Sanksi Bisa Buat Kompetisi Indonesia Jadi Tarkam
JAKARTA - Mantan Ketua PSSI, Agum Gumelar,
menyatakan adalah sebuah malapetaka jika Indonesia terkena sanksi dari
FIFA. Seperti diketahui, persepakbolaan Tanah Air sedang di ambang
terkena hukuman karena campur tangan pemerintah.
Pada surat FIFA yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Jerome Valcke pada 10 April 2015, FIFA keberatan atas campur tangan pihak ketiga dalam hal ini Menpora, yang sebelumnya melarang Arema Cronus dan Persebaya Surabaya ikut serta dalam QNB League 2015 atas rekomendasi BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia). Jika pemerintah masih terlibat, FIFA tak segan memberikan sanksi terhadap Indonesia.
"Jika FIFA memberikan sanksi kepada kita, ini adalah malapetaka buat persepakbolaan nasional. Maka kita akan terkucil dari dunia internasional. Kita tidak boleh berkomunikasi dengan dunia internasional perihal sepakbola," ucap Agum dalam Diskusi Interaktif Jelang Kongres PSSI 2015 di Senayan, Jakarta, (14/4/2015).
"Malapetaka buat kita kalau terkena sanksi. Artinya apa? Kita jangan sampai kena sanksi. Artinya apa? Kita jangan lagi menantang, karena otoritas tertinggi ada pada FIFA. Di Indonesia, ada PSSI yang jadi kepanjangan tangan dari FIFA," lanjutnya.
Saking kecewanya andai Indonesia dikenakan sanksi dari FIFA, Agum bahkan menilai nantinya kompetisi Indonesia yang bertaraf nasional bak kejuaraan kelas tarkam.
"Kita tidak bisa bertanding dalam laga-laga internasional dan regional. Kita tidak bisa ikut Sea Games, Asia, dunia apalagi. Dan ingat, kompetisi yang diadakan di Indonesia akan menjadi tarkam, karena pemain asing tak boleh lagi main di Indonesia. Nilai jualnya akan turun, jatuh," tuntasnya.(fmh)
Pada surat FIFA yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Jerome Valcke pada 10 April 2015, FIFA keberatan atas campur tangan pihak ketiga dalam hal ini Menpora, yang sebelumnya melarang Arema Cronus dan Persebaya Surabaya ikut serta dalam QNB League 2015 atas rekomendasi BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia). Jika pemerintah masih terlibat, FIFA tak segan memberikan sanksi terhadap Indonesia.
"Jika FIFA memberikan sanksi kepada kita, ini adalah malapetaka buat persepakbolaan nasional. Maka kita akan terkucil dari dunia internasional. Kita tidak boleh berkomunikasi dengan dunia internasional perihal sepakbola," ucap Agum dalam Diskusi Interaktif Jelang Kongres PSSI 2015 di Senayan, Jakarta, (14/4/2015).
"Malapetaka buat kita kalau terkena sanksi. Artinya apa? Kita jangan sampai kena sanksi. Artinya apa? Kita jangan lagi menantang, karena otoritas tertinggi ada pada FIFA. Di Indonesia, ada PSSI yang jadi kepanjangan tangan dari FIFA," lanjutnya.
Saking kecewanya andai Indonesia dikenakan sanksi dari FIFA, Agum bahkan menilai nantinya kompetisi Indonesia yang bertaraf nasional bak kejuaraan kelas tarkam.
"Kita tidak bisa bertanding dalam laga-laga internasional dan regional. Kita tidak bisa ikut Sea Games, Asia, dunia apalagi. Dan ingat, kompetisi yang diadakan di Indonesia akan menjadi tarkam, karena pemain asing tak boleh lagi main di Indonesia. Nilai jualnya akan turun, jatuh," tuntasnya.(fmh)
Agar Tak Dihukum, DPR Tuntut Menpora Ikuti Aturan FIFA
Suasana
salah satu ruangan Kantor PSSI yang telah selesai direnovasi di areal
Stadion Utama GBK, Senayan, Jakarta, 2 Januari 2015. TEMPO/Dhemas
Reviyanto
TEMPO.CO, Padang -
Wakil Ketua Komisi Olahraga DPR Nuroji meminta pemerintah mengikuti
aturan Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) ihwal kisruh kompetisi Liga
Super Indonesia atau QNB League. Menurut dia, dengan menuruti aturan
FIFA, dunia sepak bola Indonesia tidak mendapat sanksi. "Pemerintah
jangan ngotot. Ikuti peraturan FIFA. Kementerian banyak urusan,
jangan urus sepak bola saja," kata politikus Partai Gerindra ini di
Kota Padang Sumatera Barat, Selasa, 14 April 2015.
FIFA mengirim surat kepada Menteri Pemuda dan Olahraga. Surat yang diteken Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Valcke pada Jumat pekan lalu itu, FIFA meminta Kemenpora melalui BOPI tidak mencampuri urusan PSSI. Sebab, lembaga yang mereka naungi itu bekerja secara independen dalam mengatur kompetisi di Indpnesia. "Kegagalan untuk tidak mencampuri akan memaksa FIFA mempertimbangkan pemberian sanksi kepada PSSI.
Nuroji menambahkan, PSSI bagian dari FIFA. Jika ada permasalahan di sepak bola, biarkan FIFA yang menyelesaikannya. Jika ancaman FIFA itu terjadi sepak bola Indonesia akan rugi. Sanksi akan membuat sepak bola Indonesia mundur. "Bisa jadi sanksi itu dua hingga tiga tahun. Kasihan pemain kita yang sudah latihan." ujarnya. Jika ada klub yang bermasalah, pemerintah melakukan pembinaan. Tidak menghentikan kompetisi. "Ini terkait dengan sponsor. Akan ada dampak ekonomi. Efeknya langsung."
Wakil Ketua Komisi X DPR Sohibul Iman mengatakan akan mendalami surat FIFA dengan mengajak di forum di komisi X DPR. "Intinya di rapat kerja kami dengan Kemenpora, apa pun yang dilakukan untuk penyelesaian PSSI ini, jangan sampai FIA buat sanksi untuk kita," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengatakan pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia. Ia menegaskan kementeriannya menjalankan kerjanya sesuai aturan. "Kalau dianggap intervensi, bagaimana dengan statuta FIFA (Federasi Sepak Bola Dunia) yang mengatakan bahwa PSSI harus tunduk pada hukum positif yang berlaku di negaranya. Itu jelas dituliskan begitu," ujar Menpora di kantornya, Senin, 13 April 2015.
ANDRI EL FARUQI
FIFA mengirim surat kepada Menteri Pemuda dan Olahraga. Surat yang diteken Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Valcke pada Jumat pekan lalu itu, FIFA meminta Kemenpora melalui BOPI tidak mencampuri urusan PSSI. Sebab, lembaga yang mereka naungi itu bekerja secara independen dalam mengatur kompetisi di Indpnesia. "Kegagalan untuk tidak mencampuri akan memaksa FIFA mempertimbangkan pemberian sanksi kepada PSSI.
Nuroji menambahkan, PSSI bagian dari FIFA. Jika ada permasalahan di sepak bola, biarkan FIFA yang menyelesaikannya. Jika ancaman FIFA itu terjadi sepak bola Indonesia akan rugi. Sanksi akan membuat sepak bola Indonesia mundur. "Bisa jadi sanksi itu dua hingga tiga tahun. Kasihan pemain kita yang sudah latihan." ujarnya. Jika ada klub yang bermasalah, pemerintah melakukan pembinaan. Tidak menghentikan kompetisi. "Ini terkait dengan sponsor. Akan ada dampak ekonomi. Efeknya langsung."
Wakil Ketua Komisi X DPR Sohibul Iman mengatakan akan mendalami surat FIFA dengan mengajak di forum di komisi X DPR. "Intinya di rapat kerja kami dengan Kemenpora, apa pun yang dilakukan untuk penyelesaian PSSI ini, jangan sampai FIA buat sanksi untuk kita," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengatakan pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia. Ia menegaskan kementeriannya menjalankan kerjanya sesuai aturan. "Kalau dianggap intervensi, bagaimana dengan statuta FIFA (Federasi Sepak Bola Dunia) yang mengatakan bahwa PSSI harus tunduk pada hukum positif yang berlaku di negaranya. Itu jelas dituliskan begitu," ujar Menpora di kantornya, Senin, 13 April 2015.
ANDRI EL FARUQI
Menyoal Ancaman Sanksi FIFA
OPINI | 14 April 2015 | 10:11
Konflik Sepakbola di Indonesia memasuki babak baru. Setelah terjadinya pembangkangan oleh PT Liga Indonesia (“PT LI”), Klub Arema Cronus, Persebaya dan PSSI terhadap hasil rekomendasi Badan Olahraga Profesional Indonesia (“BOPI”),
kemudian disusul adanya penghentian kompetisi QNB League 2015 secara
tiba-tiba oleh PT LI dan PSSI, sekarang muncul rumor adanya surat
‘ancaman sanksi’ dari FIFA yang ditandatangani oleh Sekretaris
Jenderalnya, Jerome Valcke kepada Menpora tertanggal 10 April 2015.
Surat
tersebut kurang lebih berisi tanggapan atas surat yang dikirimkan pihak
Kemenpora pada tanggal 2 April 2015 lalu yang berisi mengenai
penjelasan mengenai masalah sepakbola Indonesia terkait dengan
verifikasi yang dilakukan oleh BOPI terhadap klub-klub calon peserta
liga Indonesia musim 2015 yang hasilnya adalah tidak memberikan
rekomendasi kepada Klub Arema Cronus dan Persebaya untuk mengikuti
kompetisi Liga Indonesia musim 2015 karena alasan legalitas.
Dalam
surat sebagaimana tersebut di atas FIFA keberatan dengan tindakan yang
dilakukan oleh BOPI/Kemenpora yang melarang Klub Arema Cronus dan
Persebaya mengikuti kompetisi Liga Indonesia musim 2015 karena hal
tersebut dianggap sebagai pelanggaran terhadap aturan FIFA.
Surat
tersebut mencantumkan sejumlah ketentuan dalam statute FIFA yang
menyatakan bahwa semua anggota FIFA harus mengelola urusan mereka secara
independen dan tanpa pengaruh pihak ketiga. Oleh karenanya FIFA meminta
kepada Menpora/BOPI untuk tidak mengintervensi urusan PSSI dan
membiarkan PSSI untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai anggota
FIFA.
Terakhir,
surat tersebut menyebutkan bahwa jika permintaan FIFA sebagaimana
tersebut di atas tidak dipenuhi oleh Menpora/BOPI maka FIFA akan
memberikan sanksi kepada sepakbola Indonesia.
Selama
bertahun-tahun ini kita memang secara sadar maupun tidak telah
terdoktrin bahwa (seolah-olah) Sepakbola adalah mutlak milik FIFA.
Sepakbola itu mempunyai kedaulatan sendiri yang tidak boleh diintervensi
oleh pihak manapun termasuk masyarakat dan pemerintah. Dan yang lebih
ekstrim adalah adanya klaim bahwa kedaulatan FIFA itu kedudukannya di
atas kedaulatan Negara sehingga dengan alasan itu pula tabu bagi
siapapun untuk melanggar ‘kitab sucinya’ sepakbola yaitu statute FIFA.
Doktrin
sebagaimana tersebut di atas itu pula yang selama 4 (empat) tahun
terakhir mengganjal upaya segenap komponen masyarakat dan pemerintah
untuk ikut turun tangan dalam membenahi sepakbola Indonesia yang carut
marut dan nirprestasi.
Namun demikian kondisi yang terjadi selama 4 (empat) tahun terakhir ini di dunia sepakbola Indonesia membuka mata dan hati kita bahwa sepakbola Indonesia dan PSSI perlu segera direformasi/direvolusi untuk mengembalikan kejayaan dan nama besar Indonesia sebagai macan asia.
Peringkat
Indonesia di rangking FIFA terus mengalami penurunan bahkan terakhir
posisi kita ada di bawah peringkat Timor Leste yang masih ‘bau kencur’
dalam urusan sepakbola.
Konflik
dan masalah lebih akrab dan mendominasi kabar sepakbola kita. Mulai
dari dualism kepemimpinan, dualism liga sampai dualism Timnas.
Kompetisi
yang berlabel professional namun dalam pelaksanaannya jauh dari
professional. Mulai dari format dan jadwal kompetisi yang berubah-ubah,
kasus suap, ‘sepakbola gajah’, match fixing, isu mafia, gaji
Pesepakbola yang terlambat dan tidak dibayar serta
pelanggaran-pelanggaran lain terkait dengan syarat Klub Profesional yang
disyaratkan dalam FIFA/AFC Club Licensing Regulation.
Bahkan
dalam 4 (empat) tahun terakhir ada 4 (empat) Pesepakbola asing dan 1
(satu) pelatih asing yang meninggal dunia karena gajinya tidak dibayar
sehingga mereka tidak mampu membayar biaya rumah sakit untuk mengobati
penyakitnya yakni Bruno Zonandi (Brazil), Diego Mendieta (Paraguay),
Camara Sekou (Mali) dan Salomon Begondo (Kamerun) serta Miroslav Janu
(Pelatih asing dari Republik Ceko).
Menggambarkan
kondisi sepakbola Indonesia 4 (empat) tahun terakhir ini Brendan
Schwabb dari FIFPro memperingatkan bahwa masalah keterlambatan dan tidak
dibayarnya gaji para Pesepakbola di Indonesia sudah dalam level
bencana. Brendan juga menyampaikan bahwa tidak ada satu negarapun di
dunia yang memiliki masalah yang lebih serius daripada Indonesia.
Bagaimana
peran dan keterlibatan FIFA dalam menangani masalah sepakbola Indonesia
sebagaimana tersebut di atas? Apakah FIFA membantu menyelesaikan
masalah-masalah tersebut? Apakah FIFA setidaknya memperingatkan dan/atau
menghukum klub-klub, penyelenggara liga dan PSSI karena masalah-masalah
tersebut? Bagaimana sebenarnya statute FIFA mengatur dan menyelesaikan
masalah-masalah tersebut?
Yang
pasti terhadap permasalahan-permasalahan tersebut di atas PSSI sebagai
anggota FIFA telah lalai dan gagal menanganinya. FIFA sendiri terhadap
masalah-masalah dimaksud juga terkesan membiarkan dan tidak proaktif
sehingga permasalahan-permasalahan tersebut terus terjadi dan berulang
dari tahun ke tahun.
Kasus
keterlambatan dan tidak dibayarkannya gaji Pesepakbola adalah contoh
konkret gagal dan dzolimnya klub, penyelenggara liga dan PSSI serta FIFA
kepada Pesepakbola di Indonesia. Kasus ini terjadi berulang dari musim
2011/2012 sampai dengan sekarang musim 2015.
FIFA/AFC
Club Licensing Regulation sebenarnya telah menentukan syarat-syarat
untuk menjadi Klub professional yakni memenuhi minimum 5 aspek antara
lain aspek legal, aspek finansial, administrasi personal, supporting
(youth & coaching) dan infrastruktur yang penjabarannya kurang lebih
antara lain :
-
Klub adalah entitas komersial di bawah badan hukum.
-
Pemain dikontrak secara profesional.
-
Memiliki pendapatan seperti penjualan tiket, hak siar, sponsor, pernak-pernik, fee transfer, dan distribusi dari liga.
-
Tidak memiliki tunggakan pembayaran (utang) baik ke pemain, pelatih, staff dan lainnya.
-
Memiliki laporan laba dan rugi dalam neraca keuangan yang sudah teraudit.
-
Memiliki budget dan proyeksi keuangan kedepannya.
-
Memiliki staf manajemen yang kompeten atas tugas-tugas seperti kompetisi, pemasaran, media, legal officer dan keuangan (organisasi & sumber daya manusia).
-
Tidak boleh berstatus lintas kepemilikan klub.
-
Para direktur dan karyawan klub, tidak boleh diperkejakan di klub lain.
-
Memiliki program pengembangan pemain muda yang terafiliasi ke klub.
-
Sistem perhitungan jumlah penonton dan dokumen business plan Klub.
-
Memiliki tempat latihan yang terpisah dengan stadion laga kandang.
-
Terlibat dalam peran sosial komunitas lokal tempat klub berasal.
-
Mendapat dukungan dari pemerintah daerah untuk stadion dan tempat latihan/Surat jaminan penggunaan stadion dari pemilik/pengelola stadion.
-
Mempunyai visi, misi dan target.
-
Memiliki program dan strategi yang dituangkan dalam rencana jangka pendek dan jangka panjang untuk mencapai target.
Berdasarkan
syarat regulasi di atas, jika proses verifikasi dilaksanakan dengan
baik dan benar oleh operator liga dan PSSI maka kasus keterlambatan dan
tidak dibayarnya gaji Pesepakbola seharusnya tidak terjadi apalagi
sampai berulang.
Pada
saat kita mengkritisi hasil verifikasi dari operator Liga dan PSSI yang
tetap meloloskan klub yang masih punya tunggakan gaji kepada pemainnya
untuk mengikuti kompetisi maka jawaban ‘klasik’ yang selalu disampaikan
adalah mereka memberikan toleransi kepada klub tersebut agar klub
tersebut tetap bisa berkompetisi dan memperoleh penghasilan yang
nantinya hasilnya akan dibayarkan untuk membayar keterlambatan gaji
pemain dimaksud. Namun yang terjadi ternyata kasus itu berulang terus
tiap tahun dan baik operator liga maupun PSSI tidak belajar dari hal
tersebut. Parahnya, tidak ada sanksi dan ketegasan yang ditunjukkan oleh
PSSI dan/atau Operator Liga terhadap Klub penunggak gaji Pesepakbola
yang tetap diijinkan untuk mengikuti kompetisi padahal jelas hal
tersebut merupakan pelanggaran terhadap aspek finansial sebagai salah
satu syarat Klub professional yang ditentukan oleh FIFA/AFC.
Hal
buruk lain yang terjadi di Sepakbola Indonesia sekarang yang
memperparah kasus/kondisi di atas adalah belum terbentuknya/adanya forum
penyelesaian sengketa bagi Pesepakbola local yang bermasalah termasuk
soal keterlambatan dan tidak dibayarkannya gaji mereka oleh Klub.
Tidak
adanya forum penyelesaian sengketa ini tentunya sangat merugikan bagi
Pesepakbola karena hal ini mengakibatkan tidak ada kepastian hukum
terhadap penyelesaian kasus yang menimpanya.
Kondisi
ini tentunya tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, satu sisi ketika
akhirnya Pesepakbola mencari keadilan dan membawa kasus ini ke
pengadilan umum maupun ke Pengadilan Hubungan Industrial (“PHI”)
maka langkah tersebut dianggap oleh operator Liga maupun PSSI menyalahi
peraturan FIFA karena membawa dan menyelesaikan masalah sepakbola ke
jalur ‘non sepakbola’ dan dianggap sebagai bentuk intervensi pemerintah
juga jika pengadilan umum maupun PHI menerima dan memeriksa perkara
dimaksud dimaksud.
Di sisi lain PSSI sendiri belum/tidak melaksanakan aturan FIFA yang mengamanatkan dibentuknya National Dispute Resolution Chamber (NDRC) untuk memeriksa dan memutus kasus yang melibatkan Pesepakbola lokal.
Kondisi
carut marut dan kekosongan hukum itulah yang sebenarnya bisa diperbaiki
dan diisi dengan hukum Negara sehingga bisa saling melengkapi. FIFA
sendiri dalam statutanya tidak menutup diri untuk berlakunya hukum
Negara jika aturan FIFA belum/tidak ‘mengkover’ di Negara tersebut.
UU
No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional jo. Peraturan
Pemerintah No. 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan
Nasional jo. Peraturan Menpora No. 0463 Tahun 2014 tentang Kedudukan,
Fungsi, Tugas dan Susunan Organisasi Badan Olahraga Profesional
Indonesia (BOPI) adalah pintu masuk bagi pemerintah untuk ikut turun
tangan dalam membantu PSSI dan FIFA menegakkan aturannya di Indonesia.
Sesuai
dengan tugas, fungsi dan kewenangannya, sejauh ini pemerintah telah
bertindak proporsional dalam rangka membina, mengembangkan, mengawasi
dan mengendalikan sepakbola professional agar kasus-kasus dalam
sepakbola Indonesia yang terjadi dan terus berulang bisa diminimalisir
dan bahkan dinihilkan.
Dari
uraian di atas kita bisa menilai bahwa surat ancaman FIFA ke Menpora
untuk memberikan sanksi kepada Sepakbola Indonesia adalah suatu hal yang
berlebihan.
PSSI
dan/atau FIFA bahkan gagal menangani dan menyelesaikan masalah-masalah
yang ada dan timbul di Sepakbola Indonesia sehingga selain merugikan
Pesepakbola juga prestasi Timnas semakin menurun.
Dan
ironisnya ketika pemerintah turun tangan untuk membantu menangani dan
menyelesaikan masalah-masalah di atas secara proporsional demi kemajuan
sepakbola nasional sesuai dengan tugas dan fungsinya yang diamanatkan
peraturan perundang-undangan di Indonesia justru ancaman sanksi yang
diterima.
Tapi
andaikata pun FIFA tetap akan menjatuhkan sanksi, hal tersebut bukanlah
kiamat bagi Sepakbola Indonesia. Justru sebaliknya sanksi ini harus
kita jadikan momentum sebagai titik awal kebangkitan sepakbola
Indonesia.
Sanksi FIFA akan memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi stakeholder Sepakbola Indonesia untuk membenahi dan memperbaiki Sepakbola Indonesia.
Sebagai
referensi, Australia yang dulu pernah di sanksi FIFA Sepakbolanya
menjadi jauh lebih maju pasca sanksi tersebut dan bahkan terakhir
menjuari AFC Asian Cup 2015.
Ancaman sanksi FIFA? Siapa takut..?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar