Minggu, 18 Januari 2015

'Jokowi Jadi Presiden karena Mega, Itu Tak Gratis' Jokowi Masih Petugas Partai, PDI-P Kecewa !

'Jokowi Jadi Presiden karena Mega, Itu Tak Gratis'  

'Jokowi Jadi Presiden karena Mega, Itu Tak Gratis'  
Presiden Jokowi menerima potongan tumpeng pertama dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dalam acara HUT PDIP ke-42 di Kantor DPP PDIP, Jakarta, 10 Januari 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta- Pengamat Militer dari Universitas Pertahanan Salim Said menyatakan, restu Megawati Soekarnoputri terhadap Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk menjadi presiden dan wakil presiden tak tulus. Restu tersebut juga memiliki unsur politis yang sarat kepentingan saat keduanya berhasil memenangkan pemilihan umum.

"Yang membuat Jokowi jadi presiden itu Mega. Itu tak gratis. Kalau Mega punya kepentingan pasti dia minta ke Jokowi," kata Salim di Menteng, Sabtu, 17 Januari 2015. (Baca: Ditunda Jokowi, Tamu Budi Gunawan Silih Berganti)

Ia menyatakan, polemik pengajuan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kepala kepolisian sangat kuat adalah keinginan dan permintaan Megawati. Budi dikenal Mega sebagai sosok polisi baik saat jadi ajudannya selama lima tahun.

Saat Jokowi jadi presiden, Mega kemungkinan ingin orang-orang yang dinilainya baik secara subjektif dapat memiliki posisi penting dan tinggi, termasuk Budi. Jokowi sampai saat ini belum bisa gamblang menolak keinginan Megawati. (Baca: Tunda Budi, Jokowi Atasi Desakan Kubu Megawati) "Dia (Jokowi) sekarang bisa menyelesaikan masalah ini. Tapi akan terus berhadapan dengan masalah yang sama seperti ini. Apakah sanggup terus kaya begini?" kata Salim.

Sebagai presiden tanpa kekuatan partai, posisi Jokowi memang sulit karena harus mendapat dukungan real politik di parlemen dari PDIP dan koalisi Indonesia Hebat yang berada di bawah kuasa Megawati. (Baca:Gerindra Ogah Seleksi Calon Kapolri Lagi)

Jokowi hanya presiden populer yang memiliki dukungan rakyat. Akan tetapi dukungan ini akan semakin hilang jika Jokowi terus mengikuti keinginan Megawati atau partai politik yang bertentangan dengan kehendak rakyat. Hilangnya dukungan rakyat dan lemahnya posisi politik akan menjatuhkan Jokowi dengan cepat. "Jokowi harus menemukan gaya politik yang tepat. Kalau begini terus bisa hancur," kata Salim. Permasalahan Budi Gunawan hanya satu dari banyak masalah serupa yang akan muncul di kemudian hari. Megawati dan koalisi akan terus merongrong pemerintahan Jokowi atas restu dan dukungan yang tak gratis.
FRANSISCO ROSARIANS

PDI-P Kecewa Jokowi Tunda Pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri

Minggu, 18 Januari 2015 | 13:35 WIB
KOMPAS.com/INDRA AKUNTONO Presiden Joko Widodo mengumumkan menunda melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri di Istana Merdeka, Jumat (16/1/2015) malam. Sebagai gantinya, Jokowi menunjuk Wakapolri Komjen Badrodin Haiti untuk melaksanakan tugas sebagai Kapolri.

JAKARTA, KOMPAS.com
 — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) kecewa terhadap keputusan Presiden Joko Widodo yang menunda pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kepala Polri.
Ketua DPP PDI-P Trimedya Panjaitan mengaku menyesal telah mengamankan proses pencalonan Budi Gunawan itu di DPR.
"Bahwa Presiden tidak akan lantik, tentu kami kecewa sudah mengawal ini (pencalonan Komjen Budi Gunawan di Polri)," kata Trimedya dalam sebuah diskusi di kawasan Tebet, Jakarta, Minggu (18/1/2015).
Trimedya mengungkapkan, Fraksi PDI-P sejak awal sudah menjalin komunikasi politik dengan partai-partai lain saat nama Komjen Budi Gunawan diajukan oleh Presiden ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Namun, tiba-tiba Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
"(Penetapan tersangka) itu bukan urusan kami, tugas kami yang jelas mengamankan Budi Gunawan lolos di DPR. Apalagi kami dengar Presiden akan menarik surat pencalonan Budi, tetapi ternyata kan tidak juga, maka kami menjalankan apa yang jadi tugas partai," tukas Trimedya.
Setelah itu, banyak pertanyaan apakah pelantikan terhadap Budi Gunawan akan tetap dilakukan oleh Presiden setelah penetapan tersangka oleh KPK.
"Banyak teman di DPR dalam forum lobi yang bertanya soal itu. Pengurus fraksi kami, Pak Olly, dan juga Pak Setya Novanto, yang sempat berkomunikasi dengan Presiden, menyatakan (Budi Gunawan) akan tetap dilantik," papar Trimedya.
Atas dasar itu, DPR kemudian secara bulat meloloskan Budi Gunawan. Namun, ternyata Presiden bersikap lain. Pada Jumat (16/1/2015) malam, Presiden Jokowi memutuskan menunda pelantikan Budi Gunawan tanpa menyebut jangka waktunya.
Atas keputusan itu, Trimedya mengaku partainya sangat kecewa. Ia tidak mengetahui apakah keputusan itu diambil oleh Jokowi melalui pertimbangan partai atau tidak.
"Walaupun kami kecewa, kami harus terima keputusan itu. Semoga saja tidak menimbulkan turbulensi di DPR karena reputasi DPR juga harus dijaga," imbuhnya.
Presiden Jokowi memutuskan menunda melantik Budi sebagai kepala Polri. Keputusan itu diberikan meski Budi telah melalui semua tahapan untuk menduduki jabatan tersebut, termasuk telah mendapat persetujuan dari DPR. Penundaan dilakukan karena Budi sedang menjalani proses hukum setelahSelasa lalu diumumkan menjadi tersangka kasus korupsi oleh KPK.

Presiden sudah memberhentikan dengan hormat Jenderal Pol Sutarman dari jabatannya sebagai Kapolri. Komisaris Jenderal Badrodin Haiti yang sebelumnya adalah Wakil Kepala Polri lalu diangkat menjadi Pelaksana Tugas Kepala Polri.


Penulis: Sabrina Asril
Editor : Sandro Gatra

Tidak ada komentar: