Liputan6.com, New York - Milenial menjamur... Milenial
mendominasi. Kondisi seperti ini yang tengah dirasakan oleh beberapa
negara di belahan dunia. Pengaruhnya begitu kuat, kerap menciptakan tren
baru dan jadi patokan bagi dunia bisnis.
Berkat kreativitas yang mereka ciptakan, kaum milenial seolah menjadi pasar yang menggiurkan bagi pelaku bisnis. Bahkan, ramai perusahaan yang menggunakan jasa kaum milenial untuk memasarkan produknya.
Karena dianggap berpengaruh dan terkenal di komunitas, para artis Instagram (selebgram) yang juga tergolong dalam kategori milenial kerap mempromosikan suatu produk mulai dari pakaian, makanan, makeup hingga kebutuhan lainnya lewat media sosial.
Apabila foto produk barang telah mereka unggah, maka ribuan atau
jutaan pengikut akan terinspirasi untuk menggunakan produk yang sama.
Kebanyakan, produk atau jasa yang mereka promosikan berasal dari indie label -- sebuah pelaku bisnis yang menciptakan produk antimainstreem atau sebuah barang yang nilai kreativitasnya begitu keren.
Jika kondisi semacam ini sudah merajai anak-anak milenial maka, perusahaan besar yang kena getahnya. Produk yang selama ini mereka tawarkan sudah tak laku, angka penjualan menurun karena para peminat sudah berpaling ke lain hati.
Namun tak jarang, ada beberapa perusahaan yang gulung tikar alias bangkrut karena serangan bertubi-tubi dari indie label tersebut.
Seperti dilansir dari laman Businessinsider.sg, Rabu (1/11/2017), berikut 4 bisnis yang gulung tikar akibat milenial:
Berkat kreativitas yang mereka ciptakan, kaum milenial seolah menjadi pasar yang menggiurkan bagi pelaku bisnis. Bahkan, ramai perusahaan yang menggunakan jasa kaum milenial untuk memasarkan produknya.
Karena dianggap berpengaruh dan terkenal di komunitas, para artis Instagram (selebgram) yang juga tergolong dalam kategori milenial kerap mempromosikan suatu produk mulai dari pakaian, makanan, makeup hingga kebutuhan lainnya lewat media sosial.
Kebanyakan, produk atau jasa yang mereka promosikan berasal dari indie label -- sebuah pelaku bisnis yang menciptakan produk antimainstreem atau sebuah barang yang nilai kreativitasnya begitu keren.
Jika kondisi semacam ini sudah merajai anak-anak milenial maka, perusahaan besar yang kena getahnya. Produk yang selama ini mereka tawarkan sudah tak laku, angka penjualan menurun karena para peminat sudah berpaling ke lain hati.
Namun tak jarang, ada beberapa perusahaan yang gulung tikar alias bangkrut karena serangan bertubi-tubi dari indie label tersebut.
Seperti dilansir dari laman Businessinsider.sg, Rabu (1/11/2017), berikut 4 bisnis yang gulung tikar akibat milenial:
1. Bisnis Serbet
Konsumen muda (yang tergolong milenial) lebih memilih tisu dibanding
serbet. Hal itu merujuk pada sebuah artikel yang pernah dimuat oleh Washington Post tahun 2016.
Media itu mengacu pada sebuah survei yang dilakukan oleh lembaga Mintel. Mereka menemukan fakta bahwa hanya 56 persen responden yang mengaku membeli serbet dalam enam bulan terakhir.
Sementara 86 persen survei mengatakan bahwa mereka menggantinya dengan tisu kertas.
Tisu kertas dianggap lebih fungsional daripada serbet dan digunakan untuk tujuan lebih.
Media itu mengacu pada sebuah survei yang dilakukan oleh lembaga Mintel. Mereka menemukan fakta bahwa hanya 56 persen responden yang mengaku membeli serbet dalam enam bulan terakhir.
Sementara 86 persen survei mengatakan bahwa mereka menggantinya dengan tisu kertas.
Tisu kertas dianggap lebih fungsional daripada serbet dan digunakan untuk tujuan lebih.
2. Sereal
Lembaga Mintel mengatakan, sereal adalah pilihan sarapan milenia yang
dianggap tak bersahabat. Mereka merasa makan sereal juga tidak begitu
nyaman karena harus membersihkannya setelah makan. Demikian laporan dari
The New York Times tahun 2016.
Sebagai gantinya, konsumen yang lebih muda telah beralih ke pilihan yang lebih praktis. Seperti contoh yogurt hingga makanan sarapan cepat saji.
Penjualan sereal turun hingga 5 persen dari 2009 hingga 2014. Perusahaan seperti Kellogg dan General Mills melaporkan bahwa penjualan mereka sudah jatuh sejak tahun 2017.
Sebagai gantinya, konsumen yang lebih muda telah beralih ke pilihan yang lebih praktis. Seperti contoh yogurt hingga makanan sarapan cepat saji.
Penjualan sereal turun hingga 5 persen dari 2009 hingga 2014. Perusahaan seperti Kellogg dan General Mills melaporkan bahwa penjualan mereka sudah jatuh sejak tahun 2017.
3. Sabun Batangan
Penjualan sabun batangan menurun hingga 2,2 persen dari tahun 2014
hingga 2015. Menurut Mintel, penyebab utamanya adalah bak mandi atau
bathtup yang kian digemari.
"Hampir setengah (48 persen) konsumen Amerika Serikat percaya bahwa sabun batangan tercakup banyak kuman setelah digunakan. Beda halnya dengan konsumen yang jauh lebih tua yang menganggap sabun batangan begitu nyaman," tulis Mintel.
"Hampir setengah (48 persen) konsumen Amerika Serikat percaya bahwa sabun batangan tercakup banyak kuman setelah digunakan. Beda halnya dengan konsumen yang jauh lebih tua yang menganggap sabun batangan begitu nyaman," tulis Mintel.
4. Merek Pakaian dan Ritel
Di Amerika Serikat, beberapa merek-merek terkenal seperti H&M,
Zara, serta perusahaan ritel Macy's dan Sears telah menutup gerai
miliknya karena tak mampu bersaing dengan indie label.
Sears bahkan telah menutup lebih dari 300 gerai sementara Macy sudah telah menutup 68 gerai.
Sebagian alasan disebabkan oleh kebiasaan milenial yang lebih tertarik menghabiskan uang untuk ke restoran dan travelling.
Sejumlah gerai juga terancam tutup karena kalah bersaing dengan toko online.
Sears bahkan telah menutup lebih dari 300 gerai sementara Macy sudah telah menutup 68 gerai.
Sebagian alasan disebabkan oleh kebiasaan milenial yang lebih tertarik menghabiskan uang untuk ke restoran dan travelling.
Sejumlah gerai juga terancam tutup karena kalah bersaing dengan toko online.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar