Jokowi Lalai Hanya Tanda Tangan, tak Tahu Isi Kebijakan DP Mobil Pejabat
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua
Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan
Indonesia mulai kekosongan kepemimpinan. Terlebih lagi setelah Presiden Joko
Widodo memberikan jawaban tentang tambahan DP Mobil untuk pejabat dan akan
meninjaunya kembali.
Ia menilai, Presiden lalai karena hanya membubuhkan tanda tangan tanpa melihat isi dan substansi kebijakan yang ditandatanganinya itu.
"Itulah kenapa saya sebut negeri ini mulai tidak memiliki pemimpin dan kepemimpinan, karena Presidennya hanya sekedar tanda tangan semua dokumen yang disodorkan ke dia tanpa tahu apa kebijakan yang dia tanda tangani," ujar Dahnil Anzar Simanjuntak kepada Republika, Ahad (5/4).
Sebelumnya, Presiden mengaku tidak tahu menahu tentang DP mobil untuk pejabat. Ia justru menyalahkan Menteri Keuangan. Padahal, tambahan DP mobil untuk pejabat dikeluarkan berdasarkan Perpres yang langsung ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
"Ini artinya, presiden tidak mengetahui isi dari dokumen yang diserahkan namun langsung menandatangani," katanya.
Ia mengatakan, sikap yang ditunjukan Presiden Joko Widodo ini diibaratkan presiden yang hanya peduli dengan kursi kepresidennya tapi tidak peduli dengan apa yang sudah ditandatangani sebagai kebijakan penggunaan anggaran publik.
"Sah kita telah kehilangan kepemimpinan karena presiden kita absent dalam setiap kebijakannya, dan berhenti sekedar menjadi stempel pengesahan," katanya.
Ia menilai, Presiden lalai karena hanya membubuhkan tanda tangan tanpa melihat isi dan substansi kebijakan yang ditandatanganinya itu.
"Itulah kenapa saya sebut negeri ini mulai tidak memiliki pemimpin dan kepemimpinan, karena Presidennya hanya sekedar tanda tangan semua dokumen yang disodorkan ke dia tanpa tahu apa kebijakan yang dia tanda tangani," ujar Dahnil Anzar Simanjuntak kepada Republika, Ahad (5/4).
Sebelumnya, Presiden mengaku tidak tahu menahu tentang DP mobil untuk pejabat. Ia justru menyalahkan Menteri Keuangan. Padahal, tambahan DP mobil untuk pejabat dikeluarkan berdasarkan Perpres yang langsung ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
"Ini artinya, presiden tidak mengetahui isi dari dokumen yang diserahkan namun langsung menandatangani," katanya.
Ia mengatakan, sikap yang ditunjukan Presiden Joko Widodo ini diibaratkan presiden yang hanya peduli dengan kursi kepresidennya tapi tidak peduli dengan apa yang sudah ditandatangani sebagai kebijakan penggunaan anggaran publik.
"Sah kita telah kehilangan kepemimpinan karena presiden kita absent dalam setiap kebijakannya, dan berhenti sekedar menjadi stempel pengesahan," katanya.
Senin, 06 April 2015 | 12:15 WIB
Uang Muka Mobil Pejabat Naik, Luhut Akui Jokowi Keliru
Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar
Panjaitan. TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala
Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan mengakui Presiden Joko Widodo keliru
telah meneken Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Kenaikan Tunjangan
Uang Muka Pembelian Mobil Pejabat Negara. Namun, dia menampik jika Jokowi
disebut menyalahkan anak buahnya. "Bukan menyalahkan. Saya pun tanda
tangan kalau sudah diparaf semua. Ya tanda tangan bisa saja keliru, masak
Presiden enggak boleh keliru," kata Luhut di kantornya, Senin, 6 April
2015.
Menurut Luhut, Jokowi berniat menarik perpres tersebut. Musababnya, Jokowi sangat concern terhadap permasalahan dan kebijakan yang dinilai merugikan masyarakat. "Bisa saja beliau tarik kembali, kan? Beliau sangat concern soal itu," ujarnya. "Beliau bisa perbaiki mekanisme proses pengambilan keputusan yang keliru, ya kan tidak salah kalau dicabut. Bisa saja, saya enggak tahu nanti. Kita tunggu saja."
Menurut Luhut, sebenarnya rencana menaikkan uang muka mobil pejabat itu sudah diusulkan sejak lama. Luhut mengatakan tunjangan itu hanya untuk membeli mobil jenis Toyota Avanza. "Itu untuk mobil Avanza sederhana, juga tidak istimewa. Hanya momentumnya, cara memberitahunya, jadi menimbulkan kegaduhan," kata dia.
Presiden Joko Widodo menaikkan tunjangan uang muka pembelian kendaraan bermotor bagi pejabat negara lewat revisi Peraturan Presiden tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Pertimbangannya, ketentuan sebelumnya tidak sesuai dengan peningkatan harga kendaraan bermotor.
Pada Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 disebutkan fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebesar Rp 116.650.000. Adapun pada beleid baru, Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015, angka itu diubah menjadi Rp 210.890.000. Lembaga negara yang memperoleh uang muka ini antara lain anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hakim agung, hakim Mahkamah Konstitusi, anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan anggota Komisi Yudisial.
REZA ADITYA
Menurut Luhut, Jokowi berniat menarik perpres tersebut. Musababnya, Jokowi sangat concern terhadap permasalahan dan kebijakan yang dinilai merugikan masyarakat. "Bisa saja beliau tarik kembali, kan? Beliau sangat concern soal itu," ujarnya. "Beliau bisa perbaiki mekanisme proses pengambilan keputusan yang keliru, ya kan tidak salah kalau dicabut. Bisa saja, saya enggak tahu nanti. Kita tunggu saja."
Menurut Luhut, sebenarnya rencana menaikkan uang muka mobil pejabat itu sudah diusulkan sejak lama. Luhut mengatakan tunjangan itu hanya untuk membeli mobil jenis Toyota Avanza. "Itu untuk mobil Avanza sederhana, juga tidak istimewa. Hanya momentumnya, cara memberitahunya, jadi menimbulkan kegaduhan," kata dia.
Presiden Joko Widodo menaikkan tunjangan uang muka pembelian kendaraan bermotor bagi pejabat negara lewat revisi Peraturan Presiden tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Pertimbangannya, ketentuan sebelumnya tidak sesuai dengan peningkatan harga kendaraan bermotor.
Pada Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 disebutkan fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebesar Rp 116.650.000. Adapun pada beleid baru, Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015, angka itu diubah menjadi Rp 210.890.000. Lembaga negara yang memperoleh uang muka ini antara lain anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hakim agung, hakim Mahkamah Konstitusi, anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan anggota Komisi Yudisial.
REZA ADITYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar