Senin, 27 November 2017

Perbedaan Yang Menyatukan Arumi Bachsin & Emil Dardak


Foto: Dok. Pribadi
            Dulu, segudang persamaan dan bara asmara menjadi patokan pesinetron muda Arumi Bachsin (23) untuk urusan cinta. Hingga ia bertemu Emil Elistianto Dardak (32), sosok yang sama sekali berbeda, baik dari sisi karakter, maupun cara menerjemahkan cinta. Kini, setelah Emil mengemban amanah rakyat di jalur karier birokrasi, tantangan keduanya bertambah. Dari hiruk pikuk kota Jakarta yang tak kenal waktu, ke sebuah kota kecil di pesisir selatan Jawa Timur, cinta mereka terus bertumbuh dalam segala perbedaan yang mendewasakan. Melalui perbincangan seru telepon Jakarta – Trenggalek, keduanya membagikan kisahnya kepada femina.

‘SKENARIO’ BERBEDA
Mirip dengan jalan cerita sinetron yang sering diperankannya, demikian juga perjalanan cinta Arumi yang selalu menjadi santapan segar media hiburan tanah air. Beberapa nama bintang muda terkenal, seperti Afgan Syahreza, Revand Narya, dan Irwansyah, pernah mampir dalam kehidupannya. Terlebih, saat kisah cintanya bersama Miller Khan, pasangannya di sinetron Cerita Cinta Kita, sampai harus melibatkan upaya mediasi oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak. Penuh drama! Sebenarnya, kisah cinta seperti apa yang dicarinya saat itu?

“Dulu saya dengan para mantan sama-sama muda dari sisi usia. Sama-sama mengawali hubungan dengan asmara yang berkobar-kobar. Romantisnya seperti film-film Korea yang bikin deg-degan,” kenang Arumi, masih setia dengan gaya celotehannya yang ramai dan ceria. Namun, begitu saling tahu karakter asli dan masa lalunya, ternyata mereka berdua tidak bisa menerima. “Bukan cinta yang teruji waktu. Memang awalnya menyenangkan, tapi saat dijalani, hanya sesaat,” sergah wanita keturunan Indonesia – Jerman – Belanda ini lugas.

Bersama Emil, skenario kisah cintanya benar-benar berbeda dan jauh dari drama. Ia mengaku awalnya bahkan tidak tahu jika Emil menyimpan rasa padanya dan sedang melakukan usaha pendekatan. Semuanya berawal sejak ibunda Arumi, menitipkan putrinya di bawah manajemen Ade, yang tak lain manajer almarhum Utha Likumawhua.

“Waktu itu mama harus menyelesaikan sebuah urusan keluarga. Kebetulan, Om Utha adalah sahabat keluarga kami, jadi dititipkanlah saya sementara waktu pada Mas Ade,” ceritanya. Arumi tidak tahu, bahwa sejak saat itu pula pria yang juga menjadi manajer Emil Dardak itu berencana mencomblangkan keduanya.

Kebetulan, di saat yang sama, Emil sedang mengeluarkan album baru. Sehingga Arumi tidak curiga saat tiba-tiba putra pasangan mantan Wakil Menteri Pekerjaan Umum (2010-2014) Hermanto Dardak dan Sri Widayati itu jadi sering menjemputnya pulang syuting. “Saya kira tadinya dia menjemput saya karena perlu bertemu Mas Ade untuk urusan promosi album. Sebab, selama itu kami selalu bertiga,” kenang putri pasangan Rudy Bachsin dan Maria Lilian Pesch itu, tertawa.

Kecurigaan Arumi mulai muncul ketika wajah Emil selalu ada di setiap lokasi syutingnya. “Saya sering kaget, saat pulang syuting, mobil dan sopir saya menghilang. Alasan Mas Ade macam-macam, mulai dari dipinjam mama, sampai ke bengkel,” ceritanya terbahak. Saat mengantarnya ke rumah pun, Emil tidak segera pulang, tapi selalu menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan kedua orang tuanya. Ia baru mengetahui maksud Emil dari penuturan Ade.
Meski akhirnya tahu, Arumi sempat tergagap-gagap saat di salah satu obrolan intens mereka, Emil membuka topik obrolan pernikahan. Saat itu, usia Emil memang sudah 27 tahun, cukup matang untuk mulai berumah tangga. “Saya suka Arumi, dan nggak mau main-main. Kalau pacaran, pasti tujuannya untuk menikah, dan usia saya sudah tidak muda lagi,” ungkap pria kelahiran 20 Mei 1984 itu.

Di saat yang sama, Arumi yang sudah lelah dengan roller coaster hubungan asmara yang tidak jelas, juga memilih untuk serius dengan Emil. “Prinsipnya, selama dalam pernikahan kami tetap saling menghargai dan menghormati, sama seperti saat pacaran, ya, mari kita jalani. Saya juga nggak mau main-main,” ungkap wanita kelahiran 19 Februari 1994 itu. Dengan restu dari kedua pasangan orang tua, Arumi dan Emil makin mantap berjalan hingga akhirnya mereka menikah pada 30 Agustus 2013.
SALING MENGIMBANGI
Sejak pertama bertemu pada Mei 2011, dan melewati masa pendekatan yang berbulan-bulan itu, Emil merasa bahwa latar belakang dunia hiburan tidak membuat Arumi tumbuh menjadi pribadi yang congkak. Sebaliknya, ia sangat nyaman dengan dirinya sendiri, punya karakter yang baik, tidak bergaya hidup glamor, dan pintar.

“Ketika kami berdiskusi tentang sebuah masalah, Arumi memberikan banyak perspektif yang berbeda. Salah satunya, bahkan berhasil saya implementasikan saat menghadapi suatu kasus alot dengan klien di pekerjaan saya dulu saat masih di BUMN dan berhasil,” cerita pria yang saat itu menjabat sebagai Chief Business Development and Communication-Executive Vice President di PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia.

Meski perbedaan usia mereka cukup jauh, yaitu 10 tahun, pria peraih gelar Doktor Ekonomi Pembangunan termuda dari Jepang dari Ritsumeikan Asia Pacific University (di usia 22 tahun) itu nyaris tidak merasakan ketimpangan dalam hal pemikiran. “Karakter Arumi yang periang juga membuat hidup saya lebih berwarna, menyeimbangkan karakter saya yang lebih diam,” ungkap Emil. Tapi, ada perasaan pribadi dalam dirinya yang membuat Emil yakin memilih Arumi, yang sulit dideskripsikan dengan kata-kata. “Bersama Arumi membuat saya feel at home,” lanjutnya.

Hal yang sama pun dirasakan Arumi. Perbedaan usia tidak membawa pengaruh negatif dalam pernikahan mereka. “Mas Emil itu orangnya ngemong banget dan membimbing saya,” ungkap Arumi, yang mengaku masih punya banyak kemauan. Saking herannya tidak pernah dilarang-larang, Arumi pernah mempertanyakan ini pada sang suami. “Aku dulu pernah seumuran kamu. Nggak papa, nikmati aja. Dulu aku juga begitu,” ungkap Emil menjawab rasa penasaran istrinya.  “So, sweet yaa…” sambut Arumi, tertawa.

Kalau kebanyakan kisah cinta menggebu-gebu di depan, percikan-percikan asmara di antara mereka justru mulai muncul belakangan. “Semakin kenal semakin sayang. Semakin tahu kekurangan masing-masing, malah kami semakin menghargai. Sebab, dari proses ini juga kami mengenal diri kami sendiri,” ungkap Arumi, bijak.

Arumi menambahkan, bahwa dulu, ia merasa bahwa semakin banyak persamaan, akan membuat hubungan semakin dekat. Namun, ia dan Emil adalah dua pribadi yang sangat berbeda. Mulai dari karakter sampai urusan makanan. Yang terakhir disebut ini sempat membuat Arumi kelabakan. Apalagi, Emil ingin menyantap masakan hasil olahan istrinya. “Padahal, saya tidak jago masak,” katanya tertawa. Seperti ketika Emil menyatakan ingin menyantap semur lidah sapi. “Seumur-umur saya belum pernah melihat, apalagi sampai memegang lidah,” cerita Arumi. Alhasil, dapur berubah menjadi seperti zona perang. Ia harus memakai sarung tangan, karena geli dengan tekstur lidah.

Tidak terasa, pernikahan pasangan ini telah memasuki tahun ke-3. Selain kewajiban sebagai istri, hari-harinya hiruk pikuk, mengasuh dua balita lucu buah hati mereka, Lakeisha Ariestia (2,5) dan Al Qeinan Mahsyirputro Dardak (16 bulan). Arumi pun mengaku kerap mendapat banyak pertanyaan dari teman-temannya, tentang kehidupan pernikahan di usia muda seperti yang ia jalani. “Mungkin resepnya, kami menjalaninya dengan cukup santai. Karena saya tidak dituntut macam-macam, dan saya juga tidak pernah menuntut macam-macam pada suami,” ungkap Arumi.

Meski begitu, rumah tangga mereka juga tidak luput dari ribut-ribut kecil. Biasanya, biang keributan ini adalah soal waktu. Apalagi sejak Emil menjabat sebagai Bupati Trenggalek yang dilantik pada 17 Februari 2016, kontan daya dan pikiran Emil tercurah untuk membangun kota kecil di pesisir selatan Jawa Timur itu. Ketika wawancara berlangsung pun Emil sedang sibuk dengan rapat koordinasi bersama anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Saat makan saja ia masih membuka laptop atau sibuk berkoordinasi di ponsel. Semua urusan pekerjaan. Kalau sudah begini, saya perhatikan saja dari jauh,” ungkap Arumi, sedikit dongkol. Sebenarnya bukan soal pekerjaan Emil yang ia keluhkan, tapi karena suaminya itu jarang memperhatikan kesehatannya sendiri karena terlampau sibuk. “Makannya jadi tidak teratur, tidurnya kurang,” lanjut Arumi, geregatan.

Minimnya waktu kebersamaan sebagai sebuah keluarga juga sempat membuatn Arumi protes. “Setiap acara keluarga selalu disisipi urusan pekerjaan,” ucapnya. Pernah, suatu kali ia kaget Emil mengajak mereka berlibur ke Malang. “Oke sayang, kita liburan ke Malang ya, karena aku ada seminar di sana,” ujar Arumi menirukan ucapan suaminya. “Gemas deh. Tapi, kalau tidak begitu, tidak ada waktu bagi kami untuk jalan-jalan bersama. Jadi, disyukuri saja,” lanjutnya sambil mengela napas pasrah.

Sebagai istri seorang Bupati, Arumi tidak hanya berperan sebagai istri, tapi juga mengemban beberapa tugas ex-officio, seperti Ketua Tim Penggerak PKK, Ketua Dekranasda, dan sebagai Bunda PAUD (pendidikan anak usia dini). Sering tampil dalam balutan busana panjang dan kerudung, Arumi terlihat elegan, dewasa, dengan aura yang memperkuat wibawa sang suami.

Meski begitu, sempat juga ia merasa kurang percaya diri karena usianya yang masih begitu muda. “Bidu, saya nggak bisa yang kaku atau formal begitu. Takut jadi salah tingkat sendiri,” curhat Arumi pada pria yang punya panggilan sayang Biduan (penyanyi) itu. Lagi-lagi, dukungan Emil kembali meneguhkan hati Arumi. “Saya yakin kamu bisa menempatkan diri. Adaptasi saja sesuai yang kamu bisa. Kalau tidak bisa, ya tidak perlu dipaksa,” jawab Emil, penuh pengertian.

Ketakutan Arumi pun hilang, saat ia membaur dan berkomunikasi secara personal dengan ibu-ibu anggota PKK atau komunitas lainnya, ia merasakan suasana yang lebih cair. “Saya tetap menjadi pribadi yang ceria, meski tidak pecicilan seperti dulu,” ujar wanita yang tak sempat merasa kesepian atau bosan karena banyaknya kegiatan yang ia jalani di organisasi. Ia juga merasa mendapat banyak wawasan baru tentang isu kesehatan dan pemberdayaan.

“Sekarang saya mulai menikmati quality time dengan mendiskusikan urusan pekerjaan dengan suami. Apalagi, tanggung jawab kami memang saling terkait. Kepada saya, ia meminta masukan tentang efektivitas sebuah program di lapangan. Saya juga bisa mengkonsultasikan kegiatan saya,” ungkap wanita yang mengambil cuti di tingkat akhir perkuliahannya, di jurusan Business Administration, INTI College, universitas dengan jaringan internasional di Jakarta. “Masih kesulitan membagi waktu. Mudah-mudahan, saya bisa segera fokus dan merampungkan kuliah,” ujarnya minta didoakan.(f)
 Naomi Jayalaksana

Tidak ada komentar: