Sabtu, 24 Januari 2015

UJIAN NASIONAL VERSI Anies Baswedan, TANPA POLISI, Hanya Pemetaan!, tidak Jadi Tolok Ukur Kelulusan

Anies Baswedan: UN Jangan Jadi Tolok Ukur Kelulusan

Rabu, 19 Maret 2014 23:23 WIB

Anies Baswedan: UN Jangan Jadi Tolok Ukur Kelulusan
Tribun Sumsel/M AWALUDDIN FAJRI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penggagas Gerakan Indonesia Mengajar, Anies Baswedan mengeluarkan pernyataan mengenai Ujian Nasional (UN).
Setelah pada Bulan September 2013 lalu Anies mendorong adanya moratorium UN agar ada jeda untuk mereview dan mengevaluasi dengan benar, kali ini rektor termuda di Indonesia ini kembali menyatakan pendapatnya mengenai UN.
"UN jangan dijadikan sebagai tolok ukur kelulusan. Yang terjadi sekarang banyak yang bicara 100% lulus tapi nyatanya terjadi kecurangan," ujar Anies membuka pembicaraan mengenai UN.
"Harusnya yang didorong adalah mengetahui kenyataan pendidikan yang ada. Tujuannya membuat tahu kenyataan pendidikan di lapangan, jadi terus dilakukan perbaikan pada bagian kurang," tambah capres termuda konvensi Partai Demokrat ini.
Ia menambahkan yang terjadi adalah UN sebagai tolak ukur kelulusan, selain kontraproduktif menurutnya akan merembet menjadi momok menakutkan bagi para siswa.
Selain bicara mengenai UN, dalam pertemuan dengan beberapa relawan pendukungnya di Jakarta Anies juga mendorong penguatan ekonomi daerah melalui pendampingan manajemen keuangan yang bisa dilakukan oleh institusi perbankan di daerah

Gebrakan Anies Baswedan: “Ujian Nasional Hanya Pemetaan!”

HL | 14 November 2014 | 18:01
14159700491770829779
Anies Baswedan/Kompas.com
Kabar menggembirakan datang dari KementerianKebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah. Orang nomor satu di kementerian mulai mengungkap teka-teki perihal  pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2015 . “Pemerintah tidak akan menghapus Ujian Nasional. Namun, hasil Ujian Nasional tidak jadi tolok ukur kelulusan. Ujian Nasional 2015 hanya dijadikan pemetaan pemerataan kualitas pendidikan nasional,” demikian ungkap Anies Baswedan yang dilansir beberapa media nasional hari ini, Jum’at 14 Nopember 2014. Super sekali….. pinjam istilah motivator ulung: Mario Teguh.
Ya, sudah sejak lama Ujian Nasional di negeri selalu jadi trending topic, kajian menarik sekaligus bahan pergunjingan. Bahkan yang paling parah, Ujian Nasional telah memunculkan fenomena-fenomena yang seharusnya dilarang dan tabu muncul di dunia pendidikan. Tapi apa lacur, demi “menyelamatkan” muka, “menyelamatkan” nasib peserta didik, “menyelamatkan” nasib sekolah, menyelamatkan prestise sekolah, “menyelamatkan” jabatan dan seabreg demi-demi yang lain, Ujian Nasional kehilangan roh-nya sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Jika apa yang disampaikan oleh Anies Baswedan itu menjadi sebuah keputusan dan ketetapan (diundangkan dalam bentuk permendikdasmen dahulu permendikbud), artinya dunia pendidikan mendapat angin segar. Pro kontra Ujian Nasional tidak lagi akan meruncing seperti sebelumnya. Tidak perlu menyiagakan polisi dengan tugas high security untuk mengawal soal pelaksanaan Ujian Nasional. Bahkan, profesor-profesor pun tak perlu demo menolak Ujian Nasional.
Ujian Nasional memang seharusnya dikembalikan fungsinya sebagai pemetaan pemerataan kualitas pendidikan. Inilah  kebijakan  yang paling adil dan pas bagi sekolah. Fakta di lapangan secara kasat mata sudah tampak bahwa kualitas pendidikan di tanah air memang belum merata. Kualitas dan kuantitas sarana pendidikan belum seluruhnya memadai. Kualitas, kualifikasi dan kompetensi  tenaga pendidik belum terpenuhi. Beberapa daerah masih begitu terbatas akses informasi.  Dukungan masyarakat dan kondisi geografi  yang kurang menunjang. Semua itu merupakan data faktual yang akan sangat berpengaruh pada kualitas hasil belajar siswa. Jika dipaksakan harus lulus Ujian Nasional dengan passing grade yang sama… artinya selama ini keberadaan Ujian Nasional memang patut dipertanyakan.
Sudah sepatutnya kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan (sekolah) menjadi hak penuh pengelola sekolah. Ujian Nasional tidak boleh lagi mem-veto kelulusan peserta didik gara-gara tidak mampu memenuhi passing grade yang ditentukan pemerintah. Jika memang siswa secara akademik tidak mampu melampaui passing grade fisika, kimia, atau matematika, ya sudah…. Memang segitu kemampuannya. Apakah anak-anak yang secara akademik IPA itu  harus tidak lulus? Apakah mereka  tidak punya kemampuan yang lain yang bisa digunakan dan diandalkan untuk terjun ke dunia yang sesungguhnya? Salah besar jika kita memvonis kemampuan seorang anak manusia yang memang diciptakan unik.  Sekolah  dan stake holder-lah yang paling tahu dan paham kondisi anak didiknya. Artinya, keputusan lulus dan tidak lulus,  tidak semata-mata tergantung dari raihan rendah tingginya kemampuan akademik (nilai hasil tes).
Selama ini ada suara sumbang, jika Ujian Nasional ditiadakan atau tidak berkontribusi pada penentuan pelulusan, dikuatirkan maka semua sekolah akan meluluskan semua peserta didiknya. Faktanya, “eksperimen” Ujian Nasional selama ini pun selalu gagal menyetop sinyelemen itu karena faktanya malah dengan Ujian Nasional sekolah malah terpacu untuk meluluskan semua peserta didiknya!
Saya yakin, jika Ujian Nasional hanya pemetaan dan kelulusan ditentukan mutlak oleh sekolah, maka sekolah-sekolah akan lebih bergairah dalam mengembalikan proses pendidikan ke jalur yang benar. Tidak seperti yang sudah lalu, sekolah berubah jadi BIMBINGAN BELAJAR. Calon peserta ujian nasional yang berduit berlomba ikut bimbingan belajar (BIMBEL) di luar. Semua itu hanya demi meraih sebuah nilai. Hanya upaya melampaui passing grade semata. Tidak mecerminkan kualitas peserta didik maupun satuan pendidikan. Maka, proses pembelajaran dengan scientific aprroach pun akhirnya jadi omong kosong belaka

Anies Baswedan: Polisi Tak Akan Lagi Jaga Ujian Nasional

, CNN Indonesia
Anies Baswedan: Polisi Tak Akan Lagi Jaga Ujian Nasional Pelajar mengobrol usai ujian di Sekolah Menengah Atas Jakarta Selatan, Senin, (8/12). Mendikbud Anies Baswedan mengatakan UN tak akan lagi menjadi prasyarat utama kelulusan siswa. (CNN Indonesia/ Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyatakan tak akan meminta bantuan polisi untuk membantu pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2015 pada April dan Mei mendatang. Pengawasan dari polisi, katanya, hanya akan menimbulkan kesan teror atas pelaksanaan UN.

"Tentu ada pengawasan, tetapi tahun ini kami tak melibatkan polisi seperti tahun-tahun sebelumnya, " kata Anies saat ditemui di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Jumat (23/1).

Anies berpendapat kehadiran polisi dapat menimbulkan kesan menakutkan bagi para peserta UN. Padahal, menurutnya UN bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan meskipun sangat penting.
Untuk pelaksanaan UN tahun ini, sebanyak 700 ribu pengawas yang terdiri dari guru akan terlibat. Sementara itu, soal UN rencananya akan dikirim oleh pihak percetakan melalui pos.

"Soal akan disegel dan pihak percetakan punya tanggung jawab untuk mengirimnya ke sekolah-sekolah. Bila nanti pihak percetakan mau meminta bantuan aparat kepolisian untuk mengawal, silahkan. Itu jadi kebijakan mereka," kata Anies.

Anies mengatakan UN berfungsi mengembangkan potensi siswa, bukan sekadar prasyarat untuk lulus. Dengan adanya UN, siswa diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri.

Bukan Syarat Kelulusan

Anies juga menyampaikan kalau UN kini tidak lagi menjadi syarat kelulusan siswa. Berdasarkan kebijakan baru, sekolahlah yang menentukan kelulusan siswanya.

"Dengan begitu, sekolah dipercaya untuk menilai siswa secara menyeluruh. Karenanya, kami punya tanggung jawab mengembangkan kemampuan sekolah untuk menilai secara menyeluruh," kata Anies.

Soal kecurangan yang masih kerap terjadi saat pelaksanaan UN, Anies berpendapat hal tersebut disebabkan oleh ekosistem pendidikan bukan semata-mata kesalahan siswa. Dia lantas mengharapkan agar sekolah bisa lebih mendukung potensi siswa dengan menciptakan ekosistem pendidikan yang baik.

"Jangan rusak mentalitas anak kita. Ini merupakan kesempatan bagi sekolah untuk mengembangkan potensinya,"ujar dia.

UN untuk Sekolah Menengah Atas/Sederajat akan dilaksanakan pada 13 hingga 15 April 2015. Pengumuman kelulusan dilakukan pada 18 Mei 2015.

Sementara itu, UN untuk Sekolah Menengah Pertama/Sederajat akan dilaksanakan pada 4 hingga 6 Mei 2015. Pengumumannya dilakukan pada 10 Juni 2015.
(utd/agk)

Tidak ada komentar: