto, melaporkan Hary Tanoe ke Polisi. Yulianto
menjelaskan dirinya sedang menangani kasus dugaan korupsi pada restitusi
(ganti kerugian) pajak yang diajukan PT Mobile-8 Telecom Tbk periode
2007-2009. Saat menangani perkara itu, dirinya mendapatkan pesan singkat
bernada mengancam dari nomor yang tidak dikenal. Berikut isi pesannya.
“Mas Yulianto kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar, siapa yang profesional dan siapa yang preman.Anda harus ingat kekuasan tak akan langgeng, saya masuk politik karena ingin membuat Indonesia maju dalam arti yang sesungguhnya, termasuk penegakan hukum yang profesional, tidak transaksional, tidak bertindak semena mena demi popularitas, dan abuse of power.
Suatu saat saya akan jadi pimpinan negeri ini, di situlah saatnya Indonesia akan berubah dan dibersihkan dari hal hal yang tidak sebagaimana mestinya. Kasihan rakyat yang miskin makin banyak sedangkan yang lain berkembang dan makin maju.”
Hotman Paris Hutapea sebagai pengacara
Hary Tanoe sudah mengakui bahwa pesan tersebut memang berasal dari HT.
Namun Hotman menilai bahwa pesan singkat tersebut bukanlah ancaman.
“Kata-kata dalam pesan singkat yang dikirimkan HT itu diucapkan juga
oleh ribuan politisi lain, itu artinya politisi bisa dipenjara karena
setiap kampanye melakukan itu,” katanya.
Saya meragukan kasus ini akan ditindak
lanjuti, karena mungkin terlanjur terdoktrin anggapan bahwa hukum tajam
ke bawah tumpul ke atas. Tapi sekarang sepertinya harus saya akui bahwa
Polri sedang berupaya untuk bersikap tegas kepada siapapun. Salut!
Oke lanjut. Tahun lalu, kasus ini sempat
tenggelam karena kita lebih fokus pada kasus pembunuhan Jessica. Polri
kemudian disibukkan dengan kasus hukum Ahok dan demo berjilid-jilid.
Publik pun mungkin sudah lupa dengan kasus SMS Hary Tanoe ini. Tapi
besok rupanya Polri akan memanggail Hary Tanoe untuk diperiksa. Luar
biasa.
Membantah alasan pengacara HT
Hotman Paris Hutapea sepertinya tidak bisa
membedakan antara orasi di tempat umum dengan SMS atau pesan singkat.
Ketika politisi mengatakan pesan dalam kampanyenya, itu selalu ditujukan
untuk banyak orang. Sementara HT mengirimkan SMS kepada Kejagung yang
sedang menangani kasus dugaan korupsi pada restitusi (ganti kerugian)
pajak yang diajukan PT Mobile-8 Telecom Tbk periode 2007-2009. Secara
pribadi.
Sekalipun saya belum pernah mendengar
politisi berkampanye menggunakan kalimat seperti yang dikirimkan HT
kepada Kejagung, kita anggap saja pernah ada, kasih diskon lah, ini kan
Ramadhan. Hehe.
Kalimat “Mas Yulianto kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar, siapa yang profesional dan siapa yang preman,” Ini
adalah tantangan tertutup, antara HT dan Kejagung Yulianto. Karena SMS
nya memang dikirim oleh HT ke Yulianto. Bayangkan saja pesan singkat
seperit itu dikirimkan ke anda, lalu apa yang anda pahami? Bukankah kita
merasa ditantang untuk membuktikan, apakah kita yang preman atau dia si
pengirim SMS?
Sampai di sini, pertanyaannya adalah,
untuk apa HT mengirim SMS seperti itu? Yang jelas saya pikir bukan untuk
kepentingan kampanye, karena jelas menyebut “Mas Yulianto,” jadi pesan
itu ditujukan hanya kepada Kejagung saja. Bukan semacam SMS blast.
Yang jelas HT pasti punya alasan untuk
mengirim SMS seperti itu. Sebab yang kita tahu HT adalah orang yang
waras dan sehat. Tidak mungkin mengirim SMS tanpa sebab.
Bahwa kemudian publik menerka,
mengira-ngira dan menghubungkan dengan kasus restitusi pajak yang
diajukan PT Mobile-8 Telecom Tbk periode 2007-2009, dimana dalam periode
tersebut HT tercatat sebagai pemiliknya. Itu sah saja dan merupakan
alasan terlogis yang bisa kita dapat sampai hari ini. Apalagi Kejagung
Maruli Hutagalung sempat mengomentari kemungkinannya untuk memeriksa HT.
“Siapapun yang terlibat dan mengetahui soal kasus ini pasti akan
dipanggil,” katanya.
Kasus PT Moble 8 Telecom
Kasus ini sudah diselidiki sejak tahun
awal tahun 2015. Baru rame di publik karena adanya berita SMS teror dari
HT, dikait-kaitkan.
PT Mobile 8 Telecom saat itu melakukan
transaksi perdagangan dengan PT Djaya Nusantara Komunikasi berupa produk
telekomunikasi seperti Hape dan pulsa senilai Rp 80 miliar.
Namun setelah diteliti, PT Djaya Nusantara
Komunikasi dianggap tidak mampu membeli barang dengan harga sebesar
itu. Eliana Djaya saebagai direktur menyatakan bahwa transaksi
perdagangan tersebut fiktif. Karena uang Rp 80 miliar tersebut berasal
dari Mobile 8 Telecom, kemudian Djaya Nusantara Komunikasi dibuat
seolah-olah punya dana untuk membeli barang.
Mobile 8 Telecom kemudian membuat invoice
fiktif seolah-olah mendapat pesanan dari Djaya Nusantara Komunikasi.
Padahal mereka tidak pernah melakukan pembelian dan menerima barang
apapun dari Mobile 8 Telecom.
Setahun kemudian, 2008, Djaya Nusantara
Komunikasi menerima faktur pajak dari Mobile 8 Telecom senilai Rp
114.986.400. Faktur pajak ini lah yang kemudian digunakan oleh Mobile 8
Telecom untuk pengajuan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada
kantor KPP Perusahaan Masuk Bursa Jakarta.
Selanjutnya kita tunggu saja akhir dari
kasus ini, semoga ke depan setiap warga negara Indonesia tidak menerima
ancaman atau persekusi dalam bentuk apapun…Begitulah kura-kura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar