Sabtu, 26 Oktober 2013

RIVALITAS PRABOWO VS WIRANTO

Kesaksian Wiranto soal aksi Prabowo pada 1998

Reporter : Ramadhian Fadillah | Kamis, 24 Oktober 2013 06:04
294


Kesaksian Wiranto soal aksi Prabowo pada 1998
Jenderal TNI Wiranto. ©blogspot.com

Merdeka.com - Bicara isu kudeta Prabowo Subianto seperti yang dilontarkan BJ Habibie dalam beberapa kesempatan, termasuk dalam bukunya Detik-detik yang menentukan, tidak bisa lepas dari sosok Wiranto . Ketika Prabowo menjabat Pangkostrad dengan pangkat Letjen, Wiranto adalah atasannya Panglima ABRI (Pangab) berpangkat jenderal.

Dalam kesaksiannya, pada 22 Mei 1998, Habibie menerima Wiranto di ruang kerja presiden di Istana Merdeka. Saat itu Wiranto melaporkan bahwa pasukan Kostrad dari luar Jakarta bergerak menuju Jakarta dan ada konsentrasi pasukan di kediaman Habibie di Kuningan, begitu pula di Istana Merdeka. Jenderal Wiranto lantas meminta petunjuk dari Habibie.

Mendengar laporan tersebut, Habibie berkesimpulan Pangkostrad bergerak sendiri tanpa sepengetahuan Pangab. Pergerakan itu pula yang menimbulkan beberapa pertanyaan dalam diri Habibie: "Apakah ada skenario tersendiri mengenai laporan yang baru saja disampaikan oleh Pangab?"

Saat itu pula, Habibie menegaskan kepada Pangab agar mengganti Pangkostrad sebelum matahari tenggelam. Kepada penggantinya, diharapkan pasukan di bawah komando Pangkostrad kembali ke kesatuan masing-masing. Sejarah mencatat, saat itu Pangkostrad baru yang dipilih adalah Letjen TNI Johny Lumintang sebelum 17 jam kemudian digantikan Letjen TNI Djamari Chaniago.

Figur Wiranto menjadi penting mengingat sosoknya yang ketika itu disebut memiliki rivalitas dengan Prabowo. Muncul berbagai spekulasi bahwa momen itu adalah kesempatan bagi Wiranto menyingkirkan Prabowo. Lantas seperti apa kesaksian Wiranto soal peristiwa tersebut? Dia memaparkannya dalam bukunya "Bersaksi di Tengah Badai."

Wiranto mengakui mendapat laporan secara lengkap tentang aktivitas Pangkostrad Letjen TNI Prabowo pada saat-saat kritis. "Bahkan, saya telah mendapat informasi mengenai pertemuannya dengan Wakil presiden BJ Habibie dan pertemuannya dengan Amien Rais serta Gus Dur maupun dengan tokoh-tokoh lainnya. Bagi orang awam, barangkali hal itu biasa-biasa saja. Tidak ada yang aneh," tulis Wiranto .

"Namun, di dalam kehidupan militer, kegiatan semacam itu jelas tidak dapat dibenarkan, karena menyalahi aturan. Seharusnya Pangkostrad berorientasi pada wilayah, tugas, dan tanggung jawabnya sebagai Pangkostrad yang menggerakkan pasukan atas perintah Panglima ABRI. Bukan ke sana kemari ngurusin masalah politik dan kenegaraan. Walaupun hal itu dilakukan, harus sepengetahuan pimpinan, bukan atas kehendak sendiri dan sama sekali tidak melaporkan kepada atasan."

Wiranto juga menceritakan, satu hal yang benar-benar tidak masuk di akal adalah pada malam hari tanggal 16 Mei 1998, sekitar 22.30 WIB. "Saya mendapat informasi bahwa Pangkostrad menghadap presiden di kediaman, untuk melaporkan bahwa Menhamkan/Pangab telah berkhianat terhadap presiden yang berarti telah berkhianat terhadap pemerintah yang sah. Hal ini benar-benar sudah keterlaluan dan merupakan suatu pemanfaatan dari suatu situasi yang tengah kacau dan tidak menentu dengan suatu arah yang jelas, yaitu penyingkiran. Oleh karena itu, pada pagi hari tanggal 17 Mei 1998, di Jalan Cendana No 6, disaksikan oleh Kasad Jenderal TNI Soebagio HS dan Pangdam Jaya Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin saya memberikan teguran keras kepada Pangkostrad Letjen TNI Prabowo Subianto atas apa yang dilakukannya yang saya anggap di luar kepatutan. Terutama mengenai apa yang telah diperbuatnya pada saat menghadap presiden.

Begitulah Wiranto bercerita tentang Prabowo pada momen penting pergantian kekuasaan 1998. Satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari cerita itu adalah aroma rivalitas keduanya.

Wiranto sendiri tidak pernah terus terang isu rivalitasnya dengan Prabowo. "Kalau kita dekati dari sisi pangkat dan jabatan, saya sudah menyandang pangkat dan jabatan puncak dalam organisasi ABRI, kemudian menganggap bawahan saya menjadi pesaing, lalu bersaing untuk apa lagi?" begitu alasan Wiranto .

Dalam pertarungan Konvensi Presiden Partai Golkar 2003, ketika itu Wiranto mengalahkan Prabowo. Wiranto sempat bertemu dan menyalami Prabowo. Keduanya tertawa lepas.

Namun, kesan damai itu hanya "sesaat". Kini, keduanya kembali terlibat dalam rivalitas secara politik. Prabowo mengendalikan partainya Gerindra, sementara Wiranto menjadi nakhoda Hanura. Pertarungan jenderal cemerlang yang pernah dilahirkan TNI itupun masih akan terus berlanjut.

 WIRANTO BERANI PERTANGGUNGJAWABKAN KERUSUHAN MEI 1998
Selasa, 2 Juli 2013
Wiranto

REPUBLIKA.CO.ID,mempertanggungjawabkan isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang selau muncul di setiap pencalonan dirinya menjadi capres RI.

"Saya berani mempertanggungjawabkan bahwa apa yang saya lakukan di masa lalu selalu berdasarkan hukum dan kebijakan Negara. Siapa pun yang menuduh macam-macam terhadap saya, saya persilakan untuk bertemu dan mari kita diskusikan apa yang terjadi di masa lalu," tegas Wiranto usai Deklarasi Capres-Cawapres Partai Hanura di Jakarta, Selasa.

Dia menceritakan kondisi pada saat kerusuhan Mei 1998, itu Negara sedang mengalami krisis multi-dimensional yang sangat berat, sehingga terjadi kerusuhan massal di seluruh wilayah Indonesia.

Sebagai Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) dan Menteri Pertahanan pada masa pemerintahan Soeharto itu, Wiranto harus dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Tanah Air.

"Waktu itu, saya dapat menyelesaikan dan meredakan kerusuhan itu hanya dalam tempo tiga hari dan Negara kita tetap utuh. Bahwa korban memang ada dan itu risiko dari suatu kerusuhan," jelasnya.

Dibandingkan dengan kerusuhan serupa yang terjadi di sejumlah negara asing, seperti Mesir, Suriah dan Libya, Wiranto mengaku penyelesaian kerusuhan Mei 1998 masih lebih baik.

Sumber: republika.co.id

Tidak ada komentar: