Kamis, 18 Desember 2014

"Confidence atas Manajemen Ekonomi Jokowi Rendah, Menjelang 2015 ekonomi Indonesia melemah, Rupiah anjlok


Ekonomi Indonesia Lagi Dirantai (Sofyan Djalil: Okezone)

Ekonomi Indonesia Lagi Dirantai
JAKARTA – Laju perekonomian Indonesia masih belum sesuai harapan. Pasalnya, laju ekonomi Indonesia terhambat oleh tingginya impor, yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi tidak sehat.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, perekonomian Indonesia saat ini sedang dirantai. Menurutnya, banyak belenggu-belenggu yang menghalangi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Jago kungfu pun kalau di rantai tidak bisa apa-apa," kata Sofyan di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (18/12/2014).
Pembelenggu ekonomi tersebut bisa berasal dari luar dan dalam negeri. Sofyan mengatakan, belenggu terbesar diperoleh dari dalam negeri yang belum bisa menghasilkan hal-hal produktif.
"Mari kita lepaskan rakyat Indonesia dari belenggu kemiskinan, birokrasi, dan sebagainya. Dengan mengubah hal-hal tidak produktif tersebut sehingga negara kita bisa lebih mandiri," kata dia.
Dengan kemandirian dalam negeri, diharapkan Indonesia dapat menyumbang lebih banyak untuk pembangunan perekonomian. Sehingga masalah kemiskinan, infrastruktur, pengangguran dan yang lainnya bisa teratasi.
(rzy)

"Confidence atas Manajemen Ekonomi Jokowi Rendah, Penyebab Lain Pelemahan Rupiah"

Selasa, 16 Desember 2014 | 11:00 WIB
TRIBUNNEWS/HERUDIN Teller sebuah bank di Jakarta Selatan menghitung uang rupiah di atas dolar Amerika Serikat.
JAKARTA, KOMPAS.com -- Tren nilai tukar rupiah masih terus melemah, Selasa (16/12/2014). Faktor dinamika perekonomian global disebut bukan alasan tunggal ataupun yang terkuat. (Baca juga: Rupiah Loyo, Ekonom Bilang Kita Tak Bisa Lawan Arah Dunia).

"Anjloknya (nilai tukar) rupiah juga disebabkan rendahnya confidence terhadap macroeconomic management pemerintahan Jokowi (Presiden Joko Widodo, red)," papar ekonom dari Sustainable Development Indonesia Dradjad Hari Wibowo, Selasa.

Dradjad tidak menampik penghentian stimulus (quantitative easing) The Fed memang membuat pasar berkeyakinan bahwa suku bunga di Amerika akan naik, dollar AS bakal berbalik ke negeri asalnya, dan yang karenanya terjadi penguatan kurs dollar AS.

Namun, bila faktor Amerika dan dinamika ekonomi global ini merupakan penyebab utama, Dradjad menyodorkan India terbukti tak terimbas sebesar Indonesia, meski sama-sama berada di kawasan negara berkembang.

"India sekarang menikmati confidence yang cukup tinggi sehingga rupee relatif stabil terhadap dollar AS meski mata uang lain melemah. Ini karena masuknya banyak modal baru ke India," tutur Dradjad.

Bukan seketika


Kepercayaan pelaku pasar kepada Indonesia, kata Dradjad, memang tidak merosot drastis. "Tapi melemah," sebut dia. (Baca juga: Pak Jokowi, Beker Sudah Berbunyi Nyaring).

Pemicu dari pelemahan kepercayaan pasar itu, papar Dradjad, adalah inflasi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak yang ternyata melampaui ekspektasi.

Menurut Dradjad, pasar juga tak yakin akan ada perbaikan signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia, setelah kenaikan harga bahan bakar ini.

"Indonesia terlalu tergantung pada ekspor komoditas, sementara harga komoditas ikut anjlok sejalan merosotnya harga minyak," urai Dradjad soal ketidakyakinan atas neraca perdagangan itu.

Dradjad juga menganalisa, kemampuan pemerintah untuk menggenjot pajak dan membiayai pembangunan pun disangsikan, seiring anjloknya harga komoditas yang jadi andalan pendapatan dari perdagangan itu.

"Intinya, pemerintah harus bisa meyakinkan pasar bahwa pemerintah punya strategi untuk mengompensasi dampak anjloknya harga komoditas (bagi neraca perdagangan Indonesia)," tegas Dradjad.

Sebelumnya, ekonom Raden Pardede mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah merupakan imbas dari arah perekonomian global yang berbalik ke Amerika setelah penghentian kucuran stimulus The Fed.

Sementara itu, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil pun menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah semata akibat dollar yang "pulang kampung" karena ekspektasi perbaikan perekonomian Amerika. Argumentasinya, pelemahan kurs tak hanya dialami rupiah.


Penulis: Palupi Annisa Auliani
Editor : Palupi Annisa Auliani

Rupiah Anjlok, Kemampuan Tim Ekonomi Jokowi Dipertanyakan,"Ini Pak Menteri punya kebijakan ekonomi yang jitu nggak?"

Selasa, 16 Desember 2014,Oleh : Suryanta Bakti Susila
Ilustrasi uang rupiah
VIVAnews - Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah. Bahkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Mencapai Rp12.900 per US$1. Pelemahan ini merupakan yang terendah sejak tahun 1998.

Wakil Ketua Komisi XI DPR, Marwan Cik Asan, meminta Presiden Joko Widodo menjelaskan kepada rakyat, penyebab dan langkah-langkah untuk mengatasi pelemahan rupiah tersebut.

"Kita harapkan menteri terkait dapat menjelaskan kepada masyarakat penyebab melemahnya rupiah. Juga memaparkan secara jelas dan konkret program-program ekonomi, termasuk pengendalian moneter bersama BI," kata Marwan dalam keterangannya, Selasa 16 Desember 2014.

Menurut politikus asal Lampung ini, ada faktor global terhadap melemahnya rupiah hingga titik terendah pada era reformasi ini. Faktor global itu antara lain, penguatan US$ sebagai akibat membaiknya ekonomi Amerika Serikat yang memicu rencana kenaikan suku bunga sebagaimana hasil rapat The Federal Market Open Comitte (FMOC).

Meski demikian, Marwan melihat adanya faktor dari dalam negeri yang membuat investor tidak yakin terhadap kepiawaian tim ekonomi Pemerintahan Jokowi-JK.
Dia mencontohkan salah satunya, blunder yang dibuat Jokowi dengan mencabut subsidi, sehingga harga BBM naik di saat harga minyak dunia turun.

"Meningkatnya demand US$ secara nasional menjelang akhir tahun, juga yang paling utama disebabkan ketidakyakinan investor atau publik pada program ekonomi kabinet Jokowi," kata politisi Partai Demokrat itu.

Marwan menyangkal pernyataan Menko Perekonomian Sofyan Djalil bahwa pelemahan rupiah dipicu kebijakan salah pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurutnya, tidak tepat Menko Sofyan mengeluarkan dalih seperti itu.

"Jadi sangat tidak tepat dan tidak bijak jika Menko Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan bahwa melemahnya rupiah saat ini sebagai akibat residual kebijakan ekonomi masa lalu," ujar Marwan.

Menurut Marwan, mestinya tim ekonomi kabinet Jokowi lebih fokus pada program yang tepat ketimbang menimpakan kesalahan kepada pejabat sebelumnya.

"Ini Pak Menteri punya kebijakan ekonomi yang jitu nggak? Jangan karena tidak punya kebijakan yang jitu untuk meredam pelemahan rupiah malah menyalahkan orang lain. Ini bukan sifat negarawan," kata dia.

Presiden Jokowi, kata Marwan, sebaiknya segera mengevaluasi kemampuan tim ekonominya, apakah benar bisa bekerja atau malah memberikan beban di kemudian hari.

"Jangan sampai akibat ketidakpercayaan publik pada tim ekonomi mengakibatkan capaian 10 tahun kemajuan ekonomi di era presiden SBY gagal di lanjutkan oleh Presiden Jokowi," ujarnya. (ase)

Tidak ada komentar: