Mendagri : saya kecewa atas kesombongan Ahok
Selasa, 26 Zulqa'dah 1434 H / 1 Oktober 2013 10:03
JAKARTA (Arrahmah.com) – Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menilai bahwa tanggapan berbagai pihak terhadap Lurah Lenteng Agung itu berlebihan.
“Kalau evaluasi menyinggung Sara, itu lebay (berlebihan). Saya bilang kalau Pemda (Pemprov DKI Jakarta) bisa evaluasi kebijakannya, bukan mengevaluasi lurahnya karena bagi Pemda perlu pencapaian hasil yang baik,” kata Mendagri di Jakarta, Senin (30/9/2013).
Selain itu Gamawan juga menyayangkan tanggapan ketus Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
“Saya kecewa atas kepongahan (kesombongan) Ahok, yang dengan membaca berita keliru menyuruh saya belajar UUD. Saya 10 tahun jadi Bupati (Solok), lima tahun jadi Gubernur (Sumbar), dan empat tahun jadi Mendagri. Sementara dia (Ahok) hanya lebih sedikit satu tahun jadi Bupati di Belitung,” keluhnya.
Sebelumnya, Mendagri memberi saran agar Jokowi mempertimbangkan kembali penempatan Lurah Susan di Lenteng Agung. “Ada prinsip dalam penempatan seseorang dalam jabatan, yaitu the right man on the right place, atau the right man on the right job. Nah ini kiranya bisa jadi pertimbangan (Gubernur) DKI,” kata Gamawan.
Atas saran Mendagri, Ahok mengatakan posisi lurah Susan tidak bisa dicabut begitu saja hanya karena ada penolakan dari sebagian warga Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Dengan sombong Ahok mengatakan bahwa Gamawan Fauzi harus belajar konstitusi lagi.
“Menurut saya, Mendagri perlu belajar tentang konstitusi. Ini negara Pancasila. Bukan ditentukan oleh orang tolak, tidak tolak,” ujar Ahok dengan nada tinggi pada Jumat (27/9/2013) di Jakarta.
Seperti diketahui, mayoritas warga Lenteng Agung beragama Islam. Akan tetapi, Jokowi-Ahok menempatkan seorang Kristen untuk memimpin kelurahan ini. Padahal, kata warga, pada zaman penjajahan Belanda saja, Belanda tidak berani menempatkan seorang Kristen menjadi pemimpin di wilayah ini.
“Kampung kami mayoritas Muslim, kami ingin lurah Muslim,” tulis warga dalam sebuah poster dalam aksi penolakan pada Rabu (25/9/2013) yang dihadiri ribuan warga.
(azmuttaqin/suaraislam/arrahmah.com)
“Kalau evaluasi menyinggung Sara, itu lebay (berlebihan). Saya bilang kalau Pemda (Pemprov DKI Jakarta) bisa evaluasi kebijakannya, bukan mengevaluasi lurahnya karena bagi Pemda perlu pencapaian hasil yang baik,” kata Mendagri di Jakarta, Senin (30/9/2013).
Selain itu Gamawan juga menyayangkan tanggapan ketus Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
“Saya kecewa atas kepongahan (kesombongan) Ahok, yang dengan membaca berita keliru menyuruh saya belajar UUD. Saya 10 tahun jadi Bupati (Solok), lima tahun jadi Gubernur (Sumbar), dan empat tahun jadi Mendagri. Sementara dia (Ahok) hanya lebih sedikit satu tahun jadi Bupati di Belitung,” keluhnya.
Sebelumnya, Mendagri memberi saran agar Jokowi mempertimbangkan kembali penempatan Lurah Susan di Lenteng Agung. “Ada prinsip dalam penempatan seseorang dalam jabatan, yaitu the right man on the right place, atau the right man on the right job. Nah ini kiranya bisa jadi pertimbangan (Gubernur) DKI,” kata Gamawan.
Atas saran Mendagri, Ahok mengatakan posisi lurah Susan tidak bisa dicabut begitu saja hanya karena ada penolakan dari sebagian warga Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Dengan sombong Ahok mengatakan bahwa Gamawan Fauzi harus belajar konstitusi lagi.
“Menurut saya, Mendagri perlu belajar tentang konstitusi. Ini negara Pancasila. Bukan ditentukan oleh orang tolak, tidak tolak,” ujar Ahok dengan nada tinggi pada Jumat (27/9/2013) di Jakarta.
Seperti diketahui, mayoritas warga Lenteng Agung beragama Islam. Akan tetapi, Jokowi-Ahok menempatkan seorang Kristen untuk memimpin kelurahan ini. Padahal, kata warga, pada zaman penjajahan Belanda saja, Belanda tidak berani menempatkan seorang Kristen menjadi pemimpin di wilayah ini.
“Kampung kami mayoritas Muslim, kami ingin lurah Muslim,” tulis warga dalam sebuah poster dalam aksi penolakan pada Rabu (25/9/2013) yang dihadiri ribuan warga.
(azmuttaqin/suaraislam/arrahmah.com)
Topik:
Ahok Serius Cerita Soal Angket, Tanggapan Jokowi Beda
Wakil Presiden, Jusuf Kalla (kiri),
bersama Gubernur DKI, Ahok, mengantar Jokowi di Bandara Halim Perdana Kusuma,
Jakarta, 12 Desember 2014. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Jakarta -
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan sudah menyampaikan
laporan tentang kisruh APBD DKI 2015 kepada Presiden Joko Widodo. Jumat siang,
27 Februari 2014, Ahok menemui Presiden di Istana Merdeka. "Dia cuma
senyum waktu saya ceritakan bakal diangket oleh DPRD."
Menurut Ahok, dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan dukungan
agar pemerintah DKI Jakarta tetap melaksanakan e-budgeting. "Karena
memang Presiden ingin sistem ini nanti berlaku secara nasional, di seluruh
provinsi."
Presiden Jokowi, ujar Ahok, juga memahami betul konflik anggaran antara
eksekutif dan legislatif itu. "Dulu zaman Pak Jokowi jadi Gubernur di sini
juga, kan, kena modus titipan-titipan anggaran sewaktu penyusunan APBD."
Dia mencontohkan pencoretan anggaran sebesar Rp 4 triliun dalam anggaran Dinas
Pendidikan tahun lalu. "Waktu itu program yang sudah kita coret ternyata
muncul lagi setelah pembahasan APBD Perubahan di DPRD," ujarnya.
"Pak Jokowi bilang, e-budgeting harus jalan. Soalnya, kalau enggak,
ya, anggaran kita bakal dikontrol orang," ucap Ahok sebelum bertolak
menuju gedung Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin sore.
Ahok mendatangi kantor komisi antirasuah untuk melaporkan dugaan penggerogotan
anggaran dan penyisipan program siluman yang dilakukan anggota DPRD DKI
Jakarta. "Ini saya mau ke KPK," ujar Ahok sebelum masuk ke mobil
pribadinya.
Sejak diancam akan dimakzulkan pada pekan lalu, hingga akhirnya kemarin anggota
Dewan memutuskan memakai hak angket, Ahok memang menyatakan akan melaporkan
dugaan anggaran siluman itu baik ke KPK maupun kejaksaan. "Saya pinginnya
mengangket anggota DPRD juga, tapi kan enggak bisa, makanya minta bantuan
penegak hukum saja," ucapnya.
Sebelumnya, pelaksana tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi mempersilakan Ahok
melaporkan dugaan permainan anggaran sebesar Rp 12,1 triliun tersebut. KPK
menyatakan siap membantu pemerintah DKI.
Mendagri : saya kecewa atas kesombongan Ahok
A. Z. Muttaqin Selasa, 26 Zulqa'dah 1434 H / 1
Oktober 2013 10:03
Ekspresi emosional Ahok sering tak
terkontrol
JAKARTA (Arrahmah.com)
– Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi
menilai bahwa tanggapan berbagai pihak terhadap Lurah Lenteng Agung itu berlebihan.
“Kalau evaluasi menyinggung Sara,
itu lebay (berlebihan). Saya bilang kalau Pemda (Pemprov DKI Jakarta) bisa
evaluasi kebijakannya, bukan mengevaluasi lurahnya karena bagi Pemda perlu
pencapaian hasil yang baik,” kata Mendagri di Jakarta, Senin (30/9/2013).
Selain itu Gamawan juga menyayangkan
tanggapan ketus Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
“Saya kecewa atas kepongahan
(kesombongan) Ahok, yang dengan membaca berita keliru menyuruh saya belajar
UUD. Saya 10 tahun jadi Bupati (Solok), lima tahun jadi Gubernur (Sumbar), dan
empat tahun jadi Mendagri. Sementara dia (Ahok) hanya lebih sedikit satu tahun
jadi Bupati di Belitung,” keluhnya.
Sebelumnya, Mendagri memberi saran
agar Jokowi mempertimbangkan kembali penempatan Lurah Susan di Lenteng Agung.
“Ada prinsip dalam penempatan seseorang dalam jabatan, yaitu the right man on
the right place, atau the right man on the right job. Nah ini kiranya bisa jadi
pertimbangan (Gubernur) DKI,” kata Gamawan.
Atas saran Mendagri, Ahok mengatakan
posisi lurah Susan tidak bisa dicabut begitu saja hanya karena ada penolakan
dari sebagian warga Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Dengan sombong Ahok
mengatakan bahwa Gamawan Fauzi harus belajar konstitusi lagi.
“Menurut saya, Mendagri perlu
belajar tentang konstitusi. Ini negara Pancasila. Bukan ditentukan oleh orang
tolak, tidak tolak,” ujar Ahok dengan nada tinggi pada Jumat (27/9/2013) di
Jakarta.
Seperti diketahui, mayoritas warga
Lenteng Agung beragama Islam. Akan tetapi, Jokowi-Ahok menempatkan seorang Kristen
untuk memimpin kelurahan ini. Padahal, kata warga, pada zaman penjajahan
Belanda saja, Belanda tidak berani menempatkan seorang Kristen menjadi pemimpin
di wilayah ini.
“Kampung kami mayoritas Muslim, kami
ingin lurah Muslim,” tulis warga dalam sebuah poster dalam aksi penolakan pada
Rabu (25/9/2013) yang dihadiri ribuan warga.
Ahok ‘Arogan Sombong’, DPRD Jakarta Bulat Ajukan Hak Angket
Ahok Serius Cerita Soal Angket, Tanggapan Jokowi Beda
Wakil Presiden, Jusuf Kalla (kiri),
bersama Gubernur DKI, Ahok, mengantar Jokowi di Bandara Halim Perdana Kusuma,
Jakarta, 12 Desember 2014. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Jakarta -
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan sudah menyampaikan
laporan tentang kisruh APBD DKI 2015 kepada Presiden Joko Widodo. Jumat siang,
27 Februari 2014, Ahok menemui Presiden di Istana Merdeka. "Dia cuma
senyum waktu saya ceritakan bakal diangket oleh DPRD."
Menurut Ahok, dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan dukungan agar pemerintah DKI Jakarta tetap melaksanakan e-budgeting. "Karena memang Presiden ingin sistem ini nanti berlaku secara nasional, di seluruh provinsi."
Presiden Jokowi, ujar Ahok, juga memahami betul konflik anggaran antara eksekutif dan legislatif itu. "Dulu zaman Pak Jokowi jadi Gubernur di sini juga, kan, kena modus titipan-titipan anggaran sewaktu penyusunan APBD." Dia mencontohkan pencoretan anggaran sebesar Rp 4 triliun dalam anggaran Dinas Pendidikan tahun lalu. "Waktu itu program yang sudah kita coret ternyata muncul lagi setelah pembahasan APBD Perubahan di DPRD," ujarnya.
"Pak Jokowi bilang, e-budgeting harus jalan. Soalnya, kalau enggak, ya, anggaran kita bakal dikontrol orang," ucap Ahok sebelum bertolak menuju gedung Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin sore.
Ahok mendatangi kantor komisi antirasuah untuk melaporkan dugaan penggerogotan anggaran dan penyisipan program siluman yang dilakukan anggota DPRD DKI Jakarta. "Ini saya mau ke KPK," ujar Ahok sebelum masuk ke mobil pribadinya.
Sejak diancam akan dimakzulkan pada pekan lalu, hingga akhirnya kemarin anggota Dewan memutuskan memakai hak angket, Ahok memang menyatakan akan melaporkan dugaan anggaran siluman itu baik ke KPK maupun kejaksaan. "Saya pinginnya mengangket anggota DPRD juga, tapi kan enggak bisa, makanya minta bantuan penegak hukum saja," ucapnya.
Sebelumnya, pelaksana tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi mempersilakan Ahok melaporkan dugaan permainan anggaran sebesar Rp 12,1 triliun tersebut. KPK menyatakan siap membantu pemerintah DKI.
Menurut Ahok, dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan dukungan agar pemerintah DKI Jakarta tetap melaksanakan e-budgeting. "Karena memang Presiden ingin sistem ini nanti berlaku secara nasional, di seluruh provinsi."
Presiden Jokowi, ujar Ahok, juga memahami betul konflik anggaran antara eksekutif dan legislatif itu. "Dulu zaman Pak Jokowi jadi Gubernur di sini juga, kan, kena modus titipan-titipan anggaran sewaktu penyusunan APBD." Dia mencontohkan pencoretan anggaran sebesar Rp 4 triliun dalam anggaran Dinas Pendidikan tahun lalu. "Waktu itu program yang sudah kita coret ternyata muncul lagi setelah pembahasan APBD Perubahan di DPRD," ujarnya.
"Pak Jokowi bilang, e-budgeting harus jalan. Soalnya, kalau enggak, ya, anggaran kita bakal dikontrol orang," ucap Ahok sebelum bertolak menuju gedung Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin sore.
Ahok mendatangi kantor komisi antirasuah untuk melaporkan dugaan penggerogotan anggaran dan penyisipan program siluman yang dilakukan anggota DPRD DKI Jakarta. "Ini saya mau ke KPK," ujar Ahok sebelum masuk ke mobil pribadinya.
Sejak diancam akan dimakzulkan pada pekan lalu, hingga akhirnya kemarin anggota Dewan memutuskan memakai hak angket, Ahok memang menyatakan akan melaporkan dugaan anggaran siluman itu baik ke KPK maupun kejaksaan. "Saya pinginnya mengangket anggota DPRD juga, tapi kan enggak bisa, makanya minta bantuan penegak hukum saja," ucapnya.
Sebelumnya, pelaksana tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi mempersilakan Ahok melaporkan dugaan permainan anggaran sebesar Rp 12,1 triliun tersebut. KPK menyatakan siap membantu pemerintah DKI.
Berita politik hari ini – Kisruh APBD 2015 DKI Jakarta berlanjut dengan pengajuan hak angket DPRD terhadap Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Seluruh fraksi berkeputusan bulat melakukan hal ini, termasuk PDIP yang selama ini merupakan fraksi pengusung sang gubernur. Berbagai label pun disematkan anggota dewan kepada Ahok, mulai dari arogan hingga tanpa kompromi.
Keputusan mengajukan hak angket ini meluncur dalam rapat paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta pada Kamis (26/2). Menurut Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi seperti dikutip CNN Indonesia, “Hak angket merupakan hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan eksekutif, utnuk mencari titik simpul. Hak angket sudah ditandatangani oleh 106 anggota DPRD.”
Tidak ada dikotomi Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) terkait hal ini. Semua fraksi sepakat mempertanyakan APBD Jakarta 2015 yang dinilai tidak sesuai dengan prosedur. Bahkan PDIP yang pada Pilkada 2012 menjadi pengusung Ahok bersama Jokowi, mengakui sudah lelah menjaga Ahok.
Menurut Prasetyo Edi Marsudi yang juga berasal dari Fraksi PDIP, Ahok memang kerap mengeluarkan kebijakan pro rakyat. Namun pola komunikasinya buruk dengan anggota dewan, “Kami setuju dengan terobosan Ahok. Masyarakat kecil diperhatikan, penanganan banjir sudah baik. Tapi kalau pola dia radikal begini, kami lelah juga menjaganya.”
Sementara itu, Fraksi Demokrat melalui Ahmad Nawawi mengkritik sikap Ahok yang arogan dan tidak mengenal sopan santun. Dikatakannya, “Sikap arogan, angkuh, sombong, dan tak mengenal sopan santun selalu ditunjukkan Gubernur di hadapan publik. Gubernur juga selalu melecehkan anggota legislatif. Oleh karena itu seluruh fraksi secara bulat menyetujui hak angket.”
Polemik APBD DKI Jakarta 2015 bermula dari tudingan Ahok jika DPRD berupaya memasukkan dana fiktif untuk daerahnya. Berbagai manuver dilakukan baik dari kubu Ahok maupun DPRD yang sama-sama berkeras pada pendapat masing-masing mengenai hal ini. Ahok mengaku tidak mau mengulang kesalahan adanya dana siluman di APBD sepertu yang terjadi pada 2013 dan 2014. Sementara DPRD membantah ada upaya melakukan kecurangan di APBD 2015.
Ketika Ahok Disamakan dengan Firaun
Kamis, 26/02/2015 10:21 WIB
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjah
Jakarta, CNN Indonesia
--
DPRD DKI Jakarta berang dengan Gubernur Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Semua gara-gara draf Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Jakarta 2015 yang diajukan Ahok ke Kementerian Dalam
Negeri tak sesuai dengan keinginan mereka, yakni tak mencantumkan mata
anggaran hingga satuan ketiga. Padahal soal satuan ketiga itu diklaim
DPRD telah disepakati legisatif dan eksekutif DKI Jakarta.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik yang murka pun lantas menyamakan Ahok dengan Firaun. Ia menyebut kesombongan Ahok telah menandingi Firaun. Itu pula yang menurutnya membuat DPRD Jakarta sepakat menggunakan hak angket terhadap Ahok, yakni hak untuk menyelidiki kebijakan penting pemerintah yang diduga menyalahi aturan.
Ahok sombong. Tuhan marah sama orang sombong. Hak angket ini sudah
jalan Tuhan. Ingat, Firaun hancur karena dia sombong,” kata Taufik,
Kamis (26/2).
Firaun sang penguasa Mesir Kuno yang dimaksud Taufik itu tenggelam di Laut Merah ketika mengejar Nabi Musa.
Taufik pun menyindir Ahok dengan mengatakan, “Kalau gubernur sebelumnya kan kerja, kerja, kerja. Tapi 100 hari menjabat, Ahok cuma marah-marah saja, belum kerja,” kata politikus Gerindra itu.
Masa pemerintahan Ahok di Jakarta memang telah genap 100 hari. Itu pula yang membuat Taufik menyatakan, “Hak angket ini juga hadiah untuk 100 hari Ahok.”
Tak cuma Taufik yang marah. Ketua Fraksi PDIP di DPRD DKI Jakarta, Johnny Simanjuntak, yang dulu membela Ahok dan mendukung dia dilantik menjadi Gubernur Jakarta menggantikan Jokowi, pun kini menyeberang ke kubu rivalnya, Koalisi Merah Putih. Johnny mengatakan masyarakat perlu disadarkan bahwa Ahok tak selalu benar.
“Ada yang bilang perkataan Gubernur selalu benar. Itu salah. Kami ingin buktikan bahwa Ahok tak selamanya benar,” kata Johnny kepada CNN Indonesia.
Itulah alasan PDIP mendukung hak angket terhadap Ahok –meski mengklaim tak sampai berkehendak memakzulkan sang Gubernur.
Ahok sendiri sejak awal pekan ini menyatakan siap menghadapi hak angket DPRD. “Silakan. Kami juga akan kiri surat ke anggota DPRD untuk bertanya tentang temuan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) yang mengatakan ada penemuan anggaran siluman,” ujar Ahok, balik menggertak.
Siang ini DPRD DKI Jakarta akan menggelar rapat paripurna pengesahan panitia angket. Wacana hak angket menyeruak sejak Ahok menuding DPRD Jakarta memaksa memasukkan dana fiktif di APBD Jakarta sebesar Rp 8,8 triliun. DPRD telah membantah hal tersebut. RAPBD 2015 sebesar Rp 73,08 triliun pun lantas disahkan pada rapat paripurna DPRD tanggal 27 Januari.
Namun perseteruan antara eksekutif dan legislatif berlanjut setelah Pemerintah Provinsi DKI mengirim draf APBD 2015 versi e-budgeting kepada Kementerian Dalam Negeri untuk disetujui. Draf tersebut tak mencantumkan mata anggaran hingga satuan ketiga. DPRD pun merasa dibohongi karena Pemprov tak memasukkan mata anggaran sesuai pembahasan bersama.
"Ini negara ada aturannya bos. Bukan toko kelontong di mana Anda yang merencanakan, Anda mengusulkan, Anda buat anggaran, Anda sahkan, Anda yang belanja," kata Taufik.
Menurut dia, Ahok telah menipu DPRD. “Ini artinya Gubernur melanggar aturan soal proses penyampaian APBD ke Kemendagri. Kalau hasil pembahasan bersama ternyata enggak dipakai, marah enggak Anda? Marah kan?" ujar Taufik.
Di sisi lain, Ahok berkeras memakai draf versi tersebut karena menurutnya DPRD kembali memasukkan anggaran fiktif yang kali ini besarannya mencapai Rp 12,1 triliun.
Hingga kini APBD Jakarta belum dapat dicairkan karena masih menunggu proses persetujuan di Kemendagri. Kisruh antara eksekutif dan legislatif Jakarta juga menjadi alasan molornya pencairan APBD provinsi itu. (agk)
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik yang murka pun lantas menyamakan Ahok dengan Firaun. Ia menyebut kesombongan Ahok telah menandingi Firaun. Itu pula yang menurutnya membuat DPRD Jakarta sepakat menggunakan hak angket terhadap Ahok, yakni hak untuk menyelidiki kebijakan penting pemerintah yang diduga menyalahi aturan.
Firaun sang penguasa Mesir Kuno yang dimaksud Taufik itu tenggelam di Laut Merah ketika mengejar Nabi Musa.
Taufik pun menyindir Ahok dengan mengatakan, “Kalau gubernur sebelumnya kan kerja, kerja, kerja. Tapi 100 hari menjabat, Ahok cuma marah-marah saja, belum kerja,” kata politikus Gerindra itu.
Masa pemerintahan Ahok di Jakarta memang telah genap 100 hari. Itu pula yang membuat Taufik menyatakan, “Hak angket ini juga hadiah untuk 100 hari Ahok.”
Tak cuma Taufik yang marah. Ketua Fraksi PDIP di DPRD DKI Jakarta, Johnny Simanjuntak, yang dulu membela Ahok dan mendukung dia dilantik menjadi Gubernur Jakarta menggantikan Jokowi, pun kini menyeberang ke kubu rivalnya, Koalisi Merah Putih. Johnny mengatakan masyarakat perlu disadarkan bahwa Ahok tak selalu benar.
“Ada yang bilang perkataan Gubernur selalu benar. Itu salah. Kami ingin buktikan bahwa Ahok tak selamanya benar,” kata Johnny kepada CNN Indonesia.
Itulah alasan PDIP mendukung hak angket terhadap Ahok –meski mengklaim tak sampai berkehendak memakzulkan sang Gubernur.
Ahok sendiri sejak awal pekan ini menyatakan siap menghadapi hak angket DPRD. “Silakan. Kami juga akan kiri surat ke anggota DPRD untuk bertanya tentang temuan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) yang mengatakan ada penemuan anggaran siluman,” ujar Ahok, balik menggertak.
Siang ini DPRD DKI Jakarta akan menggelar rapat paripurna pengesahan panitia angket. Wacana hak angket menyeruak sejak Ahok menuding DPRD Jakarta memaksa memasukkan dana fiktif di APBD Jakarta sebesar Rp 8,8 triliun. DPRD telah membantah hal tersebut. RAPBD 2015 sebesar Rp 73,08 triliun pun lantas disahkan pada rapat paripurna DPRD tanggal 27 Januari.
Namun perseteruan antara eksekutif dan legislatif berlanjut setelah Pemerintah Provinsi DKI mengirim draf APBD 2015 versi e-budgeting kepada Kementerian Dalam Negeri untuk disetujui. Draf tersebut tak mencantumkan mata anggaran hingga satuan ketiga. DPRD pun merasa dibohongi karena Pemprov tak memasukkan mata anggaran sesuai pembahasan bersama.
"Ini negara ada aturannya bos. Bukan toko kelontong di mana Anda yang merencanakan, Anda mengusulkan, Anda buat anggaran, Anda sahkan, Anda yang belanja," kata Taufik.
Menurut dia, Ahok telah menipu DPRD. “Ini artinya Gubernur melanggar aturan soal proses penyampaian APBD ke Kemendagri. Kalau hasil pembahasan bersama ternyata enggak dipakai, marah enggak Anda? Marah kan?" ujar Taufik.
Di sisi lain, Ahok berkeras memakai draf versi tersebut karena menurutnya DPRD kembali memasukkan anggaran fiktif yang kali ini besarannya mencapai Rp 12,1 triliun.
Hingga kini APBD Jakarta belum dapat dicairkan karena masih menunggu proses persetujuan di Kemendagri. Kisruh antara eksekutif dan legislatif Jakarta juga menjadi alasan molornya pencairan APBD provinsi itu. (agk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar