Novela Nawipa Bagai Telenovel
Sesaat yang tak terlupakan….
Di kala malam menyiratkan rasa yang mendalam..
Menguntai bait manis ditangkai sebuah senyuman..
Kesepian membungkusku dalam aroma rindu diruang hati..
Meraih sejuta bunga kedalam pelukan mimpi..
Asa cinta diujung langkah yang sedang kucari..
Meraih sejuta bunga kedalam pelukan mimpi..
Asa cinta diujung langkah yang sedang kucari..
Aku menemukan bias cintamu..
Dalam titik kabut yang menyelimutiku..
Dalam kesunyian kuterdiam seribu kata..
Menorehkan dalam syair yang tak bermakna..
Dalam titik kabut yang menyelimutiku..
Dalam kesunyian kuterdiam seribu kata..
Menorehkan dalam syair yang tak bermakna..
Di sini…
Rasa itu semakin lirih…
Kian menghentakkan hasrat ini…
Rasa itu semakin lirih…
Kian menghentakkan hasrat ini…
Dlm merdunya suara hati…
Aku mendengar lirik cinta…
Di sebuah ketukan indah dijantung hatiku..
Terukir indah Namamu di dlm kalbuku.
Aku mendengar lirik cinta…
Di sebuah ketukan indah dijantung hatiku..
Terukir indah Namamu di dlm kalbuku.
(Novela Nawipa, Jakarta, 9 Agustus 2014)
Bait-bait puisi “kasmaran” itu, saya temukan
di halaman Facebook milik seorang perempuan Papua. Perempuan dimaksud
tak lain adalah Novela Nawipa, yang siang kemarin membuat ruang sidang
Mahkamah Konstitusi yang sekian lama dianggap serius, tegang dan
“angker” itu, tiba-tiba berubah gaduh dan penuh gelak tawa. Perempuan
itu membuat pengunjung sidang tertawa, para kuasa hukum dan sejumlah
hakim pun ikut pula tertawa. Bahkan siapa saja di negeri ini yang sempat
menyaksikan siaran televisi “live” dari Mahkamah Konstutusi siang
kemarin, pasti tak akan mampu menahan diri untuk tak ikut tertawa.
Ia ada di Mahkamah Konstitusi karena
dihadirkan kuasa hukum Prabowo-Hatta sebagai saksi sidang sengketa
Pilpres 2014. Membuat lucu karena Novela menyampaikankesaksiannya, selalu dengan nada meledak-ledak laiknya aksen orang Papua saat berbicara. Novela tampil percaya diri untuk mengemban misi yang dititipkan padanya, menyampaikan kesaksian jika di kampungnya tidak ada gelaran Pilpres. Dijegat kuasa Jokowi-JK bahwa pemungutan suara tidak ada karena digunakan sistem noken. Novela menepisnya, bahwa“Apapun sistemnya, noken atau lainnya yang penting Pemilu harus ada di kampung saya“,tuturnya.
Hakim Mahkamah Konstitusi yang selama ini
dikenal garang mencerca pertanyaan kepada sejumlah saksi, tapi ini kali
serasa kewalahan menghadapi Novela. Ia menceritakan jika di kampungnya
Awabatu, Papua, tidak terjadi pemungutan suara. “Tak ada pemilu, tak ada
bilik suara, tak ada petugas KPPS, tak ada tanda tangan formulir,”
ujarnya. Ketua Majelis Hakim menanyai, “Bagaimana keadaan kampung
lainnya?” dengan nada tinggi ia menjawab, “Saya tak mau bicara kampung
lain, saya mau bicara kampung saya saja.” Anggota Majelis Hakim lain
ikut bertanya, apakah ada aktivitas lain dilihat sekitar kampungnya.
Novela tak mau menjawab, hakim pun nyelutuk, “Saya bisa kacau kalau
dilanjutkan,” sontak Novela menyela, “Bapak kacau, saya lebih kacau
pak”, ujarnya yang membuat seisi ruang sidang kembali tertawa.
Tentu saja ini adalah kisah nyata dan sangat
langka terjadi dalam ruang sidang Mahkamah Konstitusi yang sangat mulia
itu. Novela Nawipa, si penulis bait-bait puisi “kasmaran” di atas,
memecahkan rekor langka itu. Perempuan Indonesia asal Papua itu membuat
penasaran, siapa gerangan dirinya yang ini kali berhasil membuat
sejumlah hakim Mahkamah Konstitusi itu senyum, tertawa dan geleng-geleng
kepala, bahkan sesekali ikut mendebatnya. “Apa yang memberikan kita kepastian dalam hidup ini adalahkeberanian,” lagi-lagi tulisnya di halaman Facebook miliknya, 25 Juli 2014.
Jika halaman Facebook-nya dicermati, ia aktif
menggunakan media jejaring sosial itu. Bisa diduga jika ia bukanlah
perempuan biasa. Ia berada di kampung terpencil di lereng Puncak Jaya,
tetapi aktif berkomunikasi melalui Facebook. Berkat penelusuran saya
selanjutnya di halaman Facebook miliknya, saya mengetahui jika bait-bait
puisi di atas ia tulis ketika ia berada di Jakarta di kawasan Mangga
Raya Besar, karena di halaman Facebook-nya, 07 Agustus 2014, ia menulis “Jakarta I’am coming”. Berbahasa Inggris pula. Semakin membuat penasaran. Ia tentu memiliki akses luas untuk belajar bahasa Inggris.
Kalau demikian keadaannya, tentu dia tidaklah selugu-lugu amat seperti diduga ketika ia membuat ruang sidang Mahkamah Konstitusi menjadi riuh gaduh gelak tawa. Dan ternyata benar, “National Geographic Indonesia”
(14 Juni 2014), menguraikan bahwa Novela Nawipa, adalah sesosok
perempuan yang belakangan ini getol memperjuangkan kemajuan pendidikan
masyarakat Papua. Janda kelahiran 14 September 1984 dengan seorang anak
tunggal ini, juga adalah seorang pengusaha muda asal Wamena-Papua yang
bergerak dalam bidang usaha perdagangan emas di bawah payung usaha CV.
Iyobai.
Ia meniti jalur hidupnya mulai dari bawah.
Berasal dari keluarga tak mampu, masih duduk di bangku Sekolah Dasar ia
harus berjualan sayur dan hasil kebun lainnya di pasar. Hasil jualan
sayur dan menjadi tukang cuci pakaian itulah yang digunakan membiayai
hidup adik-adiknya dan juga menamatkan sekolah tingkat SMP. Ketika
melanjutkan ke tingkat SMA, ia bekerja sebagai tukang ojek khusus
perempuan. Setelahnya bertekad memasuki perguruan tinggi, memilih
Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Sains dan Teknologi Jayapura
(USTJ). Biaya kuliah didapatkan dari keringat membantu temannya menulis
laporan dan skripsi.
Setelah menyelesaikan kuliah, terhitung sejak 2009 ia merintis usahanya dengan bermodal dari hasil “berkebun emas”. Kegiatannya adalah berjual-beli dan menggadaikan logam mulia bersertifikat produk Antam. Hasil gadai itulah yang diputar terus menerus hinggamemiliki lebih banyak emas lagi. Kegiatan bisnis rumahan Novela ini, sekalipun dia penganut agama Kristen, tapi memilih Bank Muamalat sebagai mitra keuangan usahanya, karena menurutnya sistem Syariah dan bagi hasil yang diterapkan, dirasakan memberi keuntungan. “Bagaimana bisa saling menguntungkan, itu yang penting buat saya”, jelasnya.
Apapun keberhasilan dicapainya — yang katanya miliknya sementara waktu saja — dicapai dari hasil sebuah perjuangan panjang lelehan keringat dan tetesan air mata. “Saya jatuh bangun dalam menapak hidup, tapi saya terus melangkah karena saya melihat ada cahaya di ujung lorong”, ujarnya. Menurutnya, kegetiran dan kerasnya hidup yang ia lalui, cukuphanya ia yang merasakan. “Jangan sampai generasi muda Papua lainnya juga merasakan nasib yang sama”. Itu
sebabnya, sebagian keuntungan usahanya digunakan membiayai sekian
anak-anak Papua melanjutkan kuliah. Sekian diantaranya telah sarjana dan
mengajar di pelosok.
Selain aktif mengembangkan usahanya, ia juga
bergerak dibidang sosial, kegiatan gereja dan gerakan perempuan, karena
ia mendambakan Papua yang maju dan sejahtera. Selain itu ia aktif pula
di dunia politik sebagai Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Piniai,
Papua. Atas konsekuensi jabatan politiknya itulah sehingga pada Pilpres
2014, ia ditunjuk menjadi Tim Pemenangan Prabowo-Hatta di Papua.
Konsekuensi itu jugalah yang menghantarnya untuk hadir dengan lagak
kelugu-luguan di ruang sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi
yang kemarin membuat seisi ruang sidang tertawa, tanpa siapapun menduga
jika dia adalah seorang perempuan pebisnis emas yang menjalani hidupnya
bagai cerita telenovela.
Makassar, 13 Agustus 2014
Reference sidang MK yang menghadirkaan Novela Nawipa yang seru itu;
http://www.youtube.com/watch?v=qcrgWaZMeMMSaksi Kubu Prabowo-Hatta, Novela Nawipa, Datangi Komnas HAM
Minggu, 17 Agustus 2014 | 17:13 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Novela Nawipa, politisi Partai Gerindra yang menjadi saksi di persidangan perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu, mendatangi kantor Komnas HAM, Jakarta, Minggu (17/8/2014). Novela adalah saksi yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta. (baca: Selain Menjabat sebagai Ketua DPC Gerindra Paniai, Novela Juga Seorang Direktur)
Novela datang pada pukul 16.30 WIB dengan mobil Innova berwarna hitam. Mengenakan baju merah muda dan celana hitam, ia disambut Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai di gerbang Gedung Komnas HAM.
Pigai langsung mengajak Novela ke lantai tiga untuk melakukan pembicaraan. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Novela saat wartawan bertanya tentang maksud kedatangannya. Pertemuan antara Novela dan Pigai dilakukan tertutup.
"Teman-teman media nanti ya," ucap Pigai.
Nama Novela mendadak populer menjadi pemberitaan media massa seusai ia memberikan kesaksian di sidang MK. Dalam sidang Selasa lalu, kehadiran Novela menyegarkan ruang sidang MK karena logat Papua yang kental dan jawaban-jawabannya yang spontan kepada para hakim MK. (Baca: Saksi Prabowo-Hatta Asal Papua Segarkan Suasana Sidang MK)
Seusai bersaksi di MK, pagar rumah Novela dirusak orang. (Baca: Kapolres Paniai Sebut Pagar Rumah Novela Dirusak Usai Beri Kesaksian di MK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar