Kamis, 26 Februari 2015

Pemahaman konsep yang salah bisa lahirkan Ekstrimis


Puluhan perempuan Australia gabung ISIS

Perempuan asing yang bertolak ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan ISIS diperkirakan bertambah signifikan.
Sedikitnya 40 perempuan asal Australia telah bergabung dalam aksi terorisme atau kelompok pendukung teroris, kata Menlu Julie Bishop.
Kepada para anggota parlemen Australia, Bishop mengatakan semakin banyak perempuan dari negara itu yang bertolak ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan suami mereka atau menikahi pria anggota kelompok milisi ISIS.
Jumlah perempuan warga negara asing yang bergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak diperkirakan mencapai seperlima dari total anggota ISIS asal mancanegara.
“Seakan pembunuhan dan eksekusi belum cukup, ISIS telah mempublikasikan instruksi perlakuan terhadap budak seks, termasuk memperkosa dan memukuli perempuan,” kata Bishop sebagaimana dikutip ABC.
Rangkaian instruksi itu, menurut Bishop, meliputi bagaimana menyerang perempuan yang belum akil balik. Penuturan Bishop menegaskan arus kedatangan perempuan warga negara asing ke Suriah dan Irak.
Sebelumnya, sumber-sumber di Suriah mengatakan kepada BBC bahwa tiga remaja Inggris, Shamima Begum dan Amira Abase, keduanya 15, dan Kadiza Sultana, 16, menyeberang perbatasan Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Tiga remaja Inggris dilaporkan telah mencapai Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Perekrutan
Penuturan Bishop juga berkaitan dengan kebijakan antiterorisme yang dikeluarkan Perdana Menteri Tony Abbott.
Pada Senin (23/02), Abbott mengancam akan membekukan atau bahkan mencabut dwikewarganegaraan orang yang terlibat aksi terorisme.
“Warga Australia yang turut angkat senjata dengan kelompok teroris, selagi militer Australia berkiprah di Afghanistan dan Irak, dianggap melawan negara. Mereka harus diperlakukan sesuai dengan tindakan mereka,” kata Abbott.
Sejauh ini, pemerintah Australia telah membekukan 100 paspor milik anggota milisi di Suriah dan Irak.
Direktur lembaga pemantau Suriah di Inggris, Rami Abdel Rahman, mengatakan kelompok-kelompok milisi di Suriah sejatinya tidak gencar merekrut warga asing.
“Namun, orang-orang dari Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Belanda, Australia, Austria, dan Prancis berdatangan ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok-kelompok tersebut,” kata Rahman.
Presiden Mesir serukan koreksi konsep Islam yang 'keliru'

25 Februari 2015Abdel Fattah al-Sisi
Abdel Fattah al-Sisi mengulangi seruan serupa yang dikeluarkan oleh ulama besar al-Azhar.
Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, menyerukan perlunya membetulkan apa yang ia sebut 'konsep yang keliru' tentang Islam.
Pernyataan ini ia sampaikan hari Selasa (24/02) ketika berbicara tentang gangguan stabilitas di kawasan Timur Tengah dengan para pejabat Liga Arab.
Menurut juru bicaranya, Presiden al-Sisi berpendapat bahwa kekuatan senjata saja tidak cukup untuk memerangi ekstremisme.
Perlu juga koreksi tentang diskursus keagamaan, kata Presiden al-Sisi.
Pernyataan ini mengulangi seruan serupa yang disampaikan Syeikh Ahmed al-Tayib, ulama besar Universitas Al-Azhar, Kairo, salah satu pusat kajian Islam Sunni paling prestisius di dunia, yang pada hari Minggu menyerukan perubahan besar-besaran pengajaran agama untuk menangkal ekstremisme.
Al-Tayib mengatakan terorisme terkait dengan interpretasi yang salah atas Quran dan ajaran Nabi Mohmmad.
Pemahaman yang keliru ini, menurutnya, kemudian memunculkan pandangan Islam yang tidak toleran.
Ia mengutuk terorisme dan mengatakan bahwa satu-satunya cara bagi kaum Muslim untuk bisa kembali bersatu adalah dengan tidak lagi menyebut sesama Muslim sebagai orang-orang kafir.
Pemahaman ini, kata al-Tayeb, harus disebarkan melalui jalur pendidikan formal, seperti sekolah dan perguruan tinggi.

Tidak ada komentar: