Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Abraham Samad, jarang
muncul di publik setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan
dokumen. Ia mengaku sengaja menyepi untuk mempersiapkan perlawanan terhadap
kasus yang dituduhkan kepadanya.
Ia bahkan berulang kali menolak diwawancarai wartawan. “Anda (majalah detik) yang pertama saya terima,” kata Samad saat menerima majalah detik di rumahnya, Jalan Kayu Putih Tengah, Pulomas, Rawamangun, Jakarta. Mengenakan baju koko putih dan peci putih, Samad terlihat pucat dan lebih kurus. Namun ia mengatakan sehat-sehat saja.
Apa yang sedang disiapkan Samad untuk menghadapi kasusnya yang ditunda oleh polisi? Apakah Samad kenal dengan Feriyani Lim? Mengapa ia menganggap kasusnya sama dengan mantan Ketua KPK Antasari Azhar? Berikut ini wawancara Irwan Nugroho, Ibad Durohman, dan Aryo Bhawono dari majalah detik dengan Abraham Samad pada Jumat, 20 Maret 2015.
Setelah nonaktif, apakah Anda masih sering ke KPK? Sering ke sana saya.
Tapi Anda jarang terlihat…. Tidak apa-apalah, supaya kamu rindu juga, kan, ha-ha-ha…. Saya bukan menghindar, tapi ada strategi. Kedua, saya sudah nonaktif. Saya tidak mau ke sana-kemari, nanti dianggap sebagai manuver untuk meningkatkan popularitas. Seperti kamu tahu, saya dituduh punya ambisi-ambisi, padahal saya tidak punya ambisi.
Bagaimana perasaan Anda, di sisa jabatan yang tinggal 11 bulan, Anda tiba-tiba dipaksa nonaktif? Harus jujur saya katakan, saya sedih. Saya sedih karena saya melihat begini, apa sih yang saya dan anak-anak KPK tidak berikan untuk pemberantasan korupsi?
Saya mengistilahkan tidak ada lagi yang tersisa untuk kita, semua sudah kita serahkan kepada negara. Tapi, pada saat yang bersamaan, saya sedih ketika negara tidak memberikan perlindungan ketika kita menghadapi permasalahan. Itu yang saya rasakan. Sedih bercampur kecewa karena saya ingin negara hadir ketika KPK mengalami keguncangan. Kita bukan meminta hak imunitas. KPK sedang menghadapi cobaan, harusnya kan negara hadir.
Ia bahkan berulang kali menolak diwawancarai wartawan. “Anda (majalah detik) yang pertama saya terima,” kata Samad saat menerima majalah detik di rumahnya, Jalan Kayu Putih Tengah, Pulomas, Rawamangun, Jakarta. Mengenakan baju koko putih dan peci putih, Samad terlihat pucat dan lebih kurus. Namun ia mengatakan sehat-sehat saja.
Apa yang sedang disiapkan Samad untuk menghadapi kasusnya yang ditunda oleh polisi? Apakah Samad kenal dengan Feriyani Lim? Mengapa ia menganggap kasusnya sama dengan mantan Ketua KPK Antasari Azhar? Berikut ini wawancara Irwan Nugroho, Ibad Durohman, dan Aryo Bhawono dari majalah detik dengan Abraham Samad pada Jumat, 20 Maret 2015.
Setelah nonaktif, apakah Anda masih sering ke KPK? Sering ke sana saya.
Tapi Anda jarang terlihat…. Tidak apa-apalah, supaya kamu rindu juga, kan, ha-ha-ha…. Saya bukan menghindar, tapi ada strategi. Kedua, saya sudah nonaktif. Saya tidak mau ke sana-kemari, nanti dianggap sebagai manuver untuk meningkatkan popularitas. Seperti kamu tahu, saya dituduh punya ambisi-ambisi, padahal saya tidak punya ambisi.
Bagaimana perasaan Anda, di sisa jabatan yang tinggal 11 bulan, Anda tiba-tiba dipaksa nonaktif? Harus jujur saya katakan, saya sedih. Saya sedih karena saya melihat begini, apa sih yang saya dan anak-anak KPK tidak berikan untuk pemberantasan korupsi?
Saya mengistilahkan tidak ada lagi yang tersisa untuk kita, semua sudah kita serahkan kepada negara. Tapi, pada saat yang bersamaan, saya sedih ketika negara tidak memberikan perlindungan ketika kita menghadapi permasalahan. Itu yang saya rasakan. Sedih bercampur kecewa karena saya ingin negara hadir ketika KPK mengalami keguncangan. Kita bukan meminta hak imunitas. KPK sedang menghadapi cobaan, harusnya kan negara hadir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar