Minggu, 15 Februari 2015

Ada Apa dengan Prabowo yang ering datang Istana Kwpresidenan?

um'at, 13 Februari 2015 | 08:07 WIB

Prabowo Datang ke Kantor Kepresidenan, Ada Apa?

Prabowo Datang ke Kantor Kepresidenan, Ada Apa?
Sejumlah pimpinan Koalisi Merah Putih (KMP) memberikan keterangan kepada media usai menggelar pertemuan tertutup di Bakrie Tower, Jakarta, 29 Januari 2015. Pertemuan ini digelar pasca-pertemuan Ketum Gerindra, Prabowo Subianto, dengan Jokowi, di Istana Bogor. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto mendatangi kantor Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan di Bina Graha, Kompleks Kepresidenan, kemarin sore, 12 Februari. Kunjungan Prabowo ke tempat kerja Luhut dilakukan secara tertutup.

Datang pukul 16.00 dengan menumpangi Lexus putihnya, Prabowo masuk ke kantor Luhut melalui pintu sebelah di Jalan Veteran. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo mengatakan belum mengetahui apa yang dibicarakan keduanya.

"Belum ada perbincangan pertemuan tadi membicarakan apa," kata Edhy saat dikonfirmasi mengenai pertemuan tertutup itu, Kamis, 12 Februari 2015. "Saya belum bertemu dengan Prabowo, sepertinya hanya silaturahmi."

Pertemuan itu berlangsung kurang dari satu jam. Edhy enggan menjelaskan lebih lanjut ihwal pertemuan itu, apakah direncanakan atau dilakukan secara dadakan. "Saya tidak tahu banyak karena sedang memimpin rapat di DPR pada saat pertemuan itu."

Politikus Gerindra yang lain, Desmond Junaidi Mahesa, yang juga Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, mengatakan Presiden Joko Widodo telah menghubungi Ketua DPR Setya Novanto. Mereka membicarakan pembatalan pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

"Tadi malam Pak Jokowi telepon Ketua (DPR), katanya fix batal melantik BG. Kami, pimpinan Komisi Hukum, langsung rapat," katanya saat dihubungi Tempo, Kamis, 12 Februari 2015.

Desmond mengatakan, untuk mengajukan calon Kapolri baru, Kapolri sebelumnya harus diberhentikan dulu. Dalam kasus ini, Budi terpilih menjadi Kapolri, tapi tak kunjung dilantik. "Budi tidak bisa diberhentikan kalau belum dilantik. Bagaimana kami bisa memprosesnya?" ujar Desmond.

Solusi lain, Jokowi harus mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang bila batal melantik Budi. "Tapi, kami, Komisi Hukum, pun akan tetap menolak perpu," ujarnya.
DEWI SUCI RAHAYU | REZA ADITYA

Ini Dia Sinyal Terbentuknya Afiliasi Baru Jokowi-Prabowo

Saturday, 31 January 2015, 15:07 WIB,Antara/Widodo S. Jusuf
Presiden Joko Widodo bersama Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Presiden Joko Widodo bersama Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manuver politik antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, tidak membuat bekas Gubernur DKI Jakarta itu bergabung ke Koalisi Merah Putih (KMP). Namun, perjumpaan keduanya, berpeluang membentuk afiliasi politik baru.

Pakar Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto mengatakan bisa saja pertemuan itu adalah cara presiden memberikan ruang bagi KMP. Terutama untuk masuk ke dalam pemerintahan.
"Kalau Jokowi pindah ke KMP, memang itu kecil sekali. Tapi, pertemuan itu akan membentuk afiliasi politik baru," kata dia, di Jakarta, Sabtu (31/1). Karena menurut dia banyak alasan yang bisa membenarkan kemungkinan tersebut.
Sinyal tersebut dikatakan Gun Gun terang. Yaitu dari pernyataan Prabowo sendiri pascapertemuan tersebut. Dikatakan dia, Prabowo dengan KMP-nya, akan mendukung setiap keputusan presiden.
"Kalau pun KMP tidak bergabung di pemerintahan. Paling tidak, Jokowi akan memberikan jaminan kebijakan pemerintah yang menguntungkan Prabowo dan KMP," kata dia.
Reporter : Bambang Noroyono
Redaktur : Ichsan Emrald Alamsyah

Ketemu Prabowo, Ini Sentilan Kekecewaan Jokowi untuk Menteri dan Partai Pendukungnya

Minggu, 1 Februari 2015 14:23 WIB

Ketemu Prabowo, Ini Sentilan Kekecewaan Jokowi untuk Menteri dan Partai Pendukungnya
Tribunnews/HO/Setpres/Rusman
Presiden Joko Widodo (kanan) mengantar Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto usai melakukan pertemuan tertutup di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/1/2015). Presiden Jokowi dan Prabowo mengatakan mereka bertemu dalam rangka silaturahmi yang membicarakan masalah terkini bangsa. (Tribunnews/HO/Setpres/Rusman) 
TRIBUNNEWS.COM - Ada pesan yang ingin disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui pertemuannya dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto yang berlangsung pada Kamis (29/1/2015) di Bogor.
Menurut Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Muradi, ada lima pesan yang ingin disampaikan Presiden melalui pertemuan tersebut.
"Saya melihatnya berbeda berkaitan dengan pertemuan Jokowi-Prabowo tersebut dibandingkan dengan perdebatan yang berkembang selama ini. Justru saya ingin menggaris bawahi bahwa ada pesan yang ingin disampaikan Jokowi dalam pertemuannya dengan Prabowo. Ada lima pesan yang saya tangkap dari pertemuan tersebut," kata Muradi melalui siaran pers yang diterima, Minggu (1/2/2015).
Pesan pertama, Jokowi ingin menyampaikan kepada partai politik pendukungnya yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) agar solid menyokong dia. Selama ini, menurut Muradi, Jokowi merasa hanya PDI-Perjuangan yang menyokongnya dalam menanggapi masalah penundaan pelantikan Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan sebagai Kapolri.
"Partai lainnya cenderung wait and see, padahal masalah pemilihan Kapolri ini makin rumit dan butuh soliditas partai pendukung," ucap Muradi.
Kedua, Jokowi ingin menyampaikan pesan kepada menteri atau pejabat setingkat menteri yang berasal dari nonpartai untuk ikut memikirkan permasalahan pengangkatan Kapolri ini. Muradi menekankan kurangnya peran Kepala Staf Kantor Kepresidenan Luhut Panjaitan terkait hal ini.
Ia menilai Luhut sedianya bisa menunjukkan perannya dalam melakukan komunikasi politik. "Bukan isu apabila yang pontang panting melakukan lobi dan menjadi penghubung antara Presiden dengan sejumlah pihak yang terkait dengan kekisruhan tersebut adalah Seskab, Andi Widjadjanto dan Mensesneg Pratikno. Padahal seharusnya ada juga Luhut Panjaitan, Kepala Staf Kantor Kepresidenan yang seharusnya melakukan komunikasi politik, sebagaimana yang menjadi deskripsi kerjanya," ucap Muradi.

Tidak ada komentar: