Tampilkan postingan dengan label KONTROVERSI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KONTROVERSI. Tampilkan semua postingan

Rabu, 18 Oktober 2017

Kontroversi Pidato Pribumi, Jokowi: Tanya Pak Anies

Mukhlis Dinillah - detikNews
Kontroversi Pidato Pribumi, Jokowi: Tanya Pak Anies Presiden Jokowi saat melantik Anies. (Foto: Pool/Biro Setpres)
Bandung - Pidato perdana Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta menyinggung soal pribumi. Pidato yang disampaikan di hadapan warga setelah Anies dilantik itu menjadi kontroversi.

Presiden Jokowi Widodo, yang berkunjung ke Bandung, sempat disinggung oleh awak media terkait pidato eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut. Namun Presiden tidak mau berkomentar dan memilih pergi sambil tersenyum.

"Iya, tanyakan ke Pak Anies," ujar Jokowi di masjid PP Pesis, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Bandung, Selasa (17/10/2017) malam.

Sebelumnya, hal yang menjadi heboh di media sosial adalah bagian pernyataan Anies yang berbunyi "Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan pepatah Madura. Itik telor, ayam singerimi. Itik yang bertelur, ayam yang mengerami".

Anies menyebut apa yang disampaikan dalam pidatonya itu merupakan konteks pada era penjajahan. Pasalnya, menurut dia, Jakarta menjadi daerah yang paling merasakan keberadaan penjajahan atau kolonialisme.

"Itu pada konteks pada era penjajahan. Karena saya menulisnya juga pada zaman penjajahan dulu karena Jakarta itu kota yang paling merasakan," kata Anies kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (17/10).

Wapres Jusuf Kalla juga telah mengomentari soal pidato Anies ini. JK menilai pidato Anies dalam konteks sejarah kolonialisme dan bukan terkait rasisme.


"Kita lihat konteksnya. Pidatonya bicara tentang kolonial, dalam zaman kolonial. Begini, konteksnya kan sejarah, dia menceritakan. Jadi jangan hanya cut satu kata, dalam konteks apa dia bicara," kata JK, Selasa (17/10).

"Jadi dia bicara konteks sejarah, tidak bicara konteks diskriminatif. Dulu diskriminatif, sekarang jangan. Kalau kita mau balik, dia punya perkataan, kan," imbuhnya.
(elz/elz)

Minggu, 01 Januari 2017

Bambang Tri, Penulis Buku 'Jokowi Undercover' Ditangkap Polisi, apa motifnya?

Bambang Tri, Penulis Buku 'Jokowi Undercover' Ditangkap Polisi

Angling Adhitya Purbaya - detikNews
Bambang Tri, Penulis Buku Jokowi Undercover Ditangkap Polisi Tangkapan layar akun facebook Bambang Tri pada Minggu (25/12/2016)

"(Bambang Tri) dibawa ke Jakarta oleh tim Bareskrim Polri," ujar Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Djarod Padakova saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (30/12/2016).

Bambang diketahui tinggal di Blora, Jawa Tengah. Michael Bimo melaporkan Bambang melalui kuasa hukumnya pada Sabtu (24/12) karena namanya ditulis dalam buku 'Jokowi Undercover'. Ada pun nomor laporannya adalah LP/1272/XII/2016/Bareskrim.

"Tadi (dibawa ke Jakarta) sekitar jam 19.00 WIB naik pesawat," imbuh Djarod.

Bambang menulis dalam buku 'Jokowi Undercover' bahwa Michael Bimo adalah saudara kandung dari Presiden Jokowi. Tertulis pula bahwa Jokowi bukan anak kandung dari Ibu Sudjiatmi.
"Saya tegaskan bahwa isi buku Jokowi Undercover adalah tidak benar dan fitnah yang mana sangat merugikan bangsa Indonesia pada umumnya, mengingat tuduhan-tuduhan di buku tersebut terkait dengan komunisme dan tuduhan lain yang bersifat pribadi sangat menimbulkan permusuhan di antara sesama anak bangsa," tutur kuasa hukum Michael Bimo, Lina Novita saat dikonfirmasi detikcom, Minggu (25/12).
(bag/idh)

Ini Motif Bambang Tri Menulis Buku 'Jokowi Undercover'

Mei Amelia R - detikNews
Ini Motif Bambang Tri Menulis Buku Jokowi Undercover Brigjen Rikwanto (Foto: Rengga Sancaya-detikcom)
Jakarta - Bambang Tri Mulyono ditangkap Bareskrim Polri karena menulis buku 'Jokowi Undercover'. Polri menyebut, motif Bambang menulis tanpa fakta itu hanya untuk kepentingan ekonomi semata.

"Motif tersangka sebagai penulis hanya didasarkan atas keinginan untuk membuat buku yang menarik perhatian masyarakat, kemudian harapannya buku itu dibeli masyarakat," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto kepada detikcom, Sabtu (31/12/2016).

Rikwanto mengatakan, tulisan Bambang pada buku tersebut tidak disasari dokumen serta fakta-fakta yang ada. Tulisannya itu hanya berdasarkan opini pribadinya saja.

"Tuduhan dan sangkaan yang dimuat pada buku 'Jokowi Undercover' dan media sosial, semua didasarkan atas sangkaan pribadi tersangka," imbuhnya.

Bambang juga mengungkap analisa fotometrik dalam buku tersebut tanpa dilandasi keahlian. Dalam buku tersebut, Bambang menyunting foto-foto Jokowi yang dimirip-miripkan dengan Michael.

"Analisa fotometriknya tidak didasari keahlian apa pun, namun hanya persepsi dan perkiraan tersangka pribadi," lanjut mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini.

Bambang ditangkap tim Bareskrim Mabes Polri di Blora, Jawa Tengah, Jumat (30/12) sore. Dia kemudian diperiksa intensif di Bareskrim Polri.

Bambang sebelumnya dilaporkan oleh Michael Bimo melalui kuasa hukumnya, Lina Novita pada Sabtu (24/12) lalu. Bambang dilaporkan karena menyebut nama Michael dalam buku tersebut.
(mei/fdn)

Senin, 07 Maret 2016

Jokowi dengan Nada Tinggi: Menteri Jangan Dahului Presiden!

Jum'at, 04 Maret 2016 | 19:12 WIB Jokowi dengan Nada Tinggi: Menteri Jangan Dahului Presiden!  
Presiden Joko Widodo/Jokowi. REUTERS/Darren Whiteside
TEMPO.CO,Jakarta- Presiden Joko Widodo mengingatkan para menterinya agar tidak meributkan kebijakan yang belum diputuskan. Dengan nada tinggi dan beberapa kali penekanan, Presiden mengatakan para menteri tidak berhak mendahuluinya dalam memutuskan kebijakan tertentu.

"Jangan meributkan sesuatu yang belum tuntas, yang belum saya putuskan. Ini kan sebuah pekerjaan besar," katanya setelah meninjau persiapan Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam di Jakarta Convention Center, Jumat, 4 Maret 2016.

SIMAK: Rizal Ramli Dituding Langkahi Wewenang Presiden ?

Presiden Jokowi mengatakan, dalam memutuskan suatu kebijakan yang besar, ia perlu mendengar banyak masukan dari berbagai pihak. Menurut dia, keputusan yang diambil sangat penting sehingga tidak bisa sembarangan."Kalau hal yang kecil pasti langsung saya putuskan. Tapi, untuk hal yang menyangkut jangka pendek, panjang, saya harus mendapat input yang benar, sehingga keputusannya nanti yang benar dan jernih untuk negara," ujarnya.

SIMAK: Jokowi Ingatkan Menteri Harus Satu Visi dengan Presiden

Presiden juga mengingatkan semua menterinya tidak larut dalam kegaduhan yang terjadi. Ia menegaskan, para menteri harus fokus bekerja dan melayani masyarakat.�

Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman mengklaim bahwa Presiden sudah memutuskan skenario pembangunan proyek Blok Masela akan dilakukan secara onshore. Rizal mengatakan Presiden sudah memberikan arahan kepadanya mengenai keputusan pengelolaan gas secara�onshore�itu. Setelah pernyataan itu, Istana langsung mengklarifikasi bahwa Presiden belum memutuskan soal pengelolaan Blok Masela. Di sisi lain, Rizal Ramli juga terlibat perang pernyataan dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, yang memilih pengelolaan secara�offshore.�

Saat memberikan pernyataan, Jokowi didampingi Menteri Koordinator, Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan; Sekretaris Kabinet Pramono Anung; Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani; serta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.� ANANDA TERESIA

Rabu, 03 Desember 2014

Kontroversi Pasang Foto Presiden Jokowi

PDIP bingung alasan DPR tak juga pasang foto Jokowi

Reporter : Rizky Andwika | Selasa, 2 Desember 2014 12:44
PDIP bingung alasan DPR tak juga pasang foto Jokowi
Foto Presiden di Gedung Nusantara DPR. ©2014 merdeka.com/Rizky Erzi Andwika
Merdeka.com - Anggota fraksi PDIP di DPR Arif Wibowo mengaku bingung dengan peraturan baru DPR yang tidak mewajibkan memasang foto Presiden dan Wakil Presiden di setiap ruang yang ada di Kompleks Parlemen.

"Peraturan yang mana ya?" kata Arif kebingungan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/12).

Arif juga meminta agar foto Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dipasang di tiap ruangan, terutama di Gedung Nusantara III, yang dimana di tiap pilar gedung tersebut terpasang foto presiden dari Soekarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono secara berurutan dan juga di ruang rapat paripurna DPR.

"Ya seharusnya dipasang ya," kata Arif singkat.

Diketahui, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan bahwa tidak adanya foto Presiden Jokowi di Gedung DPR adalah peraturan baru di DPR yang tidak mewajibkan untuk memasang foto presiden di tiap ruangan kantor wakil rakyat itu.

"Penempelan foto di DPR tidak wajib seperti dulu. Karena peraturan yang sekarang sudah beda. Kalau dulu memang wajib," kata Agus.

DPR tak akan Pasang Foto Presiden Jokowi

Tuesday, 02 December 2014, 17:35 WIB,AP/Trisnadi
Seorang pedagang memegang foto Joko Widodo di Surabaya.
Seorang pedagang memegang foto Joko Widodo di Surabaya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebiasaan memasang foto presiden dan wakil presiden kini tak ada lagi di DPR. Sampai hari ini, DPT tidak memasang foto Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla (JK) di gedung parlemen.
Bahkan, menurut wakil ketua DPR, Agus Hermanto, foto Jokowi tidak dipasang di ruang sidang paripurna. "Kita lihat di paripurna pun tidak ada foto presiden dan wapres seperti dulu," kata Agus di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (2/12).
Agus mengatakan, di peraturan DPR dan UU MD3 tidak mewajibkan penempelan atau pemasangan foto presiden dan wapres. Ini berbeda dengan peraturan yang diterapkan dulu.
Wakil Ketua Partai Demokrat itu membantah tidak dipasangnya foto presiden Jokowi karena ia merupakan presiden yang didukung partai Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
"Tidak ada seperti itu, kita memberikan keberpihakan yang sama, yang penting sama dengan aturan undang-undang yang ada," imbuh Agus.
Agus menambahkan, DPR tidak ada rencana untuk memasang foto Jokowi. Ini akan diterapkan pada siapapun presidennya. "Dulu wajib, sekarang tidak, siapapun presidennya karena undang-undangnya tidak wajib maka seperti itu," kata Agus menegaskan.

Rabu, 19 November 2014

Kontroversi tes keperawanan dari anak sekolah sampai Polwan

MERDEKA.COM. Kewajiban tes keperawanan untuk menjadi polisi wanita (polwan) di Indonesia mendapat perhatian dunia. Lembaga hak asasi HRW dalam penelitiannya menyebutkan banyak wanita yang merasa risih ketika harus melakukan tes itu.

Kesaksian seorang peserta tes Polwan, mereka bahkan harus bugil di depan 20 orang lainnya, sesama calon polwan, sebelum akhirnya dibawa ke sebuah ruangan tanpa pintu. Seperti itulah tes keperawanan berlangsung.

Menurut Nisha Varia, Direktur Asosiasi Hak Asasi Perempuan HRW, kepolisian Republik Indonesia menggunakan tes keperawanan untuk mendiskriminasi, melakukan kekerasan, dan menghina martabat wanita. Mereka yang tidak lulus tes ini langsung diusir. Tes ini juga digambarkan amat menyakitkan dan membuat trauma.

Kepala Divisi Humas Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) Inspektur Jenderal Polisi Ronny F Sompie membantah jika praktik itu masih dilakukan sekarang.

"Seleksi dilakukan antara lain pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh untuk lelaki dan perempuan, termasuk pemeriksaan organ reproduksi. Tapi bukan tes keperjakaan atau tes keperawanan," kata Ronny.

Senada dengan Rony, Kabag Penum Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto meluruskan masalah itu. Menurutnya bukan tes keperawanan tapi pemeriksaan organ intim.

"Wanita ada tes khusus pada organ reproduksi itu namanya tes kesehatan pada wanita. Itu untuk mengetahui apakah ada penyakit yang diderita peserta ini seperti kanker rahim atau kanker serviks atau apakah kondisi organ reproduksi itu dalam keadaan sedia kala atau perubahan rusak yang diakibatkan karena pernah mengalami kecelakaan seperti atlit yang luka sobek karena latihan atau penyakit atau karena berhubungan," kata Kombes Pol Agus Rianto saat berbincang dengan merdeka.com di Wisma Pesanggrahan, Salabintana, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (18/11).

Dalam tes khusus bagi Polwan itu, ada seorang Dokter ahli didampingi dan perawat yang semuanya perempuan.

Soal tes keperawanan ini bukan kali pertama menuai kontroversi. Beberapa waktu lalu Dinas Pendidikan Kota Prabumulih, Sumatera Selatan tahun lalu mewacanakan untuk melakukan tes keperawanan pada para siswi. Mereka beralasan hal ini untuk mencegah pergaulan bebas yang makin marak.

Usula tes keperawanan juga pernah disampaikan anggota Komisi III DPRD Provinsi Jambi Bayu Suseno tahun 2010 lalu. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPRD Provinsi Jambi, itu mengusulkannya tes sebagai syarat penerimaan siswa baru (PSB) untuk tingkat SLTP dan SLTA.

Tes keperawanan menjadi kontroversi karena ditolak berbagai pihak. Akhirnya hal ini pun batal dilakukan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) saat itu Mohammad Nuh, menolak usulan tersebut.

"Ini enggak wise, enggak bijak. Kalau ada bukti tentu kami akan membuat edaran. Kalau ada, ada cara lain yang lebih wise," kata M Nuh di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/8).
{content-split}

Kritik juga dilontarkan Sekretaris Dewan Pakar Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Yani. Menurut aturan tes keperawanan sebagai syarat masuk SMA di Prabumulih melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Sebab, setiap orang berhak mengenyam pendidikan dan melanjutkan sekolah sesuai dengan Undang-Undang.

"Saya kira itu pelanggaran HAM yang berat. Apa urusannya sama keperawanan. Terus kalau sudah tidak perawan terus tidak boleh sekolah," ujarnya.

Yani mengatakan, hal itu seperti pemberangusan hak bersekolah bagi kaum perempuan. Syarat itu menjadi terlihat diskriminatif terhadap kaum perempuan. "Keperawanan, kalau keperjakaan gimana, bisa dites? Ini kan pelanggaran HAM terhadap perempuan," terangnya.

Secara ilmiah tes keperawanan juga akan sulit dilakukan. Begini pendapat Dokter Ahli Andrologi dan Seksologi, Wimpie Pangkahila. Menurut dia bicara keperawanan, sebelumnya harus menyepakati definisi perawan lebih dulu.

Pertama, apakah perawan itu di lihat dari seorang perempuan yang pernah atau tidak melakukan hubungan seksual. Definisi kedua, perawan didefinisikan semata-mata karena selaput dara robek atau tidak.

Sebab, dia melanjutkan, kalau definisi yang dipakai itu pernah atau tidak melakukan hubungan seksual, berarti tes keperawanan itu tidak ada hubungannya dengan selaput dara yang robek. Misalnya dia melakukan masturbasi pakai alat atau jari hingga selaput dara robek, tapi tidak pernah berhubungan seksual.

"Terus dites. Dan si perempuan jawab, saya perawan karena tidak pernah melakukan hubungan seksual. Terus dia tidak diterima sekolah karena selaput daranya robek, kan kasihan cewek-cewek itu nanti. Kasihan mereka yang pernah masturbasi pakai alat atau jari," kata Wimpie sambil tertawa.

Padahal, kata dia, tes keperawanan di situ kan menyangkut perilaku. Misalnya perempuan dites apakah perilakunya buruk karena pernah melakukan hubungan seks bebas atau tidak. "Karena menyangkut perilaku (seks bebas), tidak ada kaitannya dengan selaput dara," terangnya.
Sumber: Merdeka.com

Sabtu, 29 Maret 2014

Gerindra Ungkit Kenangan Manis Mega-Prabowo

Ahmad Toriq - detikNews
Jakarta - Gerindra kembali mengungkit soal perjanjian Batu Tulis setelah Jokowi resmi ditetapkan menjadi capres PDIP. Selain soal perjanjian itu, Gerindra juga mengungkit hubungan baiknya dengan kedua partai, terutama hubungan 'mesra' pasangan yang diusung di Pilpres 2009 silam yakni Mega-Prabowo.

Anggota Dewan Pembina Gerindra Martin Hutabarat mengatakan perjanjian Batu Tulis memang tak diaktekan oleh notaris. Menurut Martin, perjanjian politik ini dibuat oleh negarawan-negarawan yang menjadi pemimpin dua partai besar yang memiliki visi dan wawasan politik yang sama.

"Sesudah Pilpres 2009, meskipun Ibu Megawati dan Pak Prabowo tidak terpilih menjadi Presiden dan Wapres. Namun hubungan kedua partai tetap hangat," kata Martin kepada detikcom, Selasa (18/3/2014).

Martin mengenang almarhum Taufiq Kiemas bahkan pernah mewacanakan untuk menjadikan PDIP dan Gerindra satu fraksi di DPR. Begitu juga dalam menjadikan Jokowi-Ahok sebagai gubernur dan wagub DKI.

"Sehingga melihat latar belakang hubungan kedua partai ini, perjanjian ini tidak terbayangkan menjadi ramai. Sebab perjanjian politik ini sebenarnya yang diperlukan adalah ketulusan dari masing-masing partai dan pimpinan partai untuk melaksanakannya," tutur Martin.

"Ketulusan dan jiwa besar dari pimpinan-pimpinan partai itulah sebenarnya kunci dari dilaksanakannya atau tidak isi perjanjian tersebut," ujar pria yang juga ikut dalam perjanjian Batu Tulis ini.

Rabu, 26 Maret 2014

Demonstran Kasih Tiket KA, Jokowi Minta Tiket Pesawat Terbang


Tiket KA seharga Rp130 ribu buat Jokowi pulang kampung ke Solo.
balkot2
Suara.com - Puluhan orang melakukan aksi protes terhadap pencapresan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi. Sebagai bentuk kekecewaan, massa bahkan memberikan tiket kereta api kepada Jokowi untuk pulang ke kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah.
Menanggapi aksi unjukrasa itu, Jokowi hanya menimpali aksi massa tersebut sambil berguyon.
“Loh, kok tiket kereta? Mestinya kalau mau beliin tiket ke gubernur dikasihnya tiket pesawatlah, masa tiket kereta api,” ujar Jokowi saat menghadiri sebuah acara di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, selasa, (25/3/2014).
Jokowi menilai aksi massa seperti ini menjadi hal yang biasa. Apalagi memasuki tahun pemilu kali ini. Dia yang sudah beberapa kali ikut pemilihan kepala daerah pun mengaku sudah biasa didemo dan diprotes seperti ini.
“Sekali lagi buat saya yang sudah empat kali Pilkada. Ditekan seperti ini, diserang, dicemooh, sudah setiap hari. Aku rapopo,” kata dia.
Para demonstran mendatangi Balaikota saat Jokowi sedang blusukan. Mereka juga membawa tiket kereta api agar Jokowi pulang ke kampung halamannya di Solo, sebagai ungkapan kekecewaan.
Tiket yang disiapkan untuk Jokowi merupakan tiket replika kereta kelas ekonomi Matarmaja Jakarta-Solo seharga Rp130 ribu. Tiket itu untuk keberangkatan hari ini pukul 13.40 WIB dari Stasiun Senen, Jakarta Pusat.

Senin, 17 Maret 2014

Prabowo, memberikan "Topi komando" nya ke seorang nenek

0d89a9a86e58dfdbf5d38ba45bef3790_nenekNews / Regional

Dilarang Beri Topi, Prabowo Hardik Kadernya di Tengah Kampanye

Minggu, 16 Maret 2014 | 16:14 WIB
KOMPAS.com/M Wismabrata Prabowo Subianto (kiri) memulai kampanye di Sragen, Jawa Tengah, Minggu (16/3/2014).SRAGEN, KOMPAS.com — Calon presiden Partai Gerindra, Prabowo Subianto, menghardik salah satu kadernya dalam kampanye di Lapangan Masaran, Sragen, Jawa Tengah, Minggu (16/3/2014).

Kader itu diketahui mencoba memperingatkan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra tersebut untuk tidak memberikan topi. Topi berwarna hitam itu bergambar logo Partai Gerindra dengan bertuliskan nama sang calon presiden, dan tiga gambar bintang emas di bagian depan.

Peristwa tersebut terjadi pada akhir orasi kampanye. Terlihat, sang mantan Danjen Kopassus mendorong kader tersebut.

"Salahkah saya apabila memberi kenang-kenangan untuk salah satu dari kalian? Ada salah satu kader saya yang mencoba mengingatkan saya agar tidak memberikan topi ini kepada Anda. Alasannya karena itu adalah sebuah kehormatan. Bagi saya, kehormatan adalah memberikan kebahagiaan kepada anak buah. Kalau rakyat senyum dan bahagia, baru pemimpin bisa bahagia," kata Prabowo di depan ribuan kader dan simpatisan Partai Gerindra.

Melihat Prabowo tetap ngotot untuk memilih memberikan topi kepada salah satu simpatisan, kader tersebut pun memilih mundur.

Prabowo, dengan pengawalan ketat, kemudian turun  dari panggung dan mendatangi salah satu nenek yang turut berdesak-desakan di belakang pagar besi. Prabowo lalu memberikan topi miliknya. Prabowo pun berpesan agar topi itu disimpan dengan baik.

Sabtu, 15 Maret 2014

Amien Rais: Kata Orang Jokowi Hebat, bagi Saya Tidak

Amien Rais: Kata Orang Jokowi Hebat, bagi Saya Tidak

Jumat, 14 Maret 2014 | 22:45 WIB
Kompas.com/SABRINA ASRIL Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais dalam acara Kenduri PAN menjelang pelaksanaan pemilihan legislatif di kantor DPP PAN, Jumat (14/3/2014).
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais mengaku tak memandang pencalonan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai bakal capres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sebagai hal luar biasa. Menurut Amien, Jokowi hanyalah sosok yang dilambungkan namanya oleh media massa.
"Kata orang Jokowi akan hebat, buat saya tidak. Maaf," ujar Amien di sela Kenduri PAN menjelang pemilu di Gedung DPP PAN, Jakarta, Jumat (14/3/2014) malam.

Menurut Amien, dasar penilaiannya terhadap Jokowi adalah pengalamannya di bidang politik. Ia mengatakan, Jokowi adalah sosok yang dibesarkan oleh media. Lama-kelamaan, kata Amien, pamor Jokowi akan surut.

"Kalau gelembungnya terlalu cepat, akan kempes juga. Ada hukum alam, sesuatu yang cepat digelembungkan, begitu kempes, ya sudah selesai," kata Amien.

Amien, yang sempat menjadi inisiator dalam koalisi partai Islam atau poros tengah itu, menyebut Jokowi sebagai "political ballon". Ia menyadari, pandangannya ini bisa saja keliru.

"Maka dari itu, pengikut Jokowi jangan kesal atas itu. Saya bicara atas analisis, pengalaman, pengetahuan. Insya Allah," katanya.

Siap jadi capres

Seperti diberitakan, Jokowi menyatakan siap maju sebagai calon presiden setelah menerima mandat dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Hal itu disampaikan Jokowi di sela-sela blusukan ke Rumah Pitung, Marunda, Jakarta Utara, Jumat siang.

"Saya telah mendapatkan mandat dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi capres dari PDI Perjuangan," kata Jokowi.

"Dengan mengucap bismillah, saya siap melaksanakan," kata Jokowi.

Megawati menuliskan surat perintah harian dengan tulisan tangan yang isinya memberikan mandat kepada Jokowi sebagai calon presiden pada Pemilu 2014. Mandat itu ditulis Megawati sekitar pukul 14.45 di hadapan Ketua Bappilu DPP PDI-P Puan Maharani dan Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Tjahjo Kumolo. Megawati pun meminta seluruh kader PDI-P mendukung pencalonan Jokowi sebagai orang nomor satu di Indonesia.

Kamis, 06 Maret 2014

Ini Kronologi Penolakan Prabowo di Bandung

rabowo. TEMPO/Dasril RoszandiTEMPO.CO, Bandung - Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto batal menjadi pembicara dalam acara Pra-Pertemuan dan Seminar Nasional Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara di Hotel Savoy Homann, Bandung, Rabu, 5 Maret 2014. Sebagian mahasiswa yang berasal dari Aceh hingga Papua menolak kedatangan calon presiden yang digadang oleh partai berlambang burung garuda.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Sudaryono mengatakan Prabowo sudah datang tepat waktu pada pukul 12.00 WIB untuk memenuhi undangan mahasiswa menjadi pembicara pada pukul 13.00 WIB. Menurut dia, Prabowo sempat makan siang terlebih dahulu sambil menunggu mulainya acara. Namun pukul 13.30 WIB, acara belum dimulai, hingga akhirnya pukul 13.45 WIB Prabowo meninggalkan lokasi. (Baca: Diusir Mahasiswa, Prabowo Hanya Tersenyum)

Menurut pantauan Tempo, sambil menunggu mulainya acara, Prabowo duduk di sofa di lobi hotel dan berbincang dengan beberapa orang. Tak tampak kecemasan di raut wajahnya. Ia tampak tenang mengobrol dengan lawan bicaranya. “Beliau (Prabowo) berusaha memenuhi undangan BEM Nusantara tepat waktu pukul 12.00 WIB, dan sempat makan siang terlebih dahulu sambil menunggu. Hingga akhirnya acara molor satu setengah jam dan beliau pergi menghadiri agenda lain di Garut,” ujar Sudaryono. (Baca juga: Sebelum Diusir, Prabowo Menunggu Hampir Dua Jam)

Sudaryono mengaku sempat mengecek ke dalam forum tertutup yang digelar secara mendadak oleh mahasiswa. “Ternyata di antara mahasiswa ada konflik internal. Mereka sempat ribut. Saya enggak tahu apa keributannya. Mungkin ada yang enggak suka dan ada yang suka pada Prabowo. Padahal Prabowo hadir memenuhi undangan sebagai tokoh nasional, bukan sebagai Ketua Dewan Pembina Gerindra.”

Selain itu, kata Sudaryono, saat sedang menyiapkan materi dan slide show, tim Prabowo diusir agar keluar ruangan. Bahkan awak media juga dilarang meliput forum mendadak yang digelar BEM se-Nusantara itu.

“Selain mahasiswa dilarang masuk, media juga dilarang meliput,” ujar salah seorang mahasiswa yang menggunakan kemeja warna hitam bertuliskan Badan Eksekutif Mahasiswa.

Dari informasi yang dihimpun Tempo, para mahasiswa di dalam forum tertutup itu berdebat mengenai kedatangan Prabowo sebagai pembicara, sekaligus calon presiden yang diusung oleh Gerindra. Beberapa mahasiswa mengatakan menolak kedatangan Prabowo. “Kami mahasiswa independen. Acara ini tidak boleh dipolitisasi,” ujar salah seorang mahasiswa dalam diskusi tertutup itu.

Sedangkan mahasiswa Bandung yang menjadi tuan rumah penyelenggara acara mengatakan kedatangan Prabowo seharusnya bukan dilihat dari sosoknya yang mencalonkan diri menjadi presiden, tapi konsep visi yang diusungnya untuk Indonesia. “Terserah kawan-kawan, yang pasti saya sudah berusaha. Lihat konsepnya, bukan orangnya,” ujar salah seorang mahasiswa di depan forum.

Walhasil, perdebatan mahasiswa itu membuat acara molor hingga satu setengah jam, dan Prabowo batal menjadi pembicara karena harus menghadiri acara lain. “Pak Probowo tidak ingin terlibat permasalahan personal mahasiswa, makanya bergegas pergi,” ujar Sudaryono.

Senin, 03 Maret 2014

Prabowo Kembali Sesali Batal Kudeta Habibie

Sabtu, 1 Maret 2014 | 22:35 WIB
KOMPAS.com/Indra Akuntono Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto
JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk kedua kalinya, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto kembali mengungkapkan penyesalannya karena batal melakukan kudeta terhadap Presiden ketiga RI, BJ Habibie.

Hal ini disampaikan Prabowo saat berpidato di hadapan Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia di Jakarta, Sabtu (1/3/2014).

Prabowo mengawali ceritanya soal kritik dari sistem ekonomi neo liberal yang dianggapnya hanya akan dirasakan golongan tertentu saja. Prabowo mengaku kritiknya itu kerap ditertawakan.

Banyak orang yang mempertanyakan kapasitas Prabowo bicara soal ekonomi. Namun, dia menuturkan kritik soal sistem neoliberal ini sudah sejak 20 tahun lalu dia diskusikan. Bahkan, saat dirinya berpangkat mayor dan letkol.

"Makanya saya mendukung adanya reformasi, karena saya juga termasuk korban reformasi. Saya dituduh macam-macam. Dituduh mau megkudeta. Mau, tapi enggak kudeta. Terus terang aja di hati kecil saya, lebih bagus mau kudeta saat itu," ujar Prabowo.

Prabowo mengritik proses demokrasi yang saat ini berlangsung. Menurutnya, demokrasi sudah kebablasan. Demokrasi sudah membuat ribuan surat kabar, banyaknya partai politik, dan semakin merajalelanya kasus korupsi.

"Maling tambah maling, tambah banyak hakim konstitusi yang juga maling. Luar biasa bangsa kita ini," kata mantan Panglima Komando Pasukan Khusus tersebut.

Selorohan Prabowo soal kudeta terhadap Habibie ini setidaknya sudah dua kali disampaikannya. Pertama kali, Prabowo menyinggung soal isu kudeta itu saat menjadi pembicara dalam public lecture Soegeng Sarjadi Syndicate pada 18 Desember 2012 lalu.

"Kalau orang dengar nama Prabowo pasti akan tergambar bekas tentara, komandan Kopassus, dan kudeta, serta kejadian 1998. Itu kan urut urutannya," ujar Prabowo ketika itu.

Terkait isu kudeta itu, Prabowo bahkan mengutarakan penyesalannya tidak jadi melakukan kudeta tahun 1998 silam. Pernyataannya itu diucapkan Prabowo sambil berseloroh.

"Saya letnan jenderal purnawirawan, mantan Panglima Kostrad yang hampir kudeta. Tapi, kudeta enggak jadi, nyesel juga saya sekarang, ha-ha-ha...," ujarnya.

Hubungan antara Prabowo dan BJ Habibie pada tahun 1998 silam dikabarkan sempat memanas. Di dalam buku Detik-detik yang Menentukan karya BJ Habibie diceritakan bagaimana Prabowo sempat meminta bertemu Habibie yang ketika itu menjadi Presiden setelah Soeharto mundur.

Pertemuan akhirnya dilakukan pada 22 Mei 1998 di Istana Negara. Di dalam pertemuan itu, Habibie akhirnya memecat Prabowo dari posisinya sebagai Pangkostrad. Prabowo dikabarkan sempat tidak terima akan keputusan Habibie.

Namun, Habibie tetap bertahan dengan alasan adanya pergerakan pasukan TNI AD masuk ke arah Kuningan dan menuju Istana Negara. Prabowo berdalih bahwa itu untuk mengamankan Presiden.

Namun, Habibie tidak lantas percaya dan tetap pada keputusannya mencopot Prabowo. Menurut Prabowo, ketika itu, dia tidak jadi melakukan kudeta lantaran sumpahnya di masa remaja dulu.

Pada umur 18 tahun, Prabowo menyatakan dirinya sudah bersumpah untuk membela negara Indonesia yang bersendikan Pancasila.

"Gara-gara sumpah sih jadi enggak jadi, karena saya ingat itu. Saya takutnya sama buku kecil yang berisi UUD 1945. Takutnya hanya satu buku itu, yang di dalamnya ada satu ayat yang menyebutkan presiden pegang kekuasaan tertinggi atas angkatan perang. Jadi, sudah dikunci dengan satu kalimat itu," ujar pria yang kini tengah meniti jalan menuju calon presiden pada 2014 ini.

Kamis, 20 Februari 2014

Di Balik Kontroversi Gerakan Pro Jokowi

Kamis, 20 Februari 2014 08:14 WIB
Tribunnews.com/Hakim Indaruji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kader dan simpatisan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) satu kata untuk Joko Widodo. Jokowi adalah calon presiden 2014. Salah satu gerakan ini lalu berlabel Pro Jokowi alias Projo.
Projo lahir dari prakarsa kader dan aktivis Universitas Indonesia. Mereka yang menjadi inisiator antara lain Budi Arie Setiadi, Fahmi Alhabsyi, Jonacta Yani, dan Firmansyah. Gerakan mereka juga disokong simpatisan dari paguyuban warga kota-kota di Jawa Tengah yang tinggal di Jakarta.
"Mereka bilang ini kelihatannya PDIP kok tidak pro Jokowi untuk capres, jadi kita tampung aspirasi itu," ujar Sekretaris Koordinator Nasional PDI Perjuangan Pro Jokowi (PROJO), Budi Arie Setiadi usai deklarasi Projo di Jakarta, Sabtu (21/12/2013).
Gerakan Projo ini pun berkembang. Namun, perlahan dan pasti kontroversi lalu mencuat. Gerakan ini berhadapan dengan kelompok yang mengusung Megawati sebagai kandidat presiden. Apalagi, penentuan capres dari PDIP berada di tangan Megawati menyusul hasil kongres PDIP 2010 di Bali lalu.
Petinggi PDIP angkat suara perihal wacana yang mengusung Jokowi dan Megawati sebagai capres. Ketua PDIP Sidarto Danusubroto menyebut, Megawati tidak pernah mempersoalkan aksi Projo dan kelompok pendukung Jokowi lainnya. Megawati memilih banyak diam karena hubungannya dengan Jokowi sangat baik.
Sebelumnya Ketua PDIP Puan Maharani menyatakan Projo bukan gerakan dari internal PDIP.
Ketua PDIP Bambang Wuryanto juga seirama dengan Puan. Ia berharap Projo belajar perihal pengkaderan partai dan menyingkirkan kepentingan pribadi.
Setali tiga uang, Wakil Sekretaris PDIP Hasto Kristianto menilai aktivis Projo bukan kader partai berlambang banteng mencong putih. Ia lalu meminta Projo tak menggunakan simbol dan atribut partai.
Namun, kontroversi tak menyurutkan aksi Projo. Gerakan mendukung Joko Widodo menjadi calon presiden kian meluas. Simpatisan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pro Jokowi (Projo) berencana mendeklarasikan dukungan di Jawa Timur, Sabtu (22/2) mendatang.
"Deklarasi berlangsung di Pandaan Malang," kata Inisiator kader dan simpatisan PDI Perjuangan Projo Fahmi Habsyi di Jakarta, Rabu (19/2).
Menurutnya, acara tersebut akan dihadiri beberapa tokoh masyarakat di 30 kabupeten se-Jawa Timur. Bagi mereka pencalonan Jokowi sebagai kandidat presiden adalah langkah memperjuangkan agenda Trisakti yang telah dilontarkan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri saat berpidato di Rakardasus DPD PDIP Jawa Tengah, Banyumas beberapa waktu lalu.
"Bagi kader simpatisan PDIP Pro Jokowi seruan mulia Bu Mega tersebut adalah 'harga mati' yang harus diperjuangkan dengan segenap tekad seluruh kader dan simpatisan. Dan jalan penentu kemenangan telak itu adalah pencapresan Jokowi sebelum pemilu legislatif." ujarnya.
Fahmi menambahkan, tekad Megawati mewujudkan Trisakti sebagai agenda ideologi dan kebangsaan adalah pernyataan keras terhadap elit partai yang masih berpikir pragmatis dan tidak rasional.
"Bu Mega telah menempatkan agenda ideologi dan kebangsaan di atas segala-galanya, di atas agenda taktis pencapresan yang telah menjadi ajang kekhawatiran sebagian elite partai yang masih berpikir gue dapat apa nanti," kata aktivis UI 98 tersebut.
Sebelumnya, Megawati menyatakan, PDI Perjuangan harus bekerja keras dengan seluruh kader agar partai berpeluang menang besar. Kemenangan PDI Perjuangan ditujukan untuk mengimplemetasikan ideologi dan Trisakti.
"Menangnya tidak boleh kecil, menangnya harus besar, buat rakyat Indonesia, agar yang namanya Trisakti itu bisa direalisasi," kata Megawati seraya menyebut, Trisakti menjadi penting dalam kehidupan berbangsa agar Indonesia menjadi negara berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya.
Pada acara rapat kerja daerah khusus (Rakerdasus) DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah di Banyumas, Minggu (16/1/2014) lalu, Megawati didampingi Ketua Harian Badan Pemenangan Pemilu, Puan Maharani, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Minggu, 17 November 2013

Prabowo dan jerat isu kudeta 1998, benar atau fitnah?

Isu kudeta Prabowo (1)
Reporter : Ramadhian Fadillah | Kamis, 24 Oktober 2013 01:02
Prabowo dan jerat isu kudeta 1998, benar atau fitnah?
Isu kudeta Prabowo. ©2013 Merdeka.com  
Merdeka.com - Langkah Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto maju menjadi calon presiden 2014 terganjal sejumlah persoalan masa lalu. Salah satunya soal kerusuhan Mei 1998 dan isu kudeta yang akan dilakukan Prabowo pada Habibie .

Kini kembali polemik 15 tahun itu mencuat, di depan peserta HUT Aliansi Jurnalis Independen, Habibie kembali menceritakan kisah itu. Saat itu Prabowo menjabat Panglima Kostrad TNI AD, Habibie dilapori Wiranto , ada pasukan liar yang diduga dikendalikan Prabowo bergerak ke Jakarta.

"Ada Wiranto dia bilang pasukan Kostrad masuk ke Jakarta, pesawat sudah masuk ke bandara. Perintahkan semua kembali ke pangkalan. Kalau mereka tidak kembali ke pangkalan kita bisa kayak di Mesir, Myanmar, seperti sekarang," terang Habibie di gedung Gedung Pusat perfilman Usmar Ismail, Jakarta, Kamis (29/8).

Habibie memerintah Wiranto untuk mencopot Prabowo sebagai Pangkostrad sebelum matahari terbenam. Itulah pergantian Pangkostrad paling dramatis sepanjang sejarah. Prabowo langsung diganti oleh Letjen Johny H Lumintang. 17 Jam kemudian Johny Lumintang digantikan Mayjen Djamari Chaniago.

Prabowo sendiri selalu menepis kabar akan melakukan kudeta atau menjadi dalang kerusuhan Mei 1998. Menurutnya, tak pernah ada walau sekadar niatan untuk melakukan kudeta pada pemerintahan yang sah. Prabowo menegaskan tudingan itu hanya fitnah.

"Saya waktu itu Pangkostrad dengan 33 batalyon, nyatanya apakah saya kudeta? Itu tidak akan saya lakukan karena sebagai prajurit sapta marga saya takut terhadap konstitusi UUD 1945," kata Prabowo dalam keterangan persnya yang diterima merdeka.com, Minggu (20/10).

Menanggapi isu tersebut, mantan Danjen Kopassus itu hanya diam. Dia menilai, waktu dan sejarah yang akan mengungkap kebenaran tersebut. "Saya lebih memilih diam menanggapi fitnah itu, biarlah waktu dan sejarah yang akan membuktikan. 'Becik ketitik ala ketara'," jelas Prabowo.

Prabowo boleh berharap semuanya akan terang benderang. Tapi dia pun masih ragu untuk mengungkapkan siapa yang sebenarnya 'bermain' dalam kerusuhan Mei 1998.

Walau tak sama persis, Peristiwa 1998 sebenarnya memiliki banyak persamaan dengan peristiwa 1965. Ada persaingan para jenderal TNI AD, gerakan mahasiswa, kerusuhan dan desas-desus kudeta hingga mengakibatkan seorang presiden lengser.

Hingga kini peristiwa 65 pun diyakini belum terbongkar sepenuhnya. Faktanya masih banyak hal abu-abu dalam sejarah suram itu. Begitu juga dengan peristiwa 1998, banyak tanya yang belum terjawab.

merdeka.com mencoba mengangkat kembali kisah menarik yang terjadi di hari-hari terpanas tahun 1998. Selamat membaca.

Jumat, 15 November 2013

Kesaksian Wiranto soal aksi Prabowo pada 1998

Isu kudeta Prabowo (6)
Reporter : Ramadhian Fadillah | Kamis, 24 Oktober 2013 06:04

Kesaksian Wiranto soal aksi Prabowo pada 1998
Jenderal TNI Wiranto. ©blogspot.com
1998, momentum keruntuhan Prabowo sang bintang terang TNI
Merdeka.com - Bicara isu kudeta Prabowo Subianto seperti yang dilontarkan BJ Habibie dalam beberapa kesempatan, termasuk dalam bukunya Detik-detik yang menentukan, tidak bisa lepas dari sosok Wiranto . Ketika Prabowo menjabat Pangkostrad dengan pangkat Letjen, Wiranto adalah atasannya Panglima ABRI (Pangab) berpangkat jenderal.

Dalam kesaksiannya, pada 22 Mei 1998, Habibie menerima Wiranto di ruang kerja presiden di Istana Merdeka. Saat itu Wiranto melaporkan bahwa pasukan Kostrad dari luar Jakarta bergerak menuju Jakarta dan ada konsentrasi pasukan di kediaman Habibie di Kuningan, begitu pula di Istana Merdeka. Jenderal Wiranto lantas meminta petunjuk dari Habibie.

Mendengar laporan tersebut, Habibie berkesimpulan Pangkostrad bergerak sendiri tanpa sepengetahuan Pangab. Pergerakan itu pula yang menimbulkan beberapa pertanyaan dalam diri Habibie: "Apakah ada skenario tersendiri mengenai laporan yang baru saja disampaikan oleh Pangab?"

Saat itu pula, Habibie menegaskan kepada Pangab agar mengganti Pangkostrad sebelum matahari tenggelam. Kepada penggantinya, diharapkan pasukan di bawah komando Pangkostrad kembali ke kesatuan masing-masing. Sejarah mencatat, saat itu Pangkostrad baru yang dipilih adalah Letjen TNI Johny Lumintang sebelum 17 jam kemudian digantikan Letjen TNI Djamari Chaniago.

Figur Wiranto menjadi penting mengingat sosoknya yang ketika itu disebut memiliki rivalitas dengan Prabowo. Muncul berbagai spekulasi bahwa momen itu adalah kesempatan bagi Wiranto menyingkirkan Prabowo. Lantas seperti apa kesaksian Wiranto soal peristiwa tersebut? Dia memaparkannya dalam bukunya "Bersaksi di Tengah Badai."

Wiranto mengakui mendapat laporan secara lengkap tentang aktivitas Pangkostrad Letjen TNI Prabowo pada saat-saat kritis. "Bahkan, saya telah mendapat informasi mengenai pertemuannya dengan Wakil presiden BJ Habibie dan pertemuannya dengan Amien Rais serta Gus Dur maupun dengan tokoh-tokoh lainnya. Bagi orang awam, barangkali hal itu biasa-biasa saja. Tidak ada yang aneh," tulis Wiranto .

"Namun, di dalam kehidupan militer, kegiatan semacam itu jelas tidak dapat dibenarkan, karena menyalahi aturan. Seharusnya Pangkostrad berorientasi pada wilayah, tugas, dan tanggung jawabnya sebagai Pangkostrad yang menggerakkan pasukan atas perintah Panglima ABRI. Bukan ke sana kemari ngurusin masalah politik dan kenegaraan. Walaupun hal itu dilakukan, harus sepengetahuan pimpinan, bukan atas kehendak sendiri dan sama sekali tidak melaporkan kepada atasan."

Wiranto juga menceritakan, satu hal yang benar-benar tidak masuk di akal adalah pada malam hari tanggal 16 Mei 1998, sekitar 22.30 WIB. "Saya mendapat informasi bahwa Pangkostrad menghadap presiden di kediaman, untuk melaporkan bahwa Menhamkan/Pangab telah berkhianat terhadap presiden yang berarti telah berkhianat terhadap pemerintah yang sah. Hal ini benar-benar sudah keterlaluan dan merupakan suatu pemanfaatan dari suatu situasi yang tengah kacau dan tidak menentu dengan suatu arah yang jelas, yaitu penyingkiran. Oleh karena itu, pada pagi hari tanggal 17 Mei 1998, di Jalan Cendana No 6, disaksikan oleh Kasad Jenderal TNI Soebagio HS dan Pangdam Jaya Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin saya memberikan teguran keras kepada Pangkostrad Letjen TNI Prabowo Subianto atas apa yang dilakukannya yang saya anggap di luar kepatutan. Terutama mengenai apa yang telah diperbuatnya pada saat menghadap presiden.

Begitulah Wiranto bercerita tentang Prabowo pada momen penting pergantian kekuasaan 1998. Satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari cerita itu adalah aroma rivalitas keduanya.

Wiranto sendiri tidak pernah terus terang isu rivalitasnya dengan Prabowo. "Kalau kita dekati dari sisi pangkat dan jabatan, saya sudah menyandang pangkat dan jabatan puncak dalam organisasi ABRI, kemudian menganggap bawahan saya menjadi pesaing, lalu bersaing untuk apa lagi?" begitu alasan Wiranto .

Dalam pertarungan Konvensi Presiden Partai Golkar 2003, ketika itu Wiranto mengalahkan Prabowo. Wiranto sempat bertemu dan menyalami Prabowo. Keduanya tertawa lepas.

Namun, kesan damai itu hanya "sesaat". Kini, keduanya kembali terlibat dalam rivalitas secara politik. Prabowo mengendalikan partainya Gerindra, sementara Wiranto menjadi nakhoda Hanura. Pertarungan jenderal cemerlang yang pernah dilahirkan TNI itupun masih akan terus berlanjut.

Kamis, 14 November 2013

Prabowo Masuk Daftar Hitam AS

Senin, 23 September 2013, 06:15 WIB , Republika/Tahta Aidilla
Prabowo Subianto (file photo)
Prabowo Subianto (file photo)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Stasiun televisi Al Jazirah membuat laporan wawancara khusus dengan pendiri Partai Gerindra, Prabowo Subianto pada akhir pekan lalu.
Prabowo sebagai calon presiden Indonesia berbicara tentang keprihatinan, ambisi, dan rencana untuk masa depan negaranya. Indonesia yang dihuni 250 juta jiwa yang merupakan negara terpadat keempat di dunia, akan segera memilih pemimpin baru pada 2014.
Setelah dikenal sebagai sosok yang ditakuti ketika menjadi pemimpin Kopassus, Prabowo sudah mulai berubah. Ia kini didorong oleh ambisinya untuk gigih melayani rakyat Indonesia jika terpilih sebagai kepala negara.
Namun, langkah menjadi presiden Republik Indonesia (RI) cukup berat. Setelah menjadi pribadi yang kontroversial ketika menapaki karier militer, hingga kini pemerintah Amerika Serikat (AS) memasukkannya ke dalam daftar hitam. Ia termasuk satu golongan dengan Nelson Mandela yang juga masuk daftar hitam AS,
Dampaknya, Prabowo tidak bisa masuk ke Negeri Paman Sam dengan tuduhan telah melakukan penghilangan paksa aktivis dan penyiksaan para pejuang prokemerdekaan di Timor Timur. Gara-gara itu, Prabowo ia memiliki banyak musuh. Tapi, bukan Prabowo namanya jika mudah menyerah.
Mantan panglima Kostrad itu bertekad menjadi pemimpin kuat yang dibutuhkan Indonesia. Bahkan, ia disebut-sebut mirip dengan mantan perdana menteri Singapura, Lee Kwan Yew dalam referensi sikapnya yang otoriter.
“Saya pikir seorang pemimpin harus kuat. Bagaimana Anda bisa menjadi pemimpin jika Anda tidak kuat? Anda harus memiliki karakter yang kuat. Anda harus memiliki integritas yang kuat. Anda harus memiliki keyakinan yang kuat dalam arti umum, dalam kejujuran,” kata Prabowo.
“Bagaimana bisa Anda punya pemimpin yang lemah di mana saja di dunia? Saya pernah bertemu seorang gubernur yang sangat sukses dari salah satu provinsi kami dan dia mengatakan kepada saya ‘Prabowo, esensi kepemimpinan ... sangat sederhana, dua hal: mengasihi rakyat Anda, gunakan akal sehat Anda. Ini membimbing saya,” ujar Prabowo.
Terkait tuduhan negatif yang sering mampir kepadanya, Prabowo memiliki jawaban. “Ketika Anda menjadi seorang prajurit di eselon tertinggi, Anda selalu akan dijadikan subjek tuduhan, serangan, penistaan karakter--itulah risiko profesi Anda. Mereka dirancang untuk menghancurkan reputasi saya,” katanya.
 Putra almarhum begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo itu melanjutkan, “Ini adalah ketiga kalinya saya akan ikut pemilihan umum. Saya telah bersaing dalam urusan politik selama 15 tahun. Jadi, setiap kali dukungan saya naik, tuduhan mulai berdatangan, tapi masyarakat Indonesia tidak sebodoh itu. Anda tahu, itu sebabnya saya mendapatkan dukungan yang kuat.”
Reporter : Erik Purnama Putra
Redaktur : A.Syalaby Ichsan

Jumat, 08 November 2013

Prabowo dan kabar gerakan pasukan liar di kediaman Habibie

Isu Kudeta Prabowo 2
Reporter : Mardani | Kamis, 24 Oktober 2013 02:03

Prabowo dan kabar gerakan pasukan liar di kediaman Habibie
Isu kudeta Prabowo. ©2013 Merdeka.com  
Merdeka.com - Pergantian pucuk pimpinan negara dari Presiden Soeharto kepada Habibie berujung pada pencopotan Letjen Prabowo Subianto dari posisi Pangkostrad. Saat itu, 22 Mei 1998, Habibie yang baru satu hari dilantik menjadi Presiden RI memiliki segudang masalah untuk diselesaikan, utamanya adalah ekonomi dan keamanan.

Kondisi Ibu Kota Jakarta saat itu mencekam dan tidak menentu. Bahkan, pengerahan pasukan militer saat itu seakan kurang terkoordinasi.

Saat baru tiba di Istana Negara, Presiden Habibie mendapat laporan dari Menhankam/Panglima ABRI Jenderal Wiranto soal adanya pergerakan pasukan Kostrad dari luar daerah menuju Jakarta. Bahkan, Jenderal Wiranto dalam laporannya saat itu menyatakan ada konsentrasi pasukan tak dikenal kediaman Presiden Habibie di Patra Kuningan, Jakarta dan di Istana Merdeka.

"Dari laporan tersebut, saya berkesimpulan bahwa Pangkostrad (Letjen Prabowo Subianto) bergerak sendiri tanpa sepengetahuan Pangab (Jenderal Wiranto)," kata Habibie dalam buku 'Detik-detik yang menentukan' karya Bacharuddin Jusuf Habibie, terbitan THC Mandiri.

Habibie sontak terkejut mendengar laporan tersebut. Dalam benaknya muncul berbagai pertanyaan dan praduga. Tak butuh waktu lama, Habibie saat itu juga langsung memerintahkan Jenderal Wiranto untuk mencopot Letjen Prabowo dari posisi Pangkostrad, sebelum matahari tenggelam.

"Sebelum matahari terbenam, Pangkostrad harus sudah diganti dan kepada penggantinya diperintahkan agar semua pasukan di bawah komando Pangkostrad harus segera kembali ke basis kesatuan masing-masing," kata Habibie.

Jenderal Wiranto lantas melaporkan kepada Presiden Habibie bahwa sang istri, Ainun Habibie, beserta anak dan cucu telah diamankan prajurit ABRI menuju Wisma Negara. Hal itu dilakukan untuk menjamin keamanan keluarga presiden karena banyaknya pasukan tak dikenal yang berkeliaran kala itu.

"Saya bertanya kepada diri saya, 'Mengapa keluarga saya harus dikumpulkan di satu tempat? Apakah tidak lebih aman jikalau anak-anak dan cucu-cucu saya tinggal di tempatnya masing-masing dan dilindungi oleh Pasukan Keamanan Presiden? Mengapa harus dikumpulkan di satu tempat," kata Habibie dalam hati.

Selang berapa jam kemudian, Letjen Prabowo datang menemui Presiden Habibie di Istana Negara. Prabowo menanyakan soal pencopotannya.

Dalam pertemuan itu, Presiden Habibie menanyakan soal pergerakan pasukan dari luar Jakarta menuju Istana Merdeka dan Kediamannya.

"Saya bermaksud untuk mengamankan presiden," jawab Prabowo.

Namun jawaban Prabowo itu dibantah Presiden Habibie . Menurutnya, keamanan presiden menjadi tanggung jawab Paspampres, bukan Kostrad.

Presiden pun menolak permintaan Prabowo untuk menunda pencopotannya. Dalam bukunya, Habibie menyatakan alasan pencopotan dikarenakan pengerahan pasukan dari daerah menuju Jakarta yang dilakukan Letjen Prabowo tanpa koordinasi dengan Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto . Hal itu sangat tidak baik saat itu, karena di saat kondisi Republik yang masih genting, perbuatan Prabowo itu dapat mempengaruhi komandan lain untuk berbuat sendiri-sendiri, tanpa koordinasi.

"Bukankah kemarin pagi tanggal 20 Mei 1998 saya telah sampaikan kepada Pangab bahwa saya tidak akan menerima kepala staf angkatan termasuk Pangkostrad sendiri-sendiri tanpa sepengetahuan atau permohonan Pangab? Ini berarti gerakan pasukan dari Kostrad tanpa sepengetahuan Pangab tidak boleh saya tolerir," kata Habibie .

Sementara itu, berdasarkan kesaksian penasihat militer Presiden Habibie , Letjen (Purn) Sintong Panjaitan, situasi di jalan depan rumah Habibie di Patra Kuningan saat itu sangat sumpek karena banyaknya prajurit ABRI. Anggota Kopassus dan Paspampres kala itu berjubel di jalan yang lebarnya hanya sekitar 6 m.

Saat itu Paspampres meminta agar personel Kopassus mundur dari area kediaman Presiden Habibie. Namun, personel korps baret merah itu menolak. Mereka hanya mau pindah jika mendapat perintah langsung dari komandannya yang saat itu adalah Danjen Kopassus Mayjen Muchdi PR. Saat itu mereka hanya menuruti perintah agar mengamankan presiden.

Paspampres yang kala itu di bawah komando Mayjen TNI Endriartono Sutarto pun gusar. Pasalnya, saat itu mereka hanya dibekali peluru hampa. Sementara, personel Kopassus saat itu dilengkapi peluru tajam. Mayjen Endriartono kemudian menghubungi Letjen Sintong Panjaitan meminta agar segera dikirimkan peluru tajam.

Letjen Sintong kemudian menghubungi bekas anak buahnya yang saat itu menjabat sebagai Wadanjen Kopassus Brigjen Idris Gasing. Letjen Sintong meminta agar Brigjen Idris segera menarik pasukannya dari kediaman Presiden Habibie.

"Gasing coba perbaiki dulu posisi pasukanmu. Pasukan yang di sini tarik ke sana dan yang di sini tarik ke situ. Kalau perlu adakan koordinasi dengan Kodam Jaya agar semua dapat berjalan lancar," kata Letjen Sintong dalam buku 'Perjalanan Seorang Prajurit PARA KOMANDO' terbitan Kompas.

Brigjen Gasing lantas bertanya situasi saat itu. "Komandanmu (Mayjen Muchdi PR) sedang sibuk menghadapi penggantian jabatan. Tarik pasukanmu malam ini juga. Kalau terjadi apa-apa, nanti kau yang disalahkan," jawab Letjen Sintong.

Brigjen Gasing lantas melaksanakan perintah Letjen Sintong. Dia langsung berkoordinasi dengan Panglima Kodam Jaya, Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin. Akhirnya, sebagian personel Kopassus itu ditarik kembali ke Serang, Jawa Barat dan sebagian lagi ke Kartosuro, Jawa Tengah.

Kamis, 07 November 2013

PRABOWO-WIRANTO DAN PREMAN, PERCAYA ATAU TIDAK?

Prabowo-Wiranto dibalik Konflik Islam-Kristen. 



Kerusuhan di Ambon telah menelan ribuan korban jiwa. Tragedi ini adalah tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah di negeri zamrud khatulistiwa ini. Banyak orang bilang kerusuhan itu adalah perang antara Kristen dan Islam di Ambon. Anda salah besar. Kerusuhan itu dipicu dan dipelihara oleh sejumlah tokoh militer dan elit politik di Jakarta untuk melindungi kepentingan mereka.

Ale Rasa Beta Rasa, Torang Samua Basudara

Tersebutlah seorang preman Ambon beragama Kristen di Jakarta yang bernama Onkie Piters. Ia adalah sosok yang sangat dihormati para preman Ambon di Jakarta, tak perduli apapun agama mereka, Kristen maupun Islam. Mereka dikenal sangat erat kekerabatan tali persaudaraan diantara mereka. Mereka menghormati tradisi Pela Gandong, yaitu tradisi ikatan darah antara Kristen dan Islam di Ambon.

Ketika berkelahi dan bikin ribut di jalanan Jakarta, mereka memakai ikat kepala merah dan putih, yang merupakan simbol ke-ambon-an mereka. Namun lambat laun makna simbol itu disetting sedemikian rupa oleh para penguasa militer dan elit politik di Jakarta, ikat kepala merah sebagai simbol Ambon Kristen, ikat kepala putih sebagai simbol Ambon Islam. Ibu Pertiwi menangis pilu, merah putihnya dicabik-cabik anak-anaknya sendiri seperti serigala yangmemperkosanya bertubi-tubi.

Lalu muncul sosok preman Ambon lainnya yang juga disegani dikalangan para preman Ambon di Jakarta, yaitu Milton Matuanakotta. Ia turun ke tengah-tengah gelanggang dunia persilatan preman di Jakarta dengan gagah perkasa, penuh kharisma dan berwibawa. Ia memiliki banyak pendukung di kalangan Ambon Kristen maupun Muslim. Dengan cepat ia menjadi populer di Jakarta.

Seiring dengan munculnya Milton Matuanakotta, disaat yang bersamaan melejit pula Dedy Hamdun, seorang Ambon keturunan Arab, suami Eva Arnaz, mantan artis film panas layar lebar yang punya paha mulus dan montok itu. Deddy Hamdun ini selain aktif di PPP, ia juga tangan kanannya Ibnu Hartomo, adik ipar Presiden Soeharto. Sepak terjangnya di dunia premanisme di Jakarta lebih fokus ke pembebasan tanah milik bisnis properti Ibnu Hartomo.

Rancangan Iblis

Awal mula kerusuhan Ambon dimulai dengan penculikan Deddy Hamdun ini. Deddy Hamdun diculik oleh satu regu Kopassus bernama Tim Mawar di bawah komando Jenderal Prabowo Subianto, menantu Presiden Soeharto saat itu.

Raibnya Deddy Hamdun dari peredaran dunia preman Ambon di Jakarta telah secara significant mengubah struktur peta dunia preman Ambon di Jakarta yang disetting oleh jaringan Militer di Indonesia untuk menyulut suatu konspirasi yang berujung pada kerusuhan Ambon yang meluas.

Maka dimunculkanlah Ongen Sangaji, seorang preman Ambon Muslim yang kala itu hanya sebagai anggota biasa Pemuda Pancasila. Ongen pada saat itu lagi semangat-semangatnya ingin mendapatkan akses ke anak-anak Soeharto.

Berbeda dengan Ongen, Milton (yang akhirnya bertobat melayani Tuhan dengan menjadi Pendeta), sudah lebih dahulu memperoleh akses ke anak-anak Soeharto melalui Yorris Raweyai yang dekat dengan Bambang Trihatmodo, putra Presiden Soeharto.

Selain itu, Milton ini juga adalah ipar Tinton Soeprapto, sedangkan Ongen kapasitasnya baru sebatas kenal dengan Siti Hardiyanti Rukmana, itu pun melalui Abdul Gafur, mantan Menpora di jaman Soeharto itu.

Menjelang Sidang Istimewa MPR di tahun 1998 yang silam, Wiranto memakai Ongen Sangaji untuk merekrut preman-preman Ambon Muslim untuk dijadikan Kelompok Pam Swakarsa, dengan dalih untuk pengamanan Sidang Istimewa. Dukungan keuangan untuk kelompok Ongen ini didukung juga oleh keluarga Cendana dan Fadel Muhammad. Selain itu, Ongen juga mendapat dukungan penuh dari Mayjen Kivlan Zein, Abdul Gafur, dan Pangdam Jaya Mayjen Djadja Suparman kala itu.

Untuk meningkatkan adrenalin para preman Ambon Muslim itu, mereka didoktrin oleh Wiranto bahwa dibalik aksi para aktivis mahasiswa, banyak pengusaha Kristen yang urun peran. Mereka dicuci otak bahwa yang mereka hadapi adalah orang kafir yang harus dilawan sebisa mungkin.

Itulah sebabnya sangat sering sekali terjadi bentrokan antara kelompok Ongen dengan para mahasiswa Universitas Kristen Indonesia, dan Universitas Katolik Atmajaya. Ketika pecah kerusuhan Semanggi, empat orang anak buah Ongen Sangaji dibunuh oleh penduduk setempat yang melindungi para mahasiswa aktifis reformasi itu dari serangan brutal kelompok preman Ongen Sangaji.

Maka terbukalah celah peluang yang lebar bagi militer untuk menghasut preman-preman Ambon Islam itu agar segera melakukan balas dendam. Yang konyolnya, aksi balas dendam disetting sedemikian rupa oleh para petinggi Militer ditujukan bukan kepada para aktivis mahasiswa, akan tetapi terhadap preman Ambon yang beragama Kristen.

Amarah Itu Seperti Setan yang Berdiri Mengangkang

Kerusuhan awal dimulai dari Tragedi Ketapang, Jakarta Pusat. Kerusuhan itu berlangsung dalam kurun waktu dua hari berturut-turut. Kerusuhan itu lalu meluas dan berkembang menjadi kerusuhan anti Kristen di Jakarta, dimana puluhan gereja dihancurkan, dan aksi sweeping terhadap orang-orang Indonesia timur dengan gencar dilakukan oleh warga yang mayoritas beragama Muslim.

Aksi balas dendam pun dilakukan, puluhan Masjid diserang orang bayaran tak dikenal, kaca-kacanya dihancurkan. Maka timbulah api dalam bara yang panas mencekam memicu perseteruan antar kedua agama itu.

Dilain pihak, kerusuhan Ketapang justru memperkuat pusat perjudian di Jakarta yang dikelola oleh Tomy Winata, bisnis partnernya Bambang Trihatmodjo, dan teman dekat Yorris Raweyai itu.

Penduduk setempat yang marah menyerang semua orang-orang yang berkulit hitam dan berambut keriting dengan bala bantuan dari anggota Front Pembela Islam yang berdatangan dari keempat penjuru angin di Jakarta. Aksi kerusuhan di Ketapang itu bukan hanya meluas di seantero Jakarta, akan tetapi juga berimbas ke kampung halaman para preman itu di Ambon. Disana, mereka saling balas dendam dan saling serang satu sama lain. Banyak orang dan rakyat jelata di Ambon yang tewas bersimbah darah.

Dengan menggunakan kerusuhan Ketapang sebagai dalih, aparat keamanan di Jakarta lalu menangkap semua orang Ambon yang tak punya KTP Jakarta, dan memulangkan mereka ke Ambon dengan menggunakan kapal PELNI.

Dalam aksi pemulangan preman ke daerah asal mereka di Ambon, Ongen Sangaji, Milton Matuanakotta, dan Sadrakh Mustamu dikirim ke Ambon dengan misi terselubung untuk menyulut agar berkobar kerusuhan di sana. Setibanya mereka di Ambon, kerusuhan pun pecah tak terelakkan. Ribuan nyawa melayang sia-sia.

Di Ambon sendiri, saat itu dunia preman disana dikuasai oleh Berty Loupati dan Agus Wattimena. Agus Wattimena ini adalah seorang Penatua Gereja (pengurus Majelis Gereja) yang gemar berkelahi. Untuk memicu perseteruan, Berty didekati oleh penguasa Militer dari Jakarta dengan sokongan dana dan bantuan logistik untuk menyulut konflik yang lebih luas.

Agus Wattimena yang tak tahu menahu ada permainan cantik itu pun lalu terpancing. Ia mendirikan Laskar Kristus, khusus dibentuk hanya untuk berperang melawan Ambon-ambon islam serta Laskar Jihad yang didatangkan dari pulau Jawa. Semua anak buah Agus Watimenna punya pistol Colt kaliber 45.

Selain mendirikan Laskar Kristus, Agus Wattimena juga membentuk Front Kedaulatan Maluku, yang diresmikan oleh Alex Manuputty. Dengan bantuan Militer, Agus Wattimena akhirnya tewas mengenaskan ditembak Berty Loupatty dengan dua lubang tembakan di keningnya. Kematiannya bukan hanya diperingati di kota Ambon, akan tetapi juga oleh mayoritas masyarakat Ambon Kristen di Jakarta, yang juga dihadiri oleh sejumlah artis terkenal asal tanah Maluku.

Dengan kematian Agus Watimenna, Ongen Sangaji dan Milton Matuanakotta pun bersembunyi untuk menghindar dari kemurkaan masyarakat Ambon. Milton menghilang, sedangkan Ongen disembunyikan oleh Wiranto.

Ketika tingkat kebencian antar agama di Ambon belum mencapai klimaksnya, maka operasi intelijen disusun dan rencanakan secara cermat, rapih, dan sistematis untuk mengkondisikan kedua komunitas itu saling baku bunuh satu sama lain.

Selebaran-selebaran provokasi penghinaan kepada kedua agama lalu disebarkan secara siluman di kalangan kaum Kristen dan Muslim di Ambon. Isi selebaran-selebaran itu isinya himbauan Perang Salib kepada semua orang Kristen di Ambon agar membinasakan semua orang Muslim disana. Selebaran gelap itu ditandatangani dengan tandatangan palsu oleh para Dewan Gereja di Ambon yang tak tahu menahu mengenai pamflet-pamflet siluman itu.

Selebaran-selebaran ini dibuat oleh dedengkot militer yang paham betul temperamen keras masyarakat Maluku. Akibat dari selebaran tak bertanggungjawab itu, umat Islam di Jakarta pun tersulut emosinya dan marah besar. Seruan jihad pun dikumandangkan dalam tablig akbar di lapangan Monas agar segera berangkat ke Ambon untuk jihad.

Tabligh akbar yang menyerukan agar orang Muslim berangkat perang jihad ke Ambon itu juga dihadiri oleh Amien Rais, Hamzah Haz, dan Fuad Bawazier. Keterlibatan mereka di tabligh akbar itu karena ada upaya mereka memanfaatkan situasi untuk menjungkalkan Presiden Gus Dur pada saat itu.

Jaringan militer lainnya yang menyulut adalah Kivlan Zein, A.M. Hendropriyono, Djadja Suparman, Suaidy Marasabessy, Sudi Silalahi, dan Abdul Gafur. Pendanaan untuk menyulut kerusuhan di Ambon diambil dari dana korupsi sebesar Rp 173 milyar di lingkungan yayasan-yayasan Kostrad ketika kesatuan militer elit itu masih berada di bawah cengkraman Djadja Suparman. Sebagian besar dana itu digunakan untuk membiayai pengiriman ribuan orang anggota Laskar Jihad ke Maluku.

Abdul Gafur, Akbar Tanjung, Hendropriyono, dan Feisal Tanjung adalah orang-orang yang ikut terlibat aktif dalam tragedi Maluku. Mereka-mereka yang kala itu terkenal sebagai penjilat pantat Soeharto dan keluarganya, punya kepentingan politik tersendiri dengan memanfaatkan tragedi berdarah itu.
 — with Steven J M.
sumber: 
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10151762585623590&set=a.175786858589.124570.93000193589&type=1

Rabu, 06 November 2013

RIVALITAS PRABOWO VS WIRANTO

Isu kudeta Prabowo (7) 

Kata jenderal kepercayaan Prabowo soal kerusuhan dan kudeta 98
Reporter : Fikri Faqih | Kamis, 24 Oktober 2013 07:01
Isu kudeta Prabowo. ©2013 Merdeka.com
Merdeka.com -
Peristiwa Mei 1998 masih meninggalkan misteri. Sejumlah pihak menuding Letnan Jenderal (Letjen) Prabowo Subianto sebagai otak kekacauan di Jakarta. Tetapi ada juga yang menilai kerusuhan tersebut direncanakan oleh Jenderal Wiranto . Hal ini diceritakan oleh Mayor Jenderal (Mayjen) Kivlan Zen dalam bukunya bertajuk 'Konflik dan Integrasi TNI-AD'.

Kivlan menilai seharusnya Jenderal Wiranto tak perlu meninggalkan Jakarta. Terlebih kepergiannya hanya untuk menjadi Inspektur Upacara dalam rangka serah terima tanggung jawab Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di Malang pada tanggal 14 Mei 1998. Padahal saat itu Jakarta sudah genting. Pembakaran dan kerusuhan terjadi di mana-mana.

"Serah terima tanggung jawab PPRC ABRI dari Divisi I Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat) kepada Divisi II Kostrad walaupun Pangkostrad (Panglima Kostrad) Letjen Prabowo Subianto telah menyarankan agar tidak usah berangkat ke Malang," tulis Kivlan pada halaman 85 di buku terbitan Institute for Policy Studies tahun 2004.

Prabowo menilai hal ini tidak penting karena Kivlan telah menyiapkan perpindahan itu semenjak Maret tahun 1998. Kala itu Kivlan masih menjabat Panglima Divisi II Kostrad di Malang.

Selain itu, menurut Kivlan, kekeliruan yang dilakukan oleh Wiranto adalah tidak memberikan izin Mabes ABRI untuk meminjamkan pesawat Hercules untuk membawa pasukan Kostrad dari Jawa Timur dan Makassar ke Jakarta.

"Karena Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Pangdam Jaya kekurangan pasukan dan meminta ke Kostrad, maka Kostrad menyiapkan pasukan tersebut," tulis Kivlan.

Karena tidak mendapatkan ijin dari Mabes ABRI, maka dengan menggunakan biaya pribadi Prabowo menyewa pesawat milik Mandala di Makassar dan pesawat milik Garuda di Surabaya. Hal ini dilakukan karena keadaan mendesak. Pasukan inilah yang dinilai Habibie sebagai pasukan liar dan bisa membahayakan. Sejumlah kalangan bahkan menuding Prabowo hendak melakukan kudeta.

Kivlan mencatat setidaknya ada dua kekeliruan Wiranto strategis militer selama menjadi Jenderal. Pertama adalah meninggalkan tempat dalam keadaan gawat dan tidak menggunakan pasukan cadangan di saat genting.

Menilai tidak bertanggungjawabnya Wiranto maka beberapa pihak memutuskan untuk bertemu dengan Prabowo di Markas Kostrad pada malam harinya. Setiawan Djodi , Adnan Buyung Nasution , Bambang Widjoyanto, Willibrordus Surendra Broto Rendra yang kerap disapa WS Rendra , Fahmi Idris , Maher Algadri, Hashim Djojohadikusumo, Amran Nasution, Din Syamsuddin , Fadli Zon , Amidhan, Iqbal Assegraf, Hajriyanto Thohari, Kolonel Adityawarman dan Kivlan sendiri.

Kedatangan mereka adalah untuk meminta Prabowo untuk mengambil alih keamanan, seperti yang dilakukan oleh mertuanya, Soeharto pada tahun 1965 yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad. Namun permintaan itu tidak langsung di-iya-kan oleh Prabowo. Sebabnya, dia menilai situasi tahun 1965 dan 1998 sangat berbeda.

"Masih ada Panglima ABRI Jenderal Wiranto , KSAD Jenderal Subagyo HS, Wakil KSAD Letjen Sugiono. Panglima Kostrad berada pada level ke-empat," terang Kivlan.

Namun kenyataan berkata berbeda. Karena Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menyimpulkan pertemuan di Markas Kostrad tersebut sebagai rapat untuk merancang kekacauan di Jakarta. Kivlan menilai TGPF melupakan hal terpenting dalam menyimpulkan pertemuan tersebut.

"Padahal kerusuhan di Jakarta sudah terjadi sejak 13 Mei 1998. Sementara pertemuan digelar 14 Mei" tulisnya.

Dengan demikian maka kekacauan di Jakarta masih menjadi misteri. Mungkin hanya Wiranto dan Prabowo yang tahu.

Selasa, 05 November 2013

Survival Prabowo Vs Benny Moerdani

Prabowo mau culik Benny Moerdani?

Berpangkat kapten, Prabowo berani lawan Jenderal Benny MoerdaniMerdeka.com - Pada Bulan Maret 1983, Komandan Detasemen-81 Kopassus Mayor (inf) Luhut Panjaitan, dikejutkan aksi wakilnya, Kapten (inf) Prabowo Subianto. Prabowo mengatakan Jenderal Benny Moerdani mau melakukan kudeta atau coup d'etat.

Prabowo akan membawa Presiden Soeharto ke Bugis (sebutan untuk markas pasukan antiteror Kopassus di Cijantung). Hal itu dilakukan karena ancaman kelompok Benny.

Peristiwa ini diceritakan Letjen Sintong Panjaitan dalam buku Perjalanan Prajurit Para Komando terbitan Kompas. Saat itu pasukan antiteror Kopassus sudah akan bergerak menculik Jenderal Benny Moerdani dan Letjen Soedharmono serta beberapa jenderal lain.

Mayor Luhut mencegah tindakan itu. Semua senjata dan radio disimpan dalam kamar kerja Luhut. "Nggak ada itu. Sekarang kalian semua siaga di dalam. Tidak ada seorang pun yang keluar pintu tanpa perintah luhut Panjaitan sebagai komandannya," tegas Luhut.

Ancaman kudeta Benny Moerdani tak terbukti. Luhut dan para komandan Kopassus menilai saat itu Prabowo stres berat.

Kisah itu langsung dibantah oleh Prabowo begitu buku terbit tahun 2009. "Setiap ada buku baru, saya dituduh mau kudeta lagi, mau kudeta lagi," tepis Prabowo.

"Anda nilai sendiri seorang kapten bisa bikin kudeta? Sudahlah itu biar nanti sejarah yang bicara. Semua punya versi masing-masing," kata Prabowo sambil tertawa saat itu.

2. Benny mau buang Prabowo dari Kopassus

Merdeka.com - Perseteruan Prabowo dan Benny Moerdani makin memanas. Benny pun berniat memindahkan Mayor Prabowo dari wakil Komandan Detasemen-81 Kopassus menjadi kepala staf Kodim. Ini jabatan buangan bagi seseorang perwira seperti Prabowo yang bertugas di satuan antiteror.Merdeka.com - Perseteruan Prabowo dan Benny Moerdani makin memanas. Benny pun berniat memindahkan Mayor Prabowo dari wakil Komandan Detasemen-81 Kopassus menjadi kepala staf Kodim. Ini jabatan buangan bagi seseorang perwira seperti Prabowo yang bertugas di satuan antiteror. Selain menjadi Kepala Staf Kodim, ada pilihan lain menggeser Prabowo ke Pusat Kesenjataan Infantri untuk mengurus pendidikan.

"Keputusan ini diubah oleh Jenderal Rudini yang menjadi Kasad tahun 1985. Prabowo akhirnya menjadi wakil komandan Batalyon Lintas Udara 328. Suatu pasukan elite Kostrad yang berjasa menumpas PKI dan berhasil melumpuhkan gerakan Kahar Muzakar pada 1965," kata Mayjen Kivlan Zen.

Rupanya Prabowo tetap tidak puas dengan keputusan ini. Dia tak mau pindah dan melapor pada Komandan Kopassus Brigjen Sintong Panjaitan. Sintong langsung memarahi Prabowo.

"Kamu prajurit. Saya tidak pandang kamu anaknya siapa. Selama kamu di tentara, kamu harus turut aturan-aturan tentara. Kalau kamu tidak mau, kamu bisa saja keluar tentara lalu masuk partai," tegas Sintong.

3. Prabowo gagalkan niat Benny jadi wapres

Berpangkat kapten, Prabowo berani lawan Jenderal Benny MoerdaniMerdeka.com - Menjelang Sidang Umum MPR Maret 1988, beredar kabar Jenderal Benny Moerdani sangat bernafsu untuk maju sebagai wakil presiden mendampingi Soeharto. Sebagai Panglima ABRI, Benny berniat menjadikan Fraksi ABRI di MPR sebagai lokomotif pencalonan dirinya.

"Rencana itu berhasil digagalkan oleh Soeharto berkat laporan Prabowo Subianto. Tanggal 24 Februari 1988, sebelum sidang MPR digelar, Soeharto melakukan pergantian Panglima ABRI dari Jenderal Benny Moerdani ke Jenderal Try Sutrisno," kata Mayjen Kivlan Zen.

Jika tidak diganti, Benny dapat memaksakan kehendaknya pada Fraksi ABRI di MPR. Soeharto pun akan terpaksa menerima Benny karena tidak etis menolak seorang calon yang sudah disetujui DPR/MPR. Akhirnya langkah Benny bisa digagalkan. Soedharmono naik menjadi wakil presiden.

Tapi Prabowo tetap khawatir Benny akan membuat ulah, termasuk kudeta. Dia sudah menyiapkan pasukan.

Menurut Mayjen Kivlan Zen dalam buku Konflik dan Integrasi TNI AD terbitan Institute for Policy Studies tahun 2004, Prabowo menyiapkan pasukan cukup banyak. 1 Batalyon Kopassus, Batalyon Infanteri Linud 328, Batalyon Infanteri 303, Batalyon Infanteri 321, Batalyon Infanteri 315. Satu batalyon umumnya berkekuatan 700 personel.

"Pasukan itu dapat dipercayainya untuk melakukan kontra-kudeta, sebagaimana Soeharto melakukan kontra-kudeta pada G30S/PKI tahun 1965. Tapi kekhawatiran itu tidak terbukti, gerakan inkonstitusional melalui kudeta tak terjadi," beber Kivlan.


Berpangkat kapten, Prabowo berani lawan Jenderal Benny Moerdani

4. Kecurigaan saat keluarga Cendana naik haji

Merdeka.com - Tahun 1991 seluruh keluarga Soeharto, termasuk anak, cucu, dan ipar naik haji ke tanah suci. Nyaris tak ada orang dekat keluarga Cendana yang tinggal di Jakarta. Saat itu posisi Panglima ABRI dijabat Jenderal Try Sutrisno, Kasad oleh Jenderal Edy Sudrajat dan Menhankam oleh Jenderal Benny Moerdani.

Prabowo rupanya khawatir kalau Benny dan lawan politik Soeharto akan membuat gerakan. Dia mengumpulkan kawan-kawannya untuk mencegah gerakan tersebut. Kivlan Zen dan Sjafrie Sjamsoeddin termasuk yang ikut berdiskusi bersama Prabowo.

Direncanakan jika kondisi tak terkendali, Prabowo dan Pangkostrad Letjen Wismoyo (ipar Soeharto) akan segera kembali dengan menggunakan pesawat jet pribadi dan mendarat di Nusa Wungu Cilacap.

Namun kekhawatiran Prabowo sekali lagi tak terbukti. Hingga seluruh kunjungan berakhir, tak ada gerakan apapun untuk mendongkel kekuasaan Soeharto.

Senin, 04 November 2013

MENGAPA PRABOWO (KAPTEN) BERANI LAWAN L.B MOERDANI (JENDRAL)?

Isu kudeta Prabowo (5)

Berpangkat kapten, Prabowo berani lawan Jenderal Benny Moerdani

Reporter : Ramadhian Fadillah | Kamis, 24 Oktober 2013 05:09
Berpangkat kapten, Prabowo berani lawan Jenderal Benny Moerdani
Isu kudeta Prabowo. ©2013 Merdeka.comMerdeka.com - Perjalanan karir Prabowo Subianto di kemiliteran diwarnai sejumlah konflik. Termasuk isu kudeta dan kontra-kudeta. Perselisihan paling panas terjadi antara Prabowo yang saat itu masih berpangkat perwira pertama dan menengah, melawan Jenderal Leonardus Benny Moerdani.

Leonardus Benny Moerdani adalah generasi awal pasukan elite TNI yang kelak bernama Kopassus. Dia sudah bertempur sejak tahun 1958 melawan PRRI/Permesta lalu mendapat Bintang Sakti dalam misi tempur merebut Irian Barat. Benny orang intelijen, dia tak pernah menduduki jabatan Komandan Brigade atau Panglima Kodam, seperti umumnya karir prajurit. Sosoknya bisa dibilang misterius.

Atas jasanya membebaskan sandera Woyla tahun 1981, akhirnya Soeharto mengangkat Benny sebagai Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima ABRI tahun 1983-1988.

Sementara Prabowo jelas sangat junior dibanding Benny. Prabowo baru lulus Akademi Militer tahun 1974. Tapi Prabowo juga punya pengaruh di internal ABRI. Salah satunya tentu dukungan dari Soeharto . Maka meski berpangkat kapten, Prabowo berani bergerak melawan Benny.

Saat itu ada istilah ABRI hijau yang diisi perwira yang dekat dengan Islam dan pesantren. Ada juga ABRI merah putih, mereka yang nasionalis dan bukan beragama Islam. Kedua kelompok ini selalu bersinggungan.

Mayjen (Purn) Kivlan Zen, salah satu jenderal pendukung Prabowo, menjelaskan awalnya hubungan Prabowo dan Benny Moerdani sangat dekat. Namun hal itu berubah saat Benny berniat menghancurkan gerakan Islam secara sistematis. Benny juga dinilai ingin menguasai Indonesia dan menjadi presiden menggantikan Soeharto .

"Prabowo Subianto merasa tidak cocok dengan langkah-langkah tersebut dan melaporkan langkah-langkah Benny, pada mertuanya, Presiden Soeharto , termasuk rencana Jenderal Benny Moerdani menguasai Indonesia atau menjadi Presiden RI," kata Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen Kivlan Zen dalam buku Konflik dan Integrasi TNI AD terbitan Institute for Policy Studies tahun 2004.

Sementara itu Letjen Sintong Panjaitan menilai Prabowo berbeda setelah menjadi menantu Soeharto . Dulu Prabowo selalu berbicara strategi militer, persenjataan dan semua hal soal tentara. Tapi semenjak jadi menantu Soeharto , Prabowo selalu berbicara politik dan kekuasaan.

Berikut konflik Benny Moerdani dan Prabowo. Termasuk soal isu kudeta Benny dan gerakan Prabowo untuk menghentikannya.