Puluhan perempuan Australia gabung ISIS
Perempuan asing yang bertolak ke
Suriah dan Irak untuk bergabung dengan ISIS diperkirakan bertambah signifikan.
Sedikitnya 40 perempuan asal
Australia telah bergabung dalam aksi terorisme atau kelompok pendukung teroris,
kata Menlu Julie Bishop.
Kepada para anggota parlemen
Australia, Bishop mengatakan semakin banyak perempuan dari negara itu yang
bertolak ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan suami mereka atau menikahi
pria anggota kelompok milisi ISIS.
Jumlah perempuan warga negara asing
yang bergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak diperkirakan mencapai seperlima
dari total anggota ISIS asal mancanegara.
“Seakan pembunuhan dan eksekusi
belum cukup, ISIS telah mempublikasikan instruksi perlakuan terhadap budak
seks, termasuk memperkosa dan memukuli perempuan,” kata Bishop sebagaimana
dikutip ABC.
Rangkaian instruksi itu, menurut
Bishop, meliputi bagaimana menyerang perempuan yang belum akil balik. Penuturan Bishop menegaskan arus
kedatangan perempuan warga negara asing ke Suriah dan Irak.
Sebelumnya, sumber-sumber di Suriah
mengatakan kepada BBC bahwa tiga remaja Inggris, Shamima Begum dan Amira
Abase, keduanya 15, dan Kadiza Sultana, 16, menyeberang perbatasan Suriah untuk
bergabung dengan ISIS.
Tiga remaja Inggris dilaporkan telah
mencapai Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Perekrutan
Penuturan Bishop juga berkaitan
dengan kebijakan antiterorisme yang dikeluarkan Perdana
Menteri Tony Abbott.
Pada Senin (23/02), Abbott mengancam
akan membekukan atau bahkan mencabut dwikewarganegaraan orang yang terlibat
aksi terorisme.
“Warga Australia yang turut angkat
senjata dengan kelompok teroris, selagi militer Australia berkiprah di
Afghanistan dan Irak, dianggap melawan negara. Mereka harus diperlakukan sesuai
dengan tindakan mereka,” kata Abbott.
Sejauh ini, pemerintah Australia
telah membekukan 100 paspor milik anggota milisi di Suriah dan Irak.
Direktur lembaga pemantau Suriah di
Inggris, Rami Abdel Rahman, mengatakan kelompok-kelompok milisi di Suriah
sejatinya tidak gencar merekrut warga asing.
“Namun, orang-orang dari Kanada,
Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Belanda, Australia, Austria, dan Prancis
berdatangan ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok-kelompok tersebut,” kata
Rahman.
Presiden Mesir serukan koreksi konsep Islam yang
'keliru'
25 Februari 2015
Abdel Fattah al-Sisi mengulangi
seruan serupa yang dikeluarkan oleh ulama besar al-Azhar.
Presiden Mesir, Abdel Fattah
al-Sisi, menyerukan perlunya membetulkan apa yang ia sebut 'konsep yang keliru'
tentang Islam.
Pernyataan ini ia sampaikan hari
Selasa (24/02) ketika berbicara tentang gangguan stabilitas di kawasan Timur
Tengah dengan para pejabat Liga Arab.
Menurut juru bicaranya, Presiden
al-Sisi berpendapat bahwa kekuatan senjata saja tidak cukup untuk memerangi
ekstremisme.
Perlu juga koreksi tentang diskursus
keagamaan, kata Presiden al-Sisi.
Pernyataan ini mengulangi seruan serupa yang disampaikan Syeikh
Ahmed al-Tayib, ulama besar Universitas Al-Azhar, Kairo, salah satu pusat
kajian Islam Sunni paling prestisius di dunia, yang pada hari Minggu menyerukan
perubahan besar-besaran pengajaran agama untuk menangkal ekstremisme.
Al-Tayib mengatakan terorisme
terkait dengan interpretasi yang salah atas Quran dan ajaran Nabi Mohmmad.
Pemahaman yang keliru ini,
menurutnya, kemudian memunculkan pandangan Islam yang tidak toleran.
Ia mengutuk terorisme dan mengatakan
bahwa satu-satunya cara bagi kaum Muslim untuk bisa kembali bersatu adalah
dengan tidak lagi menyebut sesama Muslim sebagai orang-orang kafir.
Pemahaman ini, kata al-Tayeb, harus
disebarkan melalui jalur pendidikan formal, seperti sekolah dan perguruan
tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar