Jokowi Bisa Veto Pilkada Tak Langsung
MEDAN - Setelah melewati persidangan panjang, DPR
RI akhirnya meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala
Dalam RUU tersebut DPR menyepakati pasal yang
sangat krusial, yakni perubahan mekanisme pilkada, dari pemilihan
langsung oleh rakyat, menjadi pemilihan lewat DPRD. Hanya saja keputusan
tersebut belum final. Karena berdasarkan ketentuan perundang-undangan,
RUU harus mendapatkan persetujuan dari Presiden.
"Paripurna di DPR kemarin masih pendahuluan. Persoalan Pilkada melalui DPRD itu, sekarang ranahnya di Presiden. Jadi belum final. Kalau sikap Partai Demokrat yang walk out pada paripurna kemarin merupakan representasi dari keputusan SBY, maka hampir pasti Presiden SBY tidak akan menandatangani pengesahan RUU tersebut," jelas pengamat politik, Fakhrudin Pohan, Jumat (26/9/2014) malam.
Fakhrudin menjelaskan, jika Presiden SBY tidak menandatangani RUU tersebut dalam waktu dekat, secara otomatis kewenangan memberikan persetujuan akan beralih ke Joko Widodo selaku presiden terpilih. Jokowi tentunya memiliki kepentingan politik berbeda dari keputusan DPR.
"Waktu pengesahan RUU itu oleh Presiden 30 hari. Sementara, sisa masa jabatan Presiden SBY kurang dari 30 hari. Jadi kalau tidak ditandangani SBY, Jokowi bisa memveto RUU itu. Atau setidaknya Jokowi bisa meminta agar RUU itu dikaji ulang," terangnya.
Fakhrudin juga mengingatkan, jika dalam posisi saat ini, baik SBY maupun Jokowi sangat mungkin melakukan manuver politik. Keduanya sangat mungkin membuat konspirasi agar RUU tersebut akhirnya batal disahkan menjadi undang-undang.
"Ini yang berbahaya. Kita khawatirnya ada konspirasi antara Presiden SBY dan Jokowi. Kita tahu bahwa keduanya memiliki kepentingan politik yang besar saat ini. Bisa saja ada konspirasi yang mereka susun. Apalagi komunikasi SBY dan Jokowi belakangan sangat intens seiring transisi pemerintahan. Itu belum lagi kalau konstalasi politik di Koalisi Merah Putih yang getol meloloskan RUU itu, berubah. Jadi ini benar-benar belum final," jelasnya.Minggu, 28 September 2014 | 04:24 WIB
Membaca Tujuan Akhir UU Pilkada Versi Prabowo
"Jika dalam lima tahun ini koalisi merah putih menguasai DPRD, menguasai kepala daerah, menguasai MPR, maka mudah sekali mengandamen UUD 1945. Jadi rakyat nanti tidak sadar di-bully oleh MPR," kata Hayono seusai diskusi di Restoran Rarampa, Sabtu, 27 September 2014. (Baca: Pilkada, PPP: Demokrat Mainkan Skenario Prabowo)
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bakti, membenarkan peluang itu. Menurut dia, tujuan akhir politik Koalisi Merah Putih yang mengusung calon presiden Prabowo Subianto, memang bukan hanya Pemilukada. (Baca: Pengamat: RUU Pilkada Balas Dendam Kubu Prabowo)
"Bukan mustahil pemilu presiden nanti (tak dipilih langsung oleh rakyat)," kata Ikrar. Alasannya, menurut dia, Prabowo tahu persis, sulit bagi dia untuk terpilih lagi dalam pemilihan umum langsung oleh rakyat. (Baca: Sindir Ahok, Prabowo: Kutu Busuk, Kutu Loncat?)
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, gembira dengan disahkannya Revisi Undang-Undang Pilkada. "Cukup menegangkan, tetapi cukup membanggakan, saudara-saudara sekalian," kata Prabowo saat membuka acara Silaturahmi dan Orientasi Anggota DPR RI Periode 2014-2019 Koalisi Merah Putih di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat, 26 September 2014. (Baca:
Prabowo Senang Pilkada Langsung Dihapus)
Karena itu, Prabowo menyatakan salut dan bangga serta menyampaikan penghormatan setinggi-tingginya kepada anggota DPR dari Koalisi Merah Putih yang berjuang menggolkan RUU Pilkada. "Saya bangga kepada pelaku Koalisi Merah Putih di parlemen yang gigih dan memperlihatkan bahwa Koalisi Merah Putih adalah koalisi yang riil, nyata, solid, serta punya komitmen kepada idealisme dan ideologi." (Baca juga: Prabowo Kumpulkan Koalisi Bahas RUU Pilkada)
FEBRIANA FIRDAUS | PRIHANDOKO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar