Selasa, 31 Maret 2015 | 18:36 WIB
PDIP Surabaya Ogah Perjuangkan Risma di Kongres Partai
Dari kiri: Wakil Walikota Surabaya
Wisnu Sakti Buana, Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Megawati Soekarno Putri,
dan Gubernur DKI, Joko Widodo, saat konferensi pers di Gedung VIP Bandara
Juanda Surabaya di Sidoarjo, (1/3). TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Surabaya - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Kota Surabaya memastikan tidak memperjuangkan Tri Rismaharini sebagai calon
Wali Kota Surabaya dalam kongres partai banteng di Bali yang akan digelar pada
9 April 2015. "Kami akan memperjuangkan kader sendiri," kata Bendahara
PDI Perjuangan Surabaya Budi Leksono, Selasa, 31 Maret 2015.
Budi mengatakan dalam Kongres PDIP pihaknya akan membahas usulan arus bawah
dalam pemilihan Wali Kota Surabaya dan pemilihan ketua umum partai. Ihwal
pemilihan Wali Kota Surabaya, Budi menuturkan PDIP Surabaya mengajukan
ketuanya, Wisnu Sakti Buana, yang kini menjabat Wakil Wali Kota Surabaya.
Adapun ihwal ketua umum partai, PDIP Surabaya tetap mengajukan nama Megawati
Soekarnoputri. "Kami ingin mengusung Wisnu Sakti Buana di pemilihan wali
kota dan Bu Mega sebagai ketua umum partai," ujarnya.
Dalam soal tidak diajukannya nama Risma, Budi menyatakan memiliki alasan.
Menurut dia, dalam rapat kerja pada 15 Maret 2015, seluruh anak ranting dan
pengurus anak cabang PDIP Surabaya sepakat menolak Risma. Mereka secara
aklamasi memutuskan mengajukan Wisnu yang merupakan kader partai banteng.
Budi mengatakan Risma selama ini tidak pernah mengaku sebagai kader PDIP.
"KTA (kartu tanda anggota) saja dia enggak punya. Kontribusinya ke partai
tidak ada," ujarnya.
Bahkan, Budi melanjutkan, sejak terpilih menjadi wali kota pada 2010, Risma
tidak pernah mengikuti rapat tiga pilar bersama fraksi, pengurus, dan struktur
yang menjadi tradisi partai. Karena itu, dalam kongres nanti, utusan PDIP
Surabaya bakal memperjuangkan kadernya sendiri.
Kendati begitu, Budi mengakui bahwa penentuan calon wali kota yang diusung PDIP
sepenuhnya ada di tangan Megawati. Seperti yang terjadi pada 2010, PDIP pusat
bisa merekomendasikan calon dari luar partai yang sebelumnya tidak diusung
pengurus cabang. "Kalau rekomendasi sudah turun, ya enggak ada yang berani
menentang," kata Budi.
Karena itu, Budi menyatakan masih menunggu rekomendasi dari pusat. Jika
rekomendasi calon wali kota sudah turun, PDIP Surabaya akan menjaring nama-nama
untuk diusulkan menjadi calon wakil wali kota. Di Surabaya, PDIP adalah
satu-satunya partai yang dapat mengusung calon wali kota tanpa koalisi.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Senin, 23 Maret 2015 - 16:39 wib,
Mega Restui Risma, PDIP Jatim Mengalah
Budi mengatakan dalam Kongres PDIP pihaknya akan membahas usulan arus bawah dalam pemilihan Wali Kota Surabaya dan pemilihan ketua umum partai. Ihwal pemilihan Wali Kota Surabaya, Budi menuturkan PDIP Surabaya mengajukan ketuanya, Wisnu Sakti Buana, yang kini menjabat Wakil Wali Kota Surabaya.
Adapun ihwal ketua umum partai, PDIP Surabaya tetap mengajukan nama Megawati Soekarnoputri. "Kami ingin mengusung Wisnu Sakti Buana di pemilihan wali kota dan Bu Mega sebagai ketua umum partai," ujarnya.
Dalam soal tidak diajukannya nama Risma, Budi menyatakan memiliki alasan. Menurut dia, dalam rapat kerja pada 15 Maret 2015, seluruh anak ranting dan pengurus anak cabang PDIP Surabaya sepakat menolak Risma. Mereka secara aklamasi memutuskan mengajukan Wisnu yang merupakan kader partai banteng.
Budi mengatakan Risma selama ini tidak pernah mengaku sebagai kader PDIP. "KTA (kartu tanda anggota) saja dia enggak punya. Kontribusinya ke partai tidak ada," ujarnya.
Bahkan, Budi melanjutkan, sejak terpilih menjadi wali kota pada 2010, Risma tidak pernah mengikuti rapat tiga pilar bersama fraksi, pengurus, dan struktur yang menjadi tradisi partai. Karena itu, dalam kongres nanti, utusan PDIP Surabaya bakal memperjuangkan kadernya sendiri.
Kendati begitu, Budi mengakui bahwa penentuan calon wali kota yang diusung PDIP sepenuhnya ada di tangan Megawati. Seperti yang terjadi pada 2010, PDIP pusat bisa merekomendasikan calon dari luar partai yang sebelumnya tidak diusung pengurus cabang. "Kalau rekomendasi sudah turun, ya enggak ada yang berani menentang," kata Budi.
Karena itu, Budi menyatakan masih menunggu rekomendasi dari pusat. Jika rekomendasi calon wali kota sudah turun, PDIP Surabaya akan menjaring nama-nama untuk diusulkan menjadi calon wakil wali kota. Di Surabaya, PDIP adalah satu-satunya partai yang dapat mengusung calon wali kota tanpa koalisi.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Mega Restui Risma, PDIP Jatim
mengalah
Nurul Arifin
SURABAYA – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Jawa Timur
bakal kembali mengusung Tri Rismaharini pada Pilkada Surabaya 2015. Keinginan
tersebut muncul setelah Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri menjamin
Risma bakal maju sebagai calon kuat dari PDIP.
"Ya, Beliau (Risma) tetap
berpeluang diusung lagi. Semua keputusan bergantung pusat," kata Ketua DPD
PDIP Jawa Timur, Koesnadi, Senin (23/3/2015).
Ia menekankan, keputusan mengenai
calon yang akan diusung PDIP pada Pilkada Surabaya 2015 sepenuhnya hak
prerogatif Ketum Megawati Soekarnoputri. Namun, PDIP Jawa Timur tidak akan
melepaskan mekanisme di daerah, yakni mengusulkan nama calon lain yang muncul
sesuai aspirasi dari bawah.
Koesnadi mengatakan, mekanisme calon
Wali Kota Surabaya di tingkatan cabang tetap berjalan sebagaimana biasanya, seperti
penyaringan hingga usulan calon, karena ini keputusan Megawati.
"Mekanisme partai biarlah
berjalan dulu sesuai aturan yang ada. Dan, memang semua keputusan ada di Ketua
Umum," jelas Wakil Ketua DPRD Jawa Timur ini.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris
Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memberi sinyal kepada Wali Kota
Surabaya Tri Rismaharini akan kembali dicalonkan menjadi kepala daerah periode
berikutnya. Hal ini, kata Hasto, merupakan arahan langsung dari Ketua Umum DPP
PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Arahan Bu Mega, bagaimana Kota
Surabaya ke depan. Maka, sesuai kebijakan internal partai, kami akan mendorong
kepala daerah yang dinilai berhasil dipastikan untuk dicalonkan kembali,"
ujar Hasto.
Namun, pernyataan Sekjen DPP PDIP
itu tidak diikuti PDIP Kota Surabaya yang menyatakan akan mengusung kader
internal selain Risma, karena Risma bukan kader PDIP.
Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya
Sukadar mengatakan, alasan mengusung kader internal PDIP karena belajar dari
pengalaman. Sosok Risma yang bukan kader internal PDIP tidak memberi kontribusi
ke PDIP. Selain itu, Risma tidak bisa diajak koordinasi dengan partai.
"Apa yang didapat dari partai
tidak ada. Kami juga tidak akan mengemis-ngemis agar dia mau kami calonkan maju
menjadi wali kota," kata Sukadar.
(MSR)
Selasa, 31 Maret 2015 | 18:36 WIB
PDIP Surabaya Ogah Perjuangkan Risma di Kongres Partai
Dari kiri: Wakil Walikota Surabaya
Wisnu Sakti Buana, Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Megawati Soekarno Putri,
dan Gubernur DKI, Joko Widodo, saat konferensi pers di Gedung VIP Bandara
Juanda Surabaya di Sidoarjo, (1/3). TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Surabaya - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Kota Surabaya memastikan tidak memperjuangkan Tri Rismaharini sebagai calon
Wali Kota Surabaya dalam kongres partai banteng di Bali yang akan digelar pada
9 April 2015. "Kami akan memperjuangkan kader sendiri," kata Bendahara
PDI Perjuangan Surabaya Budi Leksono, Selasa, 31 Maret 2015.
Budi mengatakan dalam Kongres PDIP pihaknya akan membahas usulan arus bawah
dalam pemilihan Wali Kota Surabaya dan pemilihan ketua umum partai. Ihwal
pemilihan Wali Kota Surabaya, Budi menuturkan PDIP Surabaya mengajukan
ketuanya, Wisnu Sakti Buana, yang kini menjabat Wakil Wali Kota Surabaya.
Adapun ihwal ketua umum partai, PDIP Surabaya tetap mengajukan nama Megawati
Soekarnoputri. "Kami ingin mengusung Wisnu Sakti Buana di pemilihan wali
kota dan Bu Mega sebagai ketua umum partai," ujarnya.
Dalam soal tidak diajukannya nama Risma, Budi menyatakan memiliki alasan.
Menurut dia, dalam rapat kerja pada 15 Maret 2015, seluruh anak ranting dan
pengurus anak cabang PDIP Surabaya sepakat menolak Risma. Mereka secara
aklamasi memutuskan mengajukan Wisnu yang merupakan kader partai banteng.
Budi mengatakan Risma selama ini tidak pernah mengaku sebagai kader PDIP.
"KTA (kartu tanda anggota) saja dia enggak punya. Kontribusinya ke partai
tidak ada," ujarnya.
Bahkan, Budi melanjutkan, sejak terpilih menjadi wali kota pada 2010, Risma
tidak pernah mengikuti rapat tiga pilar bersama fraksi, pengurus, dan struktur
yang menjadi tradisi partai. Karena itu, dalam kongres nanti, utusan PDIP
Surabaya bakal memperjuangkan kadernya sendiri.
Kendati begitu, Budi mengakui bahwa penentuan calon wali kota yang diusung PDIP
sepenuhnya ada di tangan Megawati. Seperti yang terjadi pada 2010, PDIP pusat
bisa merekomendasikan calon dari luar partai yang sebelumnya tidak diusung
pengurus cabang. "Kalau rekomendasi sudah turun, ya enggak ada yang berani
menentang," kata Budi.
Karena itu, Budi menyatakan masih menunggu rekomendasi dari pusat. Jika
rekomendasi calon wali kota sudah turun, PDIP Surabaya akan menjaring nama-nama
untuk diusulkan menjadi calon wakil wali kota. Di Surabaya, PDIP adalah
satu-satunya partai yang dapat mengusung calon wali kota tanpa koalisi.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Wali Kota Surabaya Itu Keluar dari PDIP
OPINI
| 28 February 2014 |
Budi mengatakan dalam Kongres PDIP pihaknya akan membahas usulan arus bawah dalam pemilihan Wali Kota Surabaya dan pemilihan ketua umum partai. Ihwal pemilihan Wali Kota Surabaya, Budi menuturkan PDIP Surabaya mengajukan ketuanya, Wisnu Sakti Buana, yang kini menjabat Wakil Wali Kota Surabaya.
Adapun ihwal ketua umum partai, PDIP Surabaya tetap mengajukan nama Megawati Soekarnoputri. "Kami ingin mengusung Wisnu Sakti Buana di pemilihan wali kota dan Bu Mega sebagai ketua umum partai," ujarnya.
Dalam soal tidak diajukannya nama Risma, Budi menyatakan memiliki alasan. Menurut dia, dalam rapat kerja pada 15 Maret 2015, seluruh anak ranting dan pengurus anak cabang PDIP Surabaya sepakat menolak Risma. Mereka secara aklamasi memutuskan mengajukan Wisnu yang merupakan kader partai banteng.
Budi mengatakan Risma selama ini tidak pernah mengaku sebagai kader PDIP. "KTA (kartu tanda anggota) saja dia enggak punya. Kontribusinya ke partai tidak ada," ujarnya.
Bahkan, Budi melanjutkan, sejak terpilih menjadi wali kota pada 2010, Risma tidak pernah mengikuti rapat tiga pilar bersama fraksi, pengurus, dan struktur yang menjadi tradisi partai. Karena itu, dalam kongres nanti, utusan PDIP Surabaya bakal memperjuangkan kadernya sendiri.
Kendati begitu, Budi mengakui bahwa penentuan calon wali kota yang diusung PDIP sepenuhnya ada di tangan Megawati. Seperti yang terjadi pada 2010, PDIP pusat bisa merekomendasikan calon dari luar partai yang sebelumnya tidak diusung pengurus cabang. "Kalau rekomendasi sudah turun, ya enggak ada yang berani menentang," kata Budi.
Karena itu, Budi menyatakan masih menunggu rekomendasi dari pusat. Jika rekomendasi calon wali kota sudah turun, PDIP Surabaya akan menjaring nama-nama untuk diusulkan menjadi calon wakil wali kota. Di Surabaya, PDIP adalah satu-satunya partai yang dapat mengusung calon wali kota tanpa koalisi.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Peluang Risma untuk bergabung dengan partai lain
semakin terbuka lebar. Sinyal akan ‘ditendangnya’ Risma dari keanggotaan
PDIP semakin kuat setelah pernyataan politikus senior PDIP, R. Adang
Ruchiatna Puradiredja yang mempersilhkan Risma untuk angkat kaki dari
PDIP.
Masih menurut Adang, bagi PDIP ditinggalkan kadernya itu hal biasa bahkan sudah sering terjadi, dan Risma bukanlah aset penting bagi PDIP, karena setiap kader bisa saja menjadi aset atau tidak.
Saat ini Risma mengalami sindrome politik akut, menjelang satu tahun akhir kepemimpinannya kursi kekuasaan Risam diguncang prahara. Prahara yang dialami Risma bukan lagi masalah lokal tetapi sudah menjadi bahasan nasional.
Tekanan politik yang dialami Risma bukan saja berasal dari PDIP sebagai partai yang mengusungnya ketika pemilu kada tetapi juga dari lawan lawan politiknya di partai lain. Imbas dari pengangkatan wisnu sebagai wakil walikota yang tidak melalui sistem yang sesuai membuat Risma harus melakukan aksi protes keras ke DPRD, tidak hanya disitu, aksi Risma makin booming di media social karena kehadirannya di Mata Najwa sambil berurai air mata.
‘Teatrikalnya” di gedung DPR bersama Priyo Budi Santoso sampai hari ini menjadi tanda tanya, sebenarnya apa yang dibicarakan keduanya. Dukungan datang tidak hanya dari publik Kota Surabaya, tetapi juga dari orang nomor satu di negeri ini, Presiden SBY. Dimedia Twitter publik menggelar aksi dengan hastag #saverisma.
Bukan hanya pengangkatan wakil walikota yang menjadi polemik Risma dengan partai pengusung dan partai lain di DPRD, penolakan Risma terhadap beberapa megaproyek di Kota Surabaya dan rencana penutupan dolly ikut memancing PDIP Pusat angkat bicara.
R Adang Ruchiatna menuding Risma lebih mementingkan pencitraan dan panggung politiknya ketimbang fokus pada pekerjaannya, Adang menilai Risma terlalu cengeng hingga harus mengau ke DPR dan Media.
Politik yang berkepanjangan hanya akan menimbulkan masalah baru, Mendagri harus segera melakukan mediasi dengan pihak pihak terkait, karena ini menjadi wewenang kerja mendagri.
Masih menurut Adang, bagi PDIP ditinggalkan kadernya itu hal biasa bahkan sudah sering terjadi, dan Risma bukanlah aset penting bagi PDIP, karena setiap kader bisa saja menjadi aset atau tidak.
Saat ini Risma mengalami sindrome politik akut, menjelang satu tahun akhir kepemimpinannya kursi kekuasaan Risam diguncang prahara. Prahara yang dialami Risma bukan lagi masalah lokal tetapi sudah menjadi bahasan nasional.
Tekanan politik yang dialami Risma bukan saja berasal dari PDIP sebagai partai yang mengusungnya ketika pemilu kada tetapi juga dari lawan lawan politiknya di partai lain. Imbas dari pengangkatan wisnu sebagai wakil walikota yang tidak melalui sistem yang sesuai membuat Risma harus melakukan aksi protes keras ke DPRD, tidak hanya disitu, aksi Risma makin booming di media social karena kehadirannya di Mata Najwa sambil berurai air mata.
‘Teatrikalnya” di gedung DPR bersama Priyo Budi Santoso sampai hari ini menjadi tanda tanya, sebenarnya apa yang dibicarakan keduanya. Dukungan datang tidak hanya dari publik Kota Surabaya, tetapi juga dari orang nomor satu di negeri ini, Presiden SBY. Dimedia Twitter publik menggelar aksi dengan hastag #saverisma.
Bukan hanya pengangkatan wakil walikota yang menjadi polemik Risma dengan partai pengusung dan partai lain di DPRD, penolakan Risma terhadap beberapa megaproyek di Kota Surabaya dan rencana penutupan dolly ikut memancing PDIP Pusat angkat bicara.
R Adang Ruchiatna menuding Risma lebih mementingkan pencitraan dan panggung politiknya ketimbang fokus pada pekerjaannya, Adang menilai Risma terlalu cengeng hingga harus mengau ke DPR dan Media.
Politik yang berkepanjangan hanya akan menimbulkan masalah baru, Mendagri harus segera melakukan mediasi dengan pihak pihak terkait, karena ini menjadi wewenang kerja mendagri.
memori 2010
Empat pasangan dicalonkan partai, dua pasangan maju secara independen
Calon Walikota dan Wakil Walikota Surabaya, Arif Afandi (kiri) - Adies Kadir (Antara/ Bhakti Pundhowo)
VIVAnews - Ada enam pasanggan calon Walikota
dan Wakil Walikota Surabaya resmi mendaftar di Komisi Pemilihan Umum
Kota Surabaya. Empat pasangan dari partai, kemudian dua pasangan maju
secara independen.
“Hingga hari ini ada enam pasangan yang sudah mendaftar dan baru satu pasangan yang mengembalikan formulir pendaftaran,” kata Bagian Perencanaan, Keuangan dan Organisasi KPU Surabaya, Eko Waluyo Suwarnyono, ditemui VIVAnews, Sabtu, 13 Maret 2010.
Keenam pasangan itu adalah:
1. BF Sutadi-Maslan Mansyur (PKB-Gerindra)
2. Arif Afandi-Adies Kadir (Demokrat-Golkar)
3. Tri Risma Harini-Bambang Dwi Hartono (PDI Perjuangan)
4. Fandi Utomo-Yulius Bustami (PKS, PKNU, PPP, PDS)
5. Fitrajaja Purnomo-Naen Suryono (independen)
6. Alisyahbana-Chrisman Hadi (independen).
Sampai hari ini baru satu pasangan yang sudah mengembalikan formulir pendaftaran yakni Arif Afandi-Adies Kadir. Sesuai ketentuan, batas pendaftaran ini akan berlangsung hingga 17 Maret 2010. Dan pengembalian berakhir pada 19 Maret pukul 16.00 Wib. Pada saat itu pula segera diumumkan hasil verifikasi, pasangan siapa saja yang dinyatakan maju ke Pemilukada Surabaya 2010-2015.
Laporan Tudji Martudji | Surabaya
“Hingga hari ini ada enam pasangan yang sudah mendaftar dan baru satu pasangan yang mengembalikan formulir pendaftaran,” kata Bagian Perencanaan, Keuangan dan Organisasi KPU Surabaya, Eko Waluyo Suwarnyono, ditemui VIVAnews, Sabtu, 13 Maret 2010.
Keenam pasangan itu adalah:
1. BF Sutadi-Maslan Mansyur (PKB-Gerindra)
2. Arif Afandi-Adies Kadir (Demokrat-Golkar)
3. Tri Risma Harini-Bambang Dwi Hartono (PDI Perjuangan)
4. Fandi Utomo-Yulius Bustami (PKS, PKNU, PPP, PDS)
5. Fitrajaja Purnomo-Naen Suryono (independen)
6. Alisyahbana-Chrisman Hadi (independen).
Sampai hari ini baru satu pasangan yang sudah mengembalikan formulir pendaftaran yakni Arif Afandi-Adies Kadir. Sesuai ketentuan, batas pendaftaran ini akan berlangsung hingga 17 Maret 2010. Dan pengembalian berakhir pada 19 Maret pukul 16.00 Wib. Pada saat itu pula segera diumumkan hasil verifikasi, pasangan siapa saja yang dinyatakan maju ke Pemilukada Surabaya 2010-2015.
Laporan Tudji Martudji | Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar