Minggu, 28 September 2014

REAKSI PENGESAHAN PILKADA TIDAK LANGSUNG (MELALUI DPRD

Pilkada DPRD, Kecaman untuk PD dan Senyum Sumringah Koalisi Merah Putih

Indah Mutiara Kami - detikNews
 
 Silaturahmi Koalisi Merah Putih 
Jakarta - Sikap Fraksi Partai Demokrat yang walk out dari rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada dikecam banyak pihak. Di sisi lain, ada Koalisi Merah Putih yang sumringah karena terbukti solid untuk menggolkan opsi Pilkada lewat DPRD.
Kecaman untuk Partai Demokrat datang dari partai-partai pendukung Pilkada langsung yaitu PDIP, Hanura, dan PKB. Partai Demokrat dianggap mempertontonkan sandiwara politik. Opsi Pilkada langsung dengan 10 syarat pun dianggap pura-pura semata.

"Kami merasa dipermainkan. Ini sandiwara politik. Setelah mereka merasa pilkada langsung akan menang, mereka walkout jadi kami pasti kalah," kata Anggota Panja RUU Pilkada dari F-PDIP Yasona Laoly.

Kekalahan opsi Pilkada langsung pun dibebankan kepada partai berlambang mercy ini. Bagaimana tidak, PD memiliki suara terbesar di DPR namun suara itu hilang begitu saja karena memilih walk out.

"Penyebab utama kekalahan opsi langsung adalah di PD," ucap Wasekjen PKB Abdul Malik Haramain.

Kekecewaan tidak hanya datang dari para elite politik. Rakyat yang merasa hak suara mereka dirampas pun bersuara. Ramai-ramai, mereka menjadikan media sosial sebagai wadah curahan kekesalan akibat sikap walk out PD.

Tak hanya lewat media sosial, berbagai kalangan mengambil sikap lewat berbagai petisi menolak UU Pilkada. Seruan untuk menggugat UU seumur jagung ini ke Mahkamah Konstitusi pun bermunculan.

Bila Presiden SBY Tak Tanda Tangan, Apakah RUU Pilkada Bisa Diundangkan?

Indah Mutiara Kami - detikNews
Jakarta - Mensesneg Sudi Silalahi menyatakan bahwa RUU Pilkada tidak bisa berlaku bila tidak ditandatangani oleh Presiden. Namun, berdasarkan aturan di UUD 1945, UU tetap bisa diundangkan dalam 30 hari meski tanpa tanda tangan Presiden.

Hal itu diatur dalam Pasal 20 ayat 5 UU Dasar 1945 setelah amandemen. Pasal tersebut mengatur tentang kewenangan DPR untuk membentuk undang-undang.

"Jadi, menurut UUD 1945 Pasal 20 Ayat 5, RUU yang sudah disetujui oleh DPR tapi tidak ditanda tangani presiden dalam waktu 30 hari, rancangan itu tetap akan berlaku," kata ahli hukum tata negara dari Universitas Padjajaran, Susi Dwi Haryani, LLM, Ph.d ketika berbincang dengan detikcom, Minggu (28/9/2014).

Susi menuturkan bahwa ayat 5 tersebut muncul setelah Presiden Soeharto tidak mau menandatangani RUU Penyiaran yang sudah disetujui DPR. "Saat masa reformasi, untuk menghindari hal ini terjadi, dibuatlah klausul ayat 5 tersebut di pasal 20," ujarnya.

Berikut adalah bunyi Pasal 20 Ayat 5 UUD 1945:

Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Sementara itu menurut ahli hukum tata negara Refly Harun, dalam tulisannya Khianat Demokrat, SBY memegang 50 persen kekuasaan legislatif. Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa setiap RUU dibahas Presiden dan DPR untuk mendapatkan persetujuan bersama. Bila tidak mendapatkan persetujuan bersama, Pasal 20 Ayat (3) UUD 1945 menentukan bahwa RUU tersebut tidak dapat diajukan dalam persidangan masa itu.

Seandainya SBY dalam waktu yang penting dan genting menjelang persetujuan RUU Pilkada menyatakan tidak setuju melalui Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, maka RUU Pilkada tidak dapat disetujui.

Sebelumnya, Sudi mengungkapkan bahwa pimpinan DPR nantinya akan menyurati Presiden untuk meminta agar UU Pilkada itu ditandatangani.

"Kalau presiden tidak menandatangani, ya tidak bisa diberlakukan," kata Mensesneg Sudi Silalahi seusai mengikuti jumpa pers Presiden SBY di Hotel Willard Intercontinental, Washington, DC, Sabtu (27/9/2014) pukul 09.00 waktu setempat.

SBY Bersumpah Terus Perjuangkan Pilkada Langsung dengan Perbaikan

Arifin Asydhad - detikNews
 
Foto: ArifinWashington, DC - Presiden SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat memahami kemarahan masyarakat yang ditimpakan kepadanya. Namun, masyarakat harus jernih melihatnya. SBY bersumpah dia akan perjuangkan Pilkada Langsung dengan 10 perbaikan.

"‎Jadi sikap saya tetap tidak akan berubah. Setelah tidka jadi presiden nanti, saya akan terus berjuang bersama rakyat agar pilkada dilakukan secara langsung dengan perbaikan. Ini sumpah saya, meski saya sudah tidak jadi presiden‎," kata SBY.

Penegasan sikap Presiden SBY ini disampaikan dalam jumpa pers di Hotel Willard Intercontinental sesaat sebelum meninggalkan Washington, DC, Amerika Serikat, Sabtu (27/9/2014) pukul 09.00 waktu setempat. SBY menjelaskan tentang Pilkada ini dengan mimik serius. Bahkan, SBY meminta maaf bila terlihat agak emosi.

"‎Jernihlah melihat persoalan. Partai Demokrat dengan segala kekurangan, saya tidak boleh menyalahkan mereka. Mereka (fraksi Demokrat) bilang ke saya, pak kami dihadang, kami dipertanyakan kenapa nggak mengusulkan dari dulu-dulu," jelas SBY.

SBY menyesalkan munculnya anggapan masyarakat bahwa dirinya dan PD telah membuat Pilkada via DPRD disahkan oleh DPR. Padahal, selama ini, PD tidak pernah memunculkan opsi Pilkada dipilih DPR.

"Kami tidak pernah sama sekali membuat opsi Pilkada lewat DPR. Yang kami dorong adalah Pilkada langsung dengan perbaikan-perbaikan. Karena selama 10 tahun saya memimpin, banyak ekses-ekses dan penyakit yang terjadi akibat Pilkada langsung. Saya tidak bisa menutup mata, sehingga perlu ada perbaikan-perbaikan," kata SBY.

Dia dan PD menolak dengan tegas Pilkada lewat DPRD. ‎‎"Kalau nanti dipilih DPRD, siapa yang akan menentukan calonnya. Sangat bisa yang menentukan adalah ketua umumnya. Akan ada top down, maunya pusat yang menentukan," tegas SBY.

SBY juga membantah isu bahwa PD akan mendapatkan keuntungan dari Pilkada lewat DPRD. ‎"Tidak ada untungnya untuk Demokrat. Kok dikatakan saya membuat sandiwara. Bagaimana kami bisa bermain di DPRD. Demokrat hanya punya suara 10 persen, bahkan di beberapa daerah hanya 6 persen," tepis SBY.

Dalam jumpa pers ini, SBY menjelaskan panjang lebar mengenai 'kisruh' Pilkada lewat DPRD setelah ditanya wartawan. ‎Hingga saat ini SBY masih menegaskan bahwa opsi yang diusung Partai Demokrat, yaitu Pilkada langsung dengan 10 syarat perbaikan ditolak semua fraksi di DPR. Karena itulah, Fraksi PD melakukan walk out.
Minggu, 28/09/2014 08:31 WIB

Sejumlah Kelompok Masyarakat Ramai-ramai Tolak UU Pilkada di Bundaran HI

Ayunda W Savitri - detikNews
Jakarta - Sejumlah kelompok yang mengatasnamakan dirinya dari 'Rakyat Menggugat Undang-undang Pilkada' beraksi di patung Bundaran HI, Jakarta Pusat. Tak hanya sekadar membentangkan atibut berisi penolakan, tetapi juga mereka mengumpulkan fotokopi KTP warga yang tidak setuju dengan pengembalian Pilkada via DPRD.

"Ini respon kita dari masyarakat umum dan aktivis sosmed yang resah setelah UU Pilkada disahkan. Masalahnya sangat prinsip ini nyangkut hak politik kita. Hak suara yang melekat di tiap individu diambil sama DPRD. Kami nggak punya ruang lagi secara langsung," ujar jubir aksi ini, Alfa Gumilang, Minggu (28/9/2014).

"Pada prakteknya pemilihan DPRD dan masyarakat secara langsung berbeda, misalkan Pilkada DKI Jakarta hampir semua partai dukung Foke tapi rakyat berkehendak mamilih Jokowi yang menang. Ketika hak politik jadi milik elite politik, kesempatan rakyat dikebiri dan hilang," lanjutnya.

Aksi ini sedikit terhalang dengan banyaknya peserta fun bike HUT ke-69 TNI yang tersendat melintasi Bundaran HI. Meski demikian, tak menghalangi partisipasi warga untuk beramai-ramai tolak Pilkada tidak langsung dengan memberikan fotokopi KTP mereka.

"Semua orang yang waras saja nggak ada yang setuju. Saya merasakan sendiri. DPR dan DPRD banyak malingnya," tutur salah seorang warga dari Jakarta Timur, Muhammad Nur, saat memasukkan fotokopi identitasnya dalam sebuah kardus.

"Suara langsung kita yang nentuin harusnya kan tujuan reformasi supaya suara rakyat dihargai bukan diwakilkan," timpal warga lainnya, Herman.

Rencananya, KTP ini akan diserahkan ke KontraS untuk nantinya dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada saat pendaftaran gugatan. Meski tak ada target secara spesifik, namun mereka berniat untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya selama beberapa waktu ke depan.
"KTP ini akan kita kumpulkan dan serahkan kepada KontraS yang niat mengajukan gugatan ke MK. Kita akan bareng-bareng sama teman-teman yang aksi untuk nantinya pendaftaran gugatan itu disampaikan ke MK," kata Alfa.

Aksi serupa juga akan dilakukan di daerah-daerah lainnya untuk menggalang aksi dukungan. "Kita baru mulai di Jakarta, ternyata respon teman-teman di daerah sangat besar. Mereka juga ingin melakukan di daerah-daerah," imbuhnya.

Aksi ini juga digelar di jejaring sosial. Dengan menggunakan tagar #TolakOrbaJilid2, netizen juga dapat ikut berpartisipasi menyuarakan hak politiknya. Atau warga juga bisa mengirimkan scanning KTP-nya ke kontras_98@kontras.org selama beberapa hari ke depan.

"Harapannya mendapat dukungan rakyat. Kampanye kepada masyarakat kalau hak kita diambil sama elite politik setelah susah payah diperjuangkan," pungkas Alfa.

Tidak ada komentar: