Novela, caleg dan pengusaha emas yang jadi ‘orang gunung’ di MK
Rabu, 13 Agustus 2014 19:01 WIB (5 hari yang lalu)Editor: Mohammad Ridwan
(Foto: Istimewa)Foto-foto Novela Nawipa
LENSAINDONESIA.COM:
Sidang gugatan hasil Pilpres 2014 di Mahkamah Konsitusi (MK) yang
biasanya diwarnai ketegangan mendadak berubah menjadi penuh gelak tawa
gara-gara kehadiran saksi pasangan Capres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa
dari Papua, Novela Nawipa.Novela menghebohkan sidang MK kemarin, Selasa (12/8/2014). Gayanya yang lugu dengan nada bicara khas papua menciptakan suasana unik di dalam persidangan. Jawabannya yang spontan dan sedikit galak membuat seisi ruangan sidang dipenuhi tawa.
Kehadiran perempuan berpenampilan lugu dari pegunungan Papua tersebut menjadi perbincangan diberbagai kalangan. Berbagai pertanyaan pun muncul siapakah sebenarnya Novela? Apakah Novela benar-benar warga biasa yang dihadirkan sebagai dalam persidangan karena mengetahui persis berbagai kejadian saat pelaksanaan pemungutan suara Pilpres di Papua 9 Juli lalu?
Belakangan diketahui, Novela Nawipa bukanlah warga biasa. Perempuan kelahiran Wamena 14 September 1984 merupakan Ketua DPC Partai Geindra Kabupaten Pinai yang maju mejadi calon legislatif untuk DPRD Dapil 1 Kabupaten Paniai pada Pileg lalu. Ia terdaftar di dalam pusat data Komisi Pemilihan Umum (www.kpu.go.id).
Novela juga menekuni bisnis rumah, tanah dan emas sejak 2009. Ia juga memiliki gelar sarjana dari Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Sains dan Teknologi Jayapura.
Pada sidang Selasa (12/08) kemarin, Novela menyatakan bahwa tidak ada pemungutan suara di kampungnya, Desa Awabutu, Distrik Paniai Timur, Papua, tempat tinggalnya.
Ketika itu Novela juga menyebut tidak ada sosialisasi Pilpres dari KPU. “Tidak ada sosialisasi. Pileg dulu ada. SekarangPilpres tidak ada (sosialisasi). Kami orang gunung, jangan dibadoh-bodohi terus,” ucapnya dihadapan Majelis Hakim Konstitusi.
Kesaksian Novela saat ditanya hakim-hakim MK memang sangat menarik perhatian. Masyarakat juga banyak mengomentari kesaksian Novela di media sosial, twitter dan facebook.
Di deretan trending topic twitter, terdapat dua kata kunci yang terkait dengan para saksi dari Papua dan Papua Barat yakni #Papua dan #NovelaBohong.
Sebagian mengkritik kesaksian Novela Nawipa, namun ada pula yang bersimpati. Akun milik aktivis Fadjroel Rachman lewat akun @fadjroeL seolah bertanya menjawab kicauan netizen. “O ya? RT @henry_5iahaan: heboh berita di TV O*E si gadis lugu dr gunung, eh taunya Ketua DPC Gerindra Paniai, Papua,” tulis akun @fadjroeL.
Sementara akun @ramlan20 menulis,”Cie..kubu sebelah bikin hastag #NovelaBohong pake buzzer robot kah ? ngakak.”
Begitu pula di Facebook. Netizen menjelajah hingga akun Novela Nawipa dan menemukan informasi aktivitas Novela di Partai Gerindra. Di Fan Pages Tribunnews, Lina Zoen menulis “Ternyata saksi dari Papua novela nawipa adalah ketua cabang Partai Gerindra. Sok belaga lugu lagi. Jadi dia bohong dengan menyebut sebagai masyarakat biasa. FB nya www.facebook.com/novela.nawipa.”
Lewat akun facebook diketahui Novela beberapa kali berkunjung ke beberapa kawasan di Jakarta seperti kawasan Setneg, Mangga Besar hingga Parung Bogor. Sebagian besar terkait aktivitas politik Novela.
Ada pula netizen yang mengunggah gambar orang-orang bersorak membawa bendera Israel dan pesawat tempur. Gambar diunggah pada 24 Februari 2013 via ponsel pintar Blackberry (BB). Pada foto itu Novela menulis, “Hai …. Putri- putri Sion —- kibarkan trus Panji Raja”.
Foto yang sudah diunggah lebih dari setahun lalu itu langsung marak kembali. Hingga Rabu siang sudah 77 kali dibagikan ulang oleh netizen. Tentang foto ini akun Ayahrakhanisa menulis,”Saksi andalan Prabowo yg katanya orang kampung ternyata…. WOOW !!!”
Novela langsung tenar dalam sehari, bahkan Tim kuasa hukum pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa berencana meminta perlindungan keamanan terhadap para saksi terutama Novela Nawipa.
Menurut Habiburokhman, jaminan keamanan itu harus dimintakan bagi para saksi yang mereka ajukan, terutama saksi asal Papua, dan khususnya untuk Novela Nawifa.@ridwan_LICOM
Novela Nawipa "Srikandi" dari tanah Papua
Novela Nawipa
Dari daerah itu lahir Joni Haluk, pebisnis kelahiran Kampung Pugima, Wamena, yang membidani kelahiran Asosiasi Pengusaha Anak Adat Papua pada Mei 2005 sebelum organisasi ini menjadi Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP) pada pertengahan 2006.
Dari Tanah Wamena, Provinsi Papua, itu juga lahir seorang perempuan pengusaha muda bernama Novela Nawipa.
Perempuan kelahiran Wamena 14 September 1984 ini menekuni bisnis rumah, tanah dan emas sejak 2009 di atas keyakinannya yang kuat bahwa untuk membangun perekonomian Papua yang lebih baik, "mulailah dari perempuan dan pemuda".
Dengan bekal keyakinan dirinya yang kuat itu, Novela mulai membangun bisnisnya dari hasil "berkebun emas".
Kegiatan jual-beli maupun menggadaikan logam mulia bersertifikat produk Antam untuk mendapatkan dana segar baru guna membeli lebih banyak emas itu dilakukannya dengan tekun.
"Transaksi per harinya bisa sepuluh gram kalau harga emas lagi naik. Saya menjual satu koin emas dan uangnya dipakai untuk membeli dua koin emas. Ini saya lakukan terus-menerus sehingga saya bisa mengumpulkan sampai 20 gram emas," katanya.
Dalam menjalankan kegiatan bisnis rumah, tanah dan emas yang diyakininya tetap berprospek baik ini, Novela memilih sebuah Bank Muamalat sebagai mitra keuangan usahanya karena sistem Syariah dan bagi hasil yang diterapkan bank tersebut terbukti menguntungkan.
"Bagaimana kita bisa saling menguntungkan, itu yang penting buat saya walau saya orang Kristen," katanya.
Keberhasilan yang sementara ini telah dicapainya telah membuat hidupnya relatif berkecukupan secara ekonomi, kondisi yang tak dirasakannya di masa kanak-kanak hingga remajanya. "Saya jatuh bangun tapi saya terus melangkah karena ada cahaya di ujung lorong," ujarnya.
Kondisi ekonomi keluarganya yang terbatas itu telah memaksanya untuk senantiasa kreatif dan bekerja keras untuk meraih cita-cita.
"Saya bekerja apa saja untuk bisa bertahan dan meneruskan sekolah. Sewaktu di sekolah dasar, saya jualan sayur mayur dan hasil-hasil kebun yang lain di pasar. Lalu, saat masih duduk di bangku SMP, saya bekerja sebagai tukang cuci pakaian."
Tamat dari SMP, kehidupan Novela tidak lantas membaik sehingga dia tidak punya banyak pilihan untuk menopang hidupnya. "Waktu duduk di kelas dua SMA, saya pernah menjadi tukang ojek dengan menyasar para penumpang wanita."
Kegetiran hidup itu terus berlanjut hingga dia kuliah di Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ).
Seperti dituturkan Novela, selama di bangku kuliah itu, dia hanya berbekal dua helai celana panjang dan lima potong baju saat kuliah.
Kondisi hidupnya itu tidak membuatnya patah semangat. Sebaliknya, kreativitas anak tertua dari delapan bersaudara ini justru semakin terbangun.
"Saya pernah membantu rekan kuliah saya menyelesaikan tugas papernya. Dari situ, saya mendapat Rp300 ribu."
"Saya melakukan semua ini karena, sebagai anak tertua, apa pun saya tempuh dengan cara yang halal agar saya bisa menjadi contoh yang baik bagi adik-adik saya," kata pengusaha ini.
Pahit getirnya hidup yang dia rasakan semasa sekolah itu membuatnya ringan untuk membantu sesama.
Bahkan, ibu satu anak yang harus menjadi orang tua tunggal setelah ditinggal mati suami ini menerapkan filosofi "berbagi" dengan sebanyak mungkin orang dari hasil usahanya.
"Cukup bagi saya kuliah dengan mengeluarkan air mata. Saya tidak ingin anak-anak Papua yang lain mengalami hal serupa dengan yang pernah saya alami dulu. Saya buat kolam kebaikan buat mereka," kata dia.
Dari hasil bisnisnya itu, Novela lantas menyekolahkan dua anak asal Wamena dan satu anak asal Paniai. Keduanya telah lulus pendidikan sarjana bidang pendidikan dari Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STIKIP) Abdi Bangsa Paniai.
"Kini mereka sudah menjadi guru di pedalaman Papua. Membangun orang Papua, terutama mereka yang berasal dari pedalamanan, harus dimulai dari pembentukan karakter terlebih dahulu. Di sinilah pentingnya pendidikan. Beri konseling ke anak-anak Papua supaya mereka tahu kemana arah yang benar," katanya.
Sebagai pengusaha yang semasa kuliah pernah aktif dalam kegiatan gereja dan gerakan perempuan, Novela mengatakan dia mendambakan kondisi Papua yang maju dan sejahtera.
Dalam kaitan ini, mantan aktivis Ikatan Perempuan Pegunungan Tengah ini menggarisbawahi pentingnya pembangunan infrastruktur jalan bermutu yang dapat membuka akses berbagai wilayah di provinsi itu dengan senantiasa memperhatikan kepentingan masyarakat setempat.
Akses jalan yang terbatas tersebut, menurut dia, merupakan salah satu akar permasalahan dari lambannya pembangunan di daerah pegunungan. Akibatnya, harga berbagai barang kebutuhan rakyat di sana pun bisa dua kali lipat dari daerah lain, katanya.
"Di Puncak Jaya, harga satu sak semen, misalnya, bisa mencapai Rp1,5 juta padahal di Jayapura hanya Rp80 ribu, di Nabire Rp120 ribu dan di Paniai Rp175 ribu."
Kondisi jalan yang baik juga dirasakan Novela masih dirasakan sehingga di sejumlah daerah, termasuk ruas jalan Nabire - Paniae sepanjang 250 kilometer dapat ditempuh lebih dari sembilan jam saat hujan mengguyur daerah tersebut, katanya.
"Kalau kondisi jalan lagi rusak, harga satu liter bensin pun bisa mencapai Rp50 ribu," kata pengusaha yang menjalankan bisnisnya lewat CV Iyobai ini.
Mempertimbangkan realitas infrastruktur yang ada selama ini dan kondisi alam Papua, Novela memandang moda transportasi yang lebih tepat untuk dikembangkan di Papua adalah kereta api.
"Kereta api ini merupakan solusi. Untuk itu perlu dibangun rel kereta api karena keberadaan kereta api yang menjangkau wilayah-wilayah yang ada merupakan masa depan Papua."
Dalam pandangan perempuan pengusaha kelahiran Wamena ini, ekonomi dan kesejahteraan merupakan kata kunci bagi penyelesaian masalah Papua.
"Kepercayaan rakyat tidak bisa dibeli dengan uang melainkan dengan kerja-kerja nyata yang berorientasi pada kesejahteraan yang berkeadilan bagi mereka," katanya.
Selasa, 12/08/2014 11:19 WIB, Sidang Sengketa Pilpres, Ayunda W Savitri - detikNews
Foto: Grandyos Zafna Manase Mesah/detikcom
"9 Juli," jawab Novela di Ruang sidang MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakpus, Selasa (12/8/2014).
Namun saat ditanya pelaksanaannya dari pukul berapa, Novela menjawab tidak tahu. Hal ini dikarenakan di distriknya tidak ada proses pemungutan suara. "Tadi tanggal 9 Juli itu apa?" tanya Hamdan. "Itu di tempat lain," jawab Novela yang juga mengatakan saat itu dirinya berada di kampung dan melihat tidak ada TPS.
"Tidak ada. Saya tidak bisa terangkan karena tidak ada yang bisa diterangkan," lanjut putri daerah ini tegas
Pertanyaan dilanjutkan oleh Patrialis Akbar. Dia menanyakan bagaimana suasana di distrik saat itu. Mendengar itu Novela dengan spontan menyemprot Patrialis."Jangan tanya ke saya karena saya juga masyarakat, tanyanya ke penyelenggara pemilu!" cetusnya. Mendengar itu, Patrialis menanggapi santai. "Nggak apa-apa saya suka gaya-gaya anda seperti ini. Lanjutkan terus ya. Ini gaya Kartini masa kini," ujar Patrialis sambil tersenyum.
Novela pun balas tersenyum. Ia mengatakan tidak ada komunikasi dengan siapa pun. Kejadian lucu pun terjadi saat Hakim Arief Hidayat menanyakan berapa jarak antara desa dengan distriknya. "300 kilometer!" kata perempuan yang mengenakan baju batik berwarna cokelat ini spontan.Sontak saja jawaban itu langsung membuat Hakim Arief terbelalak. Sadar akan ekspresinya, Novela langsung buru-buru meralat pernyataannya. "30 kilometer, eh 300 meter. Saya manusia Pak, pasti punya salah nggak apa-apa," ucap Novela tertawa
Para hakim yang mendengar celotehan itu pun langsung tertawa. Dalam suasana yang cair itu, Hakim Arief kembali mencoba bertanya apakah Novila sebagai saksi mandat distrik mengetahui ada kegiatan lain di distrik lainnya dengan jarak yang tak terlalu jauh itu.
"Saya tidak mau bicara kampung lain. Saya maunya di kampung saya," katanya. Bingung mau bertanya apa lagi, Hakim Arief pun memutuskan untuk menyudahi sesi tanya jawab ini. "Saya bisa kacau," celetuknya sambil geleng-geleng kepala tertawa. "Ya Bapak kacau saya, juga bisa kacau," tutup Novela. Tak urung kesaksian Novela melahirkan tawa seisi ruang sidang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar