Minggu, 18 Januari 2015

Tiga Kebijakan Menteri Anies Baswedan Ini Ngawur? DPD Minta Menteri Anies Buat Kurikulum yang Asik

Tiga Kebijakan Menteri Anies Baswedan Ini Ngawur
Sabtu, 17 Januari 2015 , 09:33:00 WIB,Laporan: Zulhidayat Siregar
ANIES BASWEDAN
  


RMOL. Tiga kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dasar-Menengah terkesan ngawur dan tidak melalui analisis serta kajian yang mendalam. Yaitu, menghentikan pemberlakukan kurikulum 2013, mengajak investor asing membangun SMK dan mengganti buku pelajaran yang menggunakan kertas dengan electronic book atau disebut E-Sabak.

Penilaian itu disampaikan Sekretaris Bidang Pendidikan dan Kaderisasi PP Pemuda Muhammadiyah, Muhammad Abrar Parinduri, dalam keterangannya pagi ini (Sabtu, 17/1).

Menurutnya, tiga kebijakan Kemendikbud tersebut secara sepintas dirasakan berpihak kepada kemajuan dan perkembangan dunia pendidikan.

"Tetapi jika dikaji lebih jauh justru kebijakan-kebijakan tersebut membawa dunia pendidikan Indonesia pada situasi yang tidak menentu dan pudarnya nilai-nilai luhur pendidikan yang telah ditanamkan para the founding father pendidikan Indonesia," jelasnya.

Soal penghentian pemberlakukan kurikulum 2013, dia menilai, Menteri Anies Baswedan tak mengerti bahwa secara tidak langsung turut membiarkan terjadinya kerusakan moral dan kebangkrutan akhlak para pelajar. Karena munculnya kurikulum 2013 berangkat dari kegelisahan orangtua dan stake holders pendidikan terhadap maraknya kasus kekerasan seperti tawuran, narkoba dan perbuatan asusila di kalangan pelajar.

"Terbentuknya pendidikan karakter yang baik dalam diri pelajar adalah mainstream dalam pemberlakuan kurikulum 2013," tegasnya.

Sementara soal pelibatan investor asing dalam pembangunan SMK, Abrar juga menekankan, bertentangan dengan semangat nasionalisme kebangsaan.

Pasalnya, Indonesia memiliki banyak pengusaha pribumi yang masih punya komitmen tinggi terhadap kemajuan negara khususnya dalam bidang pendidikan. Disamping itu dana CSR yang berasal dari BUMN juga sangat memungkinkan untuk pembangunan SMK di berbagai daerah.

"Yang dibutuhkan sebenarnya bukan investor asing akan tetapi optimalisasi dan pengawasan terhadap APBN dan APBD agar tepat guna dan tepat sasaran," imbuhnya.

Terakhir, terkait program E-Sabak (tablet). Dia menjelaskan, tujuan utama dari program ini adalah mengganti buku pelajaran yang semula dalam bentuk kertas menjadi buku elektronik. Perangkat utama yang dibutuhkan dalam program ini adalah listrik dan tablet. Padahal, di daerah-daerah pedalaman Indonesia masih banyak masyarakat yang tidak menikmati aliran listrik.

Apalagi dia mengungkapkan, pelajar yang tinggal di daerah pedalaman lebih mengutamakan bertahan hidup daripada memperbaiki tablet yang rusak.

"Bertahan hidup di daerah pedalaman bukanlah hal yang mudah. Karena semuanya serba mahal. Sebaiknya Anies mengkaji ulang atau membatalkan program E-Sabak tersebut," demikian dosen Ilmu Pendidikan Universitas Ibnu Chaldun Jakarta ini. [zul]
 DPD Minta Menteri Anies Buat Kurikulum yang Asik
Senin, 29 Desember 2014 , 21:41:00 WIB,Laporan: Samrut Lellolsima

  


RMOL. Penghentian Kurikulum 2013 oleh Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan membuat sekolah di Indonesia tidak punya kurikulum yang seragam.

Walaupun sudah dihentikan, Kurikulum 2013 masih diterapkan di 6.221 sekolah yang sudah menerapkan kurikulum ini selama tiga semester sebagai percontohan, sementara ada 211.779 sekolah yang menerapkan Kurikulum 2006.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris mengatakan, dirinya mendapat banyak SMS dan email dari berbagai daerah terutama dari para orang tua yang menginginkan ada sebuah formulasi kurikulum yang mampu menghadirkan proses belajar mengajar menjadi asik dan menyenangkan.

"Harapan saya, kondisi seperti ini (ada dua kurikulum yang diterapkan) jangan terlalu lama berlangsung. Kami (DPD)  meminta Menbuddikdasmen Anies Baswedan segera memformulasikan sebuah kurikulum di mana peserta didik bisa menikmati proses belajar mengajar dan tentunya yang setara dan berkualitas," ujar Fahira yang juga Wakil Ketua Komite III DPD yang salah satu bidangnya adalah mengurusi pendidikan ini di Jakarta (29/12).


Salah satu persoalan mendasar pendidikan Indonesia adalah kualitas guru. Oleh karena itu kurikulum ke depan harus menjawab persoalan peningkatan kualitas guru. Menurut Fahira, jika ingin merubah wajah pendidikan kita bukan melulu soal mengganti kurikulum, tetapi bagaimana melatih guru agar mampu membuat proses belajar mengajar menjadi asik dan menyenangkan.

Selain guru, dalam setiap perumusan kurikulum, peserta didik harus didengar aspirasinya. Hal ini menjadi penting karena para guru dan peserta didik-lah yang menjadi aktor utama penerapan kurikulum.  Salah satu alasan seringnya pergantian kurikulum di Indonesia, lanjut Fahira, adalah karena nilai peserta didik di Indonesia di tingkat internasional dianggap rendah. Padahal, anak-anak Indonesia pintar.

"Lihat saja, setiap ada olimpiade matematika, fisika, sains tingkat dunia, anak-anak kita selalu dapat medali emas. Artinya, perlu guru yang berkualitas untuk mengajari anak-anak kita yang pintar. Mau tiap tahun ganti kurikulum, kualitas pendidikan kita tidak akan maju selama kualitas guru tidak ditingkatkan," paparnya.

"Saya yakin jika pemerintah fokus melatih guru, kualitas pendidikan kita akan melesat maju," sambung Senator asal DKI Jakarta ini.

Satu lagi yang paling penting dalam penerapan kurikulum, tambah Fahira, adalah kesiapan guru-guru di daerah terutama di Daerah tertinggal, terluar, dan terdepan. Dia berharap penyempurnaan kurikulum ke depan sesuai fakta dan realitas daerah-daerah di Indonesia.

"Idealnya turun dulu ke lapangan baru kurikulum dirumuskan. Jangan pakai kacamata Jakarta atau daerah lain yang infrastruktur pendidikannya sudah maju. Sehingga kurikulum bisa jadi solusi bukan malah jadi masalah baru. Saya pribadi yakin Menteri Anies punya terobosan membenahi wajah pendidikan kita," tukas Ketua Yayasan Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri ini.[dem]

Tidak ada komentar: