Elektabilitas Jokowi Menurun, Ini Alasannya
Sabtu, 28 Juni 2014, 19:05 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDIP dinilai terlalu percaya diri
akan memenangkan pemilihan presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang. Hal itu
menjadi blunder lantaran kini elektabilitas Jokowi telah terlampaui
Prabowo.“Pertama, PDIP menganggap sebelah mata elektabilitas
Prabowo. Menurut saya, psikologi politik yang dibangun PDIP ini
terlampau prematur," kata pengamat politik Universitas Airlangga (Unair)
Surabaya, Rendy Pahrun Wadipalapa kepada wartawan, Sabtu (28/6).
Rendy mencontohkan, bentuk rasa jemawa itu terungkap dari pernyataan Jokowi akan menang, meski dipasangkan dengan siapa pun. “Saat itu banyak sekali statemen dari pengamat yang bilang jika Jokowi dipasangkan dengan sandal jepit pun bisa jadi presiden,” katanya.
Kesalahan kedua, kata dia, adanya kubu yang tida solid dalam tubuh parpol pengusung. PDIP sendiri tidak satu kata dalam mengangkat Jokowi. “Polarisasi dan konflik internal inilah yang ikut menyurutkan elektabilitas Jokowi,” kata Rendy.
Ketiga adalah, strategi di media sosial. “Dengan memakai Jasmev sebagai unjung tombak, dia hanya memindahkan strategi ketika gubernur Jakarta ke pemilihan presiden,” kata Rendy.
Menurut Rendy, media sosial memang penting untuk mengejar kue kelas menengah sekaligus pemilih pemula. Namun tipikal pemilih Indonesia sangat berbeda dengan Jakarta. “Kesibukan berlebihan di sosmed membuat timses Jokowi kecolongan dalam menggarap daerah dan massa riil,” kata Rendy.
Sebelumnya, laman The Sidney Morning Herald, Kamis (26/6), melaporkan sejumlah lembaga survei yang memiliki hubungan dengan Joko Widodo menahan publikasi hasil survei yang sudah dilakukan. Pasalnya, survei tersebut dikhawatirkan akan membuat mendorong para pemilih untuk mengalihkan dukungannya ke Prabowo.
Rendy mencontohkan, bentuk rasa jemawa itu terungkap dari pernyataan Jokowi akan menang, meski dipasangkan dengan siapa pun. “Saat itu banyak sekali statemen dari pengamat yang bilang jika Jokowi dipasangkan dengan sandal jepit pun bisa jadi presiden,” katanya.
Kesalahan kedua, kata dia, adanya kubu yang tida solid dalam tubuh parpol pengusung. PDIP sendiri tidak satu kata dalam mengangkat Jokowi. “Polarisasi dan konflik internal inilah yang ikut menyurutkan elektabilitas Jokowi,” kata Rendy.
Ketiga adalah, strategi di media sosial. “Dengan memakai Jasmev sebagai unjung tombak, dia hanya memindahkan strategi ketika gubernur Jakarta ke pemilihan presiden,” kata Rendy.
Menurut Rendy, media sosial memang penting untuk mengejar kue kelas menengah sekaligus pemilih pemula. Namun tipikal pemilih Indonesia sangat berbeda dengan Jakarta. “Kesibukan berlebihan di sosmed membuat timses Jokowi kecolongan dalam menggarap daerah dan massa riil,” kata Rendy.
Sebelumnya, laman The Sidney Morning Herald, Kamis (26/6), melaporkan sejumlah lembaga survei yang memiliki hubungan dengan Joko Widodo menahan publikasi hasil survei yang sudah dilakukan. Pasalnya, survei tersebut dikhawatirkan akan membuat mendorong para pemilih untuk mengalihkan dukungannya ke Prabowo.
Survei FSI: Prabowo Capres yang Disukai Masyarakat
Ralian Jawalsen Manurung
Prabowo Subianto (Jaringnews/ Dwi Sulistyo)
JAKARTA, Jaringnews.com - Prabowo Subianto menempati keterpilihan tertinggi dengan elektabilitas sekitar 33,6 persen hasil jejak pendapat Masyarakat yang di rilis Fokus Survei Indonesia (FSI) terkait elektabilitas calon presiden menjelang pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.
Direktur FSI, Soedarsono mengatakan, pengetahuan masyarakat terhadap tokoh partai politik lebih banyak memlih Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra tersebut.
"Prabowo-Gerindra 33,6 persen, Mega-PDI-Perjuangan 18,2 persen, ARB-Golkar 12,3 persen, Akbar Tanjung - Golkar 8,4 persen, Amin Rais-PAN 7,1 persen, Wiranto-Hanura 5,2 persen," papar Sudarsono Hadisiswoyo di Bumbu Desa, Cikini, Jakarta, Rabu (29/1).
Yang mengejutkan dalam temuan survei FSI ini adalah terkait elektabiltas Jokowi-PDIP yang menurun. Elektabilitas Jokowi dalam temuan survei FSI ini hanya mencapai 5,2 persen, Pramono Edhi- Partai Demokrat 3,7 persen, Any Yudhoyono-PD 2,7 persen, Muhaimin Iskandar-PKB 1,4 persen, Yusril Ihza Mahendra 1,1 persen.
"Surya Paloh-NasDem 1,1 persen, Sutiyoso-PKPI 1,1 persen, Suryadharma Ali 0,9 persen, Hidayat Nur Wahid-PKS 0,8, Hatta Rajasa-PAN 0,7 persen," katanya.
Keterpilihan Prabowo, lanjutnya, menunjukan bahwa masyarakat lebih suka sosok dan gaya kepemimpinannya. Karena di anggap lebih dapat membawa perubahan yang lebih baik.
"Survei FSI di laksanakan mulai tanggal 3-21 Januari 2014, dengan metode multistage random sampling dari sempel populasi jumlah DPT pemilu 2014 yang di tentukan KPU sebanyak 186.612.255 pemilih," bebernya.
Responden dari sampel yang di tetapkan, kata Darsono, sebanyak 3274 tetapi yang berhasil di analisis sebanyak 3256 sampel. Sedangkan toleransi kesalahan (margin of error) sebesar 1.72 persen! dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Rabu, 29 Januari 2014 , 20:40:00,
JAKARTA - Hasil
penelitian Fokus Survei Indonesia (FSI) menempatkan Ketua Dewan Pembina
Partai Gerindra Prabowo Subianto di posisi pertama dalam hal
elektabilitas calon presiden (capres). Prabowo berada di posisi teratas
dalam hal elektabilitas dengan raihan 33,6 persen.
Menurut Direktur FSI, Soedarsono,
tingginya elektabilitas Prabowo karena rasa penasaran masyarakat yang
ingin lebih mengenal sosok mantan Danjen Kopassus TNI itu. Soedarsono
menyebut tingginya elektabilitas Prabowo menunjukan bahwa masyarakat
lebih suka sosok dan gaya kepemimpinan yang dianggap dapat membawa
perubahan ke arah yang lebih baik bagi Indonesia.
"Bangsa kita buruh strong leadership,
tegas, menyelesaikan kasus korupsi, mencegah disintegrasi bangsa yang
terjadi agar kita tidak dilecehkan pihak-pihak asing. SBY - Boediono
tingkat kepercayaan masyarakat menurun. Keinginan perubahan yang tegas
saat ini melihat Pak Prabowo," kata Soedarsono dalam jumpa pers di
Cikini, Jakarta, Rabu (29/1).
Sementara di bawah Prabowo, ada nama
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Presiden RI kelima itu
berada di peringkat kedua dengan elektabilitas 18,2 persen. Sedangkan
di posisi ketiga ada nama Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie (12,3
persen), Akbar Tanjung (8,4 persen), Amien Rais (7,1 persen) dan Wiranto
5,2 persen.
Yang mengejutkan, survei FSI menempatkan
elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi di posisi
bawah. Padahal, nama Jokowi selama ini selalu merajai hasil survei.
Berdasarkan survei FSI, elektabilitas
Jokowi hanya mencapai 5,2 persen. Di bawah Jokowi ada nama mantan Kepala
Staf TNI AD (KSAD) Pramono Edhie Wibowo (3,7 persen), Ani Yudhoyono
(2,7 persen), Muhaimin Iskandar (1,4 persen) , Yusril Ihza Mahendra (1,1
persen), Surya Paloh (1,1 persen), Sutiyoso (1,1 persen). Sedangkan
tiga nama petinggi partai politik ada di daftar nol koma, yakni
Suryadharma Ali (0,9 persen), Hidayat Nur Wahid (0,8 persen) dan Hatta
Rajasa (0,7 persen).
Landas mengapa elektabilitas Jokowi
versi FSI tak setinggi survei-survei lain? Sudarsono membeber sejumlah
alasan. Di antaranya, Jokowi tak menuntaskan jabatannya sebagai Wali
Kota Surakarta, ditambah persoalan-persoalan saat ini politisi PDI
Perjuangan itu sudah menjabat sebagai gubernur.
"Apalagi, Jokowi belum mampu menghadapi
tekanan yang lebih besar. Selain itu, PDI Perjuangan juga belum tentu
mencalonkan Jokowi pada Pilpres 2014," papar Soedarsono.
Survei FSI dilaksanakan pada 3 Januari -
21 Januari 2014 dan menggunakan metode multistage random sampling
dengan jumlah sampel 3.274. Sampel yang berhasil dianalisis sebanyak
3.256.
Survei ini dilakukan dengan wawancara
tatap mudak dengan margin error sekitar 1,72 persen dan tingkat
kepercayaan 95 persen. Survei ini juga dilakukan di seluruh
kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Adapun sumber pendanaan berasal
dari Ausesia Consultant Pte Ltd yang berkedudukan di Australia. (dil/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar