Rabu, 04 Juni 2014

Rapor Pidato Jokowi Merah, Panggung Deklarasi Pemilu Damai Milik Prabowo, Jokowi Disarankan Ikut Kursus Kilat "Public Speaking"

Rapor Merah Pidato Jokowi
INILAH.COM, Jakarta - Pidato calon presiden Joko Widodo selama dua kali dalam forum Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi buah bibir di tengah masyarakat. Kapasitas Jokowi sebagai capres pun dipertanyakan. Oleh: R Ferdian Andi R,Rabu, 4 Juni 2014 | 20:45 WIB
Headline
Pasangan Capres-Cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla setelah berpidato di Bidakara, Jakarta - (Foto: inilahcom/Eusebio Chrysnamurti)
Pidato Jokowi dalam acara deklarasi kampanye damai dan berintegritas yang digelar KPU pada Selasa (3/6/2014) malam menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat. Sikap kaku dan kurang mengusai materi tampak menonjol dari pidato Jokowi.
"Pidato Jokowi semalam sama sekali tidak mencerminkan sosok calon presiden. Bagaimana nanti kalau melakukan diplomasi dengan dunia internasional," kata Emha M salah satu profesional muda di Jakarta, Rabu (4/6/2014).
Kegusaran salah satu warga Jakarta tersebut memang dapat dimaklumi. Jika melihat pidato Jokowi di Hotel Bidakara yang ditayangkan secara langsung di beberapa stasiun televisi itu cukup kontras bila disandingkan dengan pidato Prabowo Subianto yang cenderung tenang dan tidak gugup.
Komentar senada juga muncul di Youtube yang ditulis Kansha Husnadia yang menuliskan "Saya sedih lihat wajah jokowi dan cara bicaranya. Tidak lebih baik dari siswa SMK saya yang belum lama ini ujian praktiknya berpidato," tulisnya mengomentari pidato Jokowi yang muncul di Youtube. Banyak juga yang tetap mengapresiasi Jokowi, meski tidak terkait dengan pidatonya.
Jokowi memiliki alibi atas pidatonya yang direspons negatif oleh banyak orang. Ia menampik bila pidato dalam acara deklarasi kampanye damai dan bermartabat disebut kaku. Menurut Jokowi, pidato dia serius.
Alasannya persoalan di lapangan yang belakangan terjadi cukup serius seperti intimidasi, kekerasan, dan kampanye hitam. "Saya harus serius dong. Saya nggak mau hal yang prinsip disampaikan secara santai, harus serius," kelit Jokowi.
Bisa saja Jokowi berkelit. Namun bila disandingkan dengan pidato Prabowo memang cukup kontras. Prabowo tampak menguasai aturan umum dalam pidato. Prabowo menyapa sejumlah pihak yang terkait dalam acara tersebut seperti dengan tertib menyapa Ketua Bawaslu, Ketua DKPP, Ketua KPU, Panglima TNI, Kapolri, Ketua DPR, pasangan capres/cawapres Jokowi-JK, Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta.
Pidato Jokowi mengulang kebiasaan barunya dengan membaca mukaddimah yang berisi pujian pada Allah SWT dan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, tradisi lazim bagi masyarakat muslim. Meski, di akhir pidato, Jokowi alpa dengan tidak melengkapi kalimat yang lazim dipakai seperti "Billahi Taufiiq wal hidayah" atau "wallahul muwafiq ilaa aqwatih thoriiq" lalu diikuti dengan ucapan salam.
Sedangkan Prabowo Subianto, berbeda dengan Jokowi, di forum resmi yang digelar KPU membiasakan mengucap salam secara lengkap dengan mengucap "assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh" diikuti shalom dan "om swastiastu shanti om". Salam Prabowo ini tampak memberi pesan nasionalisme dengan menyebut salam yang mencerminkan pluralitas Indonesia.
Pidato Jokowi dalam dua kali kesempatan di forum KPU semakin menunjukkan bila ia memang tidak biasa melakukan orasi di depan publik. Kendati demikian, Cawapres JK beralasan "Susah cari orang yang pintar bicara panjang, bisa kerja panjang. Kalau Jokowi bicara pendek bekerjanya panjang," bela JK di hadapan ratusan kiai dan ulama dalam acara silaturahmi ulama pesantren di Jakarta, Rabu (4/6/2014).

Kemampuan komunikasi publik bagi pemimpin selevel presiden semestinya menjadi faktor penting. Apalagi, Presiden tidak lagi mengurus urusan teknis. Kebijakan yang sifatnya makro, kerja diplomasi serta ucapannya yang mampu menggerakkan masyarakat menjadi salah satu kerja presiden. Kerja bagi presiden tidak dapat dimaknai kerja di lapangan. Karena Presiden tidak mengurus hal teknis yang sifatnya mikro. [mdr]
Pengamat komunikasi politik yang kini juga anggota Komite Konvensi Partai Demokrat Effendi GazaliPengamat komunikasi politik Effendi Gazali (Paulus Tandi Bone/JIBI/Bisnis)
Solopos.com, JAKARTA–Deklarasi Pemilu Damai, Selasa (3/6/2014) malam telah selesai. Dalam deklarasi tersebut masing-masing calon presiden (Capres) diberi kesempatan memberikan pidato selama lima menit.
Sejumlah pengamat menilai, pidato yang disampaikan Prabowo lebih unggul dibanding Jokowi. Dalam siaran langsung yang ditayangkan televisi, Effendi Gazali mengatakan panggung Deklarasi Pemilu Damai milik Prabowo.
“Meskipun Prabowo terlihat tegang tapi panggung tadi milik Prabowo. Ada beberapa poin penting yang disampaikan Prabowo yakni tidak menggunakan kekerasan, demokrasi yang harus dihormati, menerima apapun keputusan rakyat. Menyebut Jokowi adalah saudara saya, Jusuk Kalla adalah senior saya. Serta meminta kepada para tim suksesnya, kepada staf-stafnya untuk menghormati keputusan rakyat,” ujarnya.

Jokowi Disarankan Ikut Kursus Kilat "Public Speaking"

Rabu, 4 Juni 2014 | 11:20 WIB
TRIBUN / DANY PERMANA Calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa bersama Joko Widodo-Jusuf Kalla membaca Deklarasi Pilpres Berintegritas dan Damai di Jakarta, Selasa (3/6/2014). Acara yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum tersebut menandai dimulainya masa kampanye Pilpres dari 4 Juni sampai 5 Juli.

JAKARTA, KOMPAS.com — Calon presiden Joko Widodo (Jokowi) disarankan mengasah kemampuan pidatonya. Hal itu dilontarkan karena kemampuan Jokowi di atas podium dinilai minim dan perlu ditingkatkan.

Guru Besar Retorika dan Public Speaking Universitas Persada Indonesia YAI Anwar Arifin menjelaskan, seorang presiden wajib memiliki kemampuan pidato di atas rata-rata. Hal ini sebab, kemampuan itu akan bermanfaat dalam menghadapi dunia internasional dan memberi pengarahan saat negara yang dipimpin berada dalam posisi genting.

"Jokowi harus latihan, harus kursus kilat karena presiden akan banyak berhadapan dengan pemimpin luar negeri. Ini harus jadi perhatian, apalagi saat negara ada dalam posisi genting, kemampuan public speaking seorang presiden sangat diperlukan," kata Anwar, saat dihubungi, Rabu (4/6/2014).

Dosen Luar Biasa Universitas Hasanuddin Makassar itu melanjutkan, kemampuan pidato Jokowi tertinggal jauh dari calon presiden yang menjadi pesaingnya, Prabowo Subianto. Ia menilai, Jokowi kalah telak dari Prabowo saat berpidato di acara deklarasi pemilu berintegrasi dan damai yang digelar Komisi Pemilihan Umum, di Bidakara, Jakarta, Selasa (3/6/2014).

Menurut Anwar, saat berpidato di acara tersebut, Jokowi tampak sangat gugup dan kehabisan bahan. Jokowi juga dinilainya mengakhiri pidato tanpa klimaks yang jelas, berbeda dengan cara berpidato yang ditunjukkan Prabowo.

"Dari segi retorika dan substansi, Prabowo jauh lebih menguasai. Termasuk dari gesture-nya," ucap Anwar.

Tidak ada komentar: