Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, dan Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf.(KOMPAS.com/ACHMAD FAIZAL/KRISTIANTO PURNOMO)
SURABAYA, KOMPAS.com - Dinamika
politik Jawa Timur jelang Pilkada 2018 diwarnai munculnya wacana calon
tunggal. Wacana tersebut dianggap paling pas untuk karakter politik Jawa
Timur yang selalu mengedepankan musyawarah mufakat dalam berdemokrasi.
Politik
musyawarah mufakat itu selalu didengungkan Ketua DPD partai Demokrat,
Soekarwo. Kata Gubernur Jawa Timur itu, karakter politik Jawa Timur
harus beda dengan daerah lainnya. Menurut dia, jika tensi politik di
daerah lain selalu naik saat suksesi kepala daerah, maka di Jawa Timur
kondisi seperti itu tidak boleh terjadi.
"Karakter politik di
Jatim guyub, rukun, dan santun. Karena semua kepentingan di Jatim bisa
dibicarakan dengan baik-baik tanpa gontok-gontokan," kata Soekarwo belum
lama ini.
Karena itu, dia berharap akan muncul pasangan calon
yang didukung oleh semua partai dalam Pilkada tahun depan. "Konsep ini
tidak mencederai prinsip demokrasi, karena sudah melalui mekanisme
musyawarah mufakat," katanya.
Wacana tersebut didukung sejumlah partai. Partai Golkar tidak mempermasalahkan adanya calon tunggal di
Pilkada Jatim, asalkan sudah menjadi kesepakatan bersama seluruh partai dan seluruh elemen masyarakat.
"Kalau semua masyarakat Jatim mendukung mengapa tidak," kata Ketua DPD Partai Golkar Jawa Timur, Nyono Suharli.
Pun juga partai pengusung Saifullah Yusuf (
Gus Ipul),
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Bahkan partai berbasis Nahdatul Ulama
(NU) itu memiliki program mendatangi satu per satu kantor partai di
Jawa Timur untuk bersilaturahim.
"Selain untuk menjalin
silaturahim politik, kami juga memperkenalkan cagub yang kami usung,
plus menggalang dukungan koalisi partai agar ikut bersama-sama mengusung
Gus Ipul di
Pilkada Jatim," kata Ketua DPW PKB Jatim, Abdul Halim Iskandar.
Hingga saat ini, sudah empat kantor partai yang sudah dikunjungi bersama
Gus Ipul sejak awal Ramadhan lalu. Dari Partai Demokrat, PDIP, Golkar, dan terakhir Partai Nasdem. Di Partai Demokrat dan PDIP,
Gus Ipul bahkan sudah mengisi formulir pendaftaran calon gubernur.
Tidak semua partai menyetujui wacana calon tunggal di
Pilkada Jatim.
Hasan Aminudin, politisi Partai Nasdem menyebut, calon tunggal mustahil
terwujud di Jatim yang disebut daerah barometer politik nasional.
Apalagi kata dia, momentum politik
pilkada Jatim
hanya selisih setahun dengan Pilpres 2019. "Kemungkinan akan banyak
kekuatan politik pusat yang akan turun di Jatim pada pilkada nanti,
untuk kepentingan pilpres 2019. Jadi tidak mungkin akan ada calon
tunggal," ujarnya.
Partai Gerindra bahkan mengancam tidak akan ikut koalisi pendukung
Gus Ipul jika strategi yang akan diusung adalah strategi borong partai atau calon tunggal. "Gerindra tak akan ikut koalisi jika
Gus Ipul
mewacanakan calon tunggal, karena itu akan merusak demokrasi di Jatim,"
kata wakil ketua DPD Partai Gerindra Jatim, Tjutjuk Sunario.
Wacana calon tunggal di
Pilkada Jatim
juga diragukan Direktur Lembaga Survei Regional, Mufti Mubarok. Kata
dia poros kekuatan politik di Jakarta tidak akan rela ada calon tunggal
di
Pilkada Jatim.
Saat
ini menurut dia, ada tiga kutub besar politik yang ingin berkuasa pada
Pilpres 2019 mendatang. Ketiga kutub besar itu adalah, Jokowi, Prabowo,
dan SBY.
"Ketiganya pasti mempersiapkan kemenangan di pilgub Jatim untuk
mendulang suara saat pilpres. Apalagi Jatim adalah lumbung suara yang
sangan besar," terangnya.
Di sisi lain, kata Mufti, elektabilitas
Gus Ipul selama ini juga tidak mendukung untuk menjadi calon tunggal.
Survei terakhir yang digelar pihaknya, dari tiga besar nama yang
muncul sebagai calon gubernur Jatim, semuanya masih di bawah 40 persen.
Gus Ipul (37 persen), Tri Rismaharini (34 persen), dan Khofifah Indar Parawansah (33 persen).
Dia
menggambarkan, di Pilkada DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang
elektabilitasnya mencapai 70 persen, ternyata juga tidak bisa menjadi
calon tunggal. "Nyatanya di putaran pertama ada tiga pasang yang
bertarung, bahkan di putaran kedua Ahok kalah dengan Anis-Sandiaga,"
katanya.
Sementara
Gus Ipul sendiri membantah tentang adanya gerakan politik calon tunggal di
Pilkada Jatim.
Kata wakil Soekarwo di Pemprov Jatim ini, dirinya tidak memiliki
sumberdaya cukup untuk menjadi calon tunggal apalagi menjadi pemborong
partai.
"Saya tidak punya kuasa untuk memborong partai, saya juga tidak pernah berfikir untuk menjadi calon tunggal," kata
Gus Ipul saat dikonfirmasi.
Gus Ipul
hanya merasa punya banyak teman di partai politik yang bisa diajak
bersama-sama membangun Jatim. Dia hanya berkewajiban menjaga hubungan
baik itu.
"Mereka tidak harus setuju, karena saya yakin di
masing-masing partai ada mekanisme internal yang tidak selalu
menghasilkan keputusan yang sama, yang penting jika ada kompetisi, harus
secara sehat," terangnya.
Hingga hari ini, hanya
Gus Ipul
yang berani muncul sebagai Cagub Jatim di depan publik. Dua nama
perempuan yang disebut-sebut yakni Khofifah Indar Parawansah dan Tri
Rismaharini sama sekali belum pernah mendeklarasikan akan maju
pilkada Jatim.
Belum lama ini bahkan Risma mengaku sudah bertemu Ketua Umum Megawati Soekarnoputri untuk membicarakan
Pilkada Jatim. Dan hasilnya kata Risma, Megawati setuju jika dirinya tidak maju
Pilkada Jatim. "Saya sudah ketemu Bu Mega, dan Bu Mega sudah setuju bukan aku," kata Risma.
Meski
Risma menolak, DPC PDIP Surabaya tetap akan mengusulkan nama Risma,
karena pengurus daerah berkewajiban mengusulkan nama figur potensial di
daerahnya sebagai cagub Jatim. Di Surabaya, hanya Risma saat ini yang
dianggap figur dan kader potensial.
Sementara Khofifah Indar Parawansah, di beberapa kesempatan juga tidak tegas akan kembali maju di
pilkada Jatim untuk ketiga kalinya atau tidak tahun depan. "Sekarang masih cek lapangan," kata Ketua Umum Muslimat NU ini.