Puan Tegaskan Jokowi Masih Petugas Partai
Selasa, 3 Februari 2015 | 16:31 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi PDI Perjuangan, Puan Maharani, menegaskan bahwa Joko Widodo masih menjadi petugas partai tersebut. Ia tidak mempermasalahkan jika ada partai lain yang ingin mencalonkan Jokowi sebagai presiden pada Pemilu Presiden 2019.
Hal itu disampaikan Puan menyikapi wacana organisasi Pro Jokowi (Projo) berubah format menjadi partai baru dan mengusung Jokowi sebagai calon presiden pada pemilu mendatang. Menurut Puan, setiap orang memiliki hak untuk membentuk parpol dan menentukan sikap partainya.
"Itu kan hak politik semua warga negara. Asal ada orangnya, ada nama parpolnya, boleh-boleh saja. Sah-sah saja semua orang mau bangun parpol," kata Puan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (3/2/2015) siang.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu tidak mempermasalahkan jika nantinya Jokowi bersedia diusung oleh Projo pada pemilu mendatang. Demikian pula jika Jokowi bersedia dicalonkan sebagai presiden oleh partai selain PDI-P.
Namun, Puan mengingatkan bahwa Jokowi sebelumnya berhasil menjadi presiden karena diusung oleh PDI-P. Oleh karena itu, secara etika politik, Jokowi masih menjadi bagian dari partai berlambang banteng tersebut.
"PDI-P bersama Jokowi dan Jokowi masih sebagai petugas partai, kader PDI-P," ucap Puan.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Pro Jokowi (DPC Projo) Solo Sugeng Setyadi mengatakan bahwa organisasi yang dipimpinnya siap berubah menjadi partai politik apabila dikehendaki (baca: Relawan Jokowi di Solo Berniat Jadi Parpol). Hanya saja, perubahan bentuk tersebut harus seizin dari pimpinan dewan pembina, yakni Presiden RI Joko Widodo.
"Ya, kami siap untuk mendukung Pak Jokowi hingga 2019. Kalau memang Pak Jokowi menginginkan ada perubahan ke parpol, kami siap juga tidak ada masalah," katanya.
Penulis | : Ihsanuddin |
Editor | : Laksono Hari Wiwoho |
Dua Indikasi Presiden Jokowi Dipengaruhi Megawati
"Saya menduga Jokowi sudah di-fait accompli oleh Mega supaya mengajukan Budi Gunawan,” ujar Syamsuddin, Rabu, 14 Januari 2015.
Indikasi pengaruh Mega itu, tutur Syamsuddin, terlihat dari upaya PDIP memuluskan pencalonan Budi. Sedangkan Jokowi sebenarnya sudah mendengar sejumlah masukan tentang kasus rekening gendut yang menjerat Budi. "Ada kemungkinan Jokowi tak sanggup menolak."
Jokowi, tutur Syamsuddin, sulit menghindar dari pengaruh Mega lantaran tak memiliki kekuatan politik. Di internal PDIP, Jokowi tak memiliki pengaruh dan jabatan strategis. Dalam politik nasional, PDIP saat ini juga bukan partai yang punya dukungan dominan. “Memang, sebagai presiden, Jokowi dihadapkan pada situasi sulit,” katanya.
Dari catatan Tempo, setidaknya ada dua indikasi Jokowi belum bisa mengambil keputusan tegas dan cepat setelah KPK menetapkan Budi sebagai tersangka pada 13 Januari 2015.
1. Lamban menentukan sikap
Presiden Jokowi berencana membahas nasib Budi Gunawan pada Selasa malam, 13 Januari 2015, seperti yang diungkapkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Ia menjelaskan pula soal reaksi Presiden setelah KPK mengumumkan Budi Gunawan menjadi tersangka kasus rekening gendut pada Selasa siang.
“Beliau kaget. Tentu saja ini harus direspons karena, KPK sudah menetapkan (Budi sebagai tersangka),” ujar Pratikno di Istana Negara, Selasa sore, 13 Januari 2015.
Rupanya, rencana rapat malam itu diurungkan. Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menuturkan rapat soal rekomendasi Komisi Kepolisian Nasional setelah Budi ditetapkan sebagai tersangka baru dilaksanakan keesokan harinya.
Malam itu, kesibukan justru terlihat di rumah Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta. Sejak pukul 17.37 hingga 19.00 WIB, tiga orang petinggi partai menyambangi rumah Megawati. Di antaranya, Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Sutiyoso. Keluar-masuk mobil di rumah itu bahkan berlangsung hingga dinihari.
2. Menunggu rapat paripurna DPR
Walau berencana membahas soal Budi Gunawan sejak Rabu pagi, 14 Januari 2015, Presiden tak kunjung mengeluarkan penjelasan yang ditunggu publik mengenai sikap Istana. Hal ini terdeteksi lewat pernyataan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh setelah bertemu dengah Presiden di Istana pada Rabu siang.
Surya mengatakan tetap menyokong pengajuan calon Kepala Polri oleh Presiden. "Bukan Budi Gunawan-nya, tapi saya mendukung tatanan sistem ketatanegaraan kita. Bukan personel atau pribadi siapa pun," ujar Surya di Istana Negara, Rabu, 14 Januari 2015.
Adapun Presiden Jokowi baru menggelar jumpa pers sehabis Maghrib dan menyatakan masih menunggu lagi sidang paripurna DPR pada Kamis, 15 Januari 2015.
TIM TEMPOMinggu, 18 Januari 2015 | 03:55 WIB
'Jokowi Jadi Presiden karena Mega, Itu Tak Gratis'
"Yang membuat Jokowi jadi presiden itu Mega. Itu tak gratis. Kalau Mega punya kepentingan pasti dia minta ke Jokowi," kata Salim di Menteng, Sabtu, 17 Januari 2015. (Baca: Ditunda Jokowi, Tamu Budi Gunawan Silih Berganti)
Ia menyatakan, polemik pengajuan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kepala kepolisian sangat kuat adalah keinginan dan permintaan Megawati. Budi dikenal Mega sebagai sosok polisi baik saat jadi ajudannya selama lima tahun.
Saat Jokowi jadi presiden, Mega kemungkinan ingin orang-orang yang dinilainya baik secara subjektif dapat memiliki posisi penting dan tinggi, termasuk Budi. Jokowi sampai saat ini belum bisa gamblang menolak keinginan Megawati. (Baca: Tunda Budi, Jokowi Atasi Desakan Kubu Megawati) "Dia (Jokowi) sekarang bisa menyelesaikan masalah ini. Tapi akan terus berhadapan dengan masalah yang sama seperti ini. Apakah sanggup terus kaya begini?" kata Salim.
Sebagai presiden tanpa kekuatan partai, posisi Jokowi memang sulit karena harus mendapat dukungan real politik di parlemen dari PDIP dan koalisi Indonesia Hebat yang berada di bawah kuasa Megawati. (Baca:Gerindra Ogah Seleksi Calon Kapolri Lagi)
Jokowi hanya presiden populer yang memiliki dukungan rakyat. Akan tetapi dukungan ini akan semakin hilang jika Jokowi terus mengikuti keinginan Megawati atau partai politik yang bertentangan dengan kehendak rakyat. Hilangnya dukungan rakyat dan lemahnya posisi politik akan menjatuhkan Jokowi dengan cepat. "Jokowi harus menemukan gaya politik yang tepat. Kalau begini terus bisa hancur," kata Salim. Permasalahan Budi Gunawan hanya satu dari banyak masalah serupa yang akan muncul di kemudian hari. Megawati dan koalisi akan terus merongrong pemerintahan Jokowi atas restu dan dukungan yang tak gratis.
FRANSISCO ROSARIANS
PDI-P Kecewa Jokowi Tunda Pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri
Minggu, 18 Januari 2015 | 13:35 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) kecewa terhadap keputusan Presiden Joko Widodo yang menunda pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kepala Polri.
Ketua DPP PDI-P Trimedya Panjaitan mengaku menyesal telah mengamankan proses pencalonan Budi Gunawan itu di DPR.
"Bahwa Presiden tidak akan lantik, tentu kami kecewa sudah mengawal ini (pencalonan Komjen Budi Gunawan di Polri)," kata Trimedya dalam sebuah diskusi di kawasan Tebet, Jakarta, Minggu (18/1/2015).
Trimedya mengungkapkan, Fraksi PDI-P sejak awal sudah menjalin komunikasi politik dengan partai-partai lain saat nama Komjen Budi Gunawan diajukan oleh Presiden ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Namun, tiba-tiba Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
"(Penetapan tersangka) itu bukan urusan kami, tugas kami yang jelas mengamankan Budi Gunawan lolos di DPR. Apalagi kami dengar Presiden akan menarik surat pencalonan Budi, tetapi ternyata kan tidak juga, maka kami menjalankan apa yang jadi tugas partai," tukas Trimedya.
Setelah itu, banyak pertanyaan apakah pelantikan terhadap Budi Gunawan akan tetap dilakukan oleh Presiden setelah penetapan tersangka oleh KPK.
"Banyak teman di DPR dalam forum lobi yang bertanya soal itu. Pengurus fraksi kami, Pak Olly, dan juga Pak Setya Novanto, yang sempat berkomunikasi dengan Presiden, menyatakan (Budi Gunawan) akan tetap dilantik," papar Trimedya.
Atas dasar itu, DPR kemudian secara bulat meloloskan Budi Gunawan. Namun, ternyata Presiden bersikap lain. Pada Jumat (16/1/2015) malam, Presiden Jokowi memutuskan menunda pelantikan Budi Gunawan tanpa menyebut jangka waktunya.
Atas keputusan itu, Trimedya mengaku partainya sangat kecewa. Ia tidak mengetahui apakah keputusan itu diambil oleh Jokowi melalui pertimbangan partai atau tidak.
"Walaupun kami kecewa, kami harus terima keputusan itu. Semoga saja tidak menimbulkan turbulensi di DPR karena reputasi DPR juga harus dijaga," imbuhnya.
Presiden Jokowi memutuskan menunda melantik Budi sebagai kepala Polri. Keputusan itu diberikan meski Budi telah melalui semua tahapan untuk menduduki jabatan tersebut, termasuk telah mendapat persetujuan dari DPR. Penundaan dilakukan karena Budi sedang menjalani proses hukum setelahSelasa lalu diumumkan menjadi tersangka kasus korupsi oleh KPK.
Presiden sudah memberhentikan dengan hormat Jenderal Pol Sutarman dari jabatannya sebagai Kapolri. Komisaris Jenderal Badrodin Haiti yang sebelumnya adalah Wakil Kepala Polri lalu diangkat menjadi Pelaksana Tugas Kepala Polri.
Penulis | : Sabrina Asril |
Editor | : Sandro Gatra |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar