Jokowi-JK kejar 'setoran', materai naik sampai penjahit kena pajak
Reporter : Angga Yudha Pratomo | Rabu, 11 Maret 2015 06:05
Merdeka.com - Tahun ini pemerintah punya pekerjaan rumah berat, mengejar target penerimaan negara dari sektor perpajakan yang ditargetkan dalam APBN-P 2015 sebesar Rp 1.489,3 triliun. Angka ini meningkat Rp 109,3 triliun atau 7,9 persen jika dibandingkan APBN 2015.
Perpajakan menjadi komponen penting sekaligus tulang punggung utama penerimaan negara. "Dalam APBN-P 2015 penerimaan perpajakan mengambil porsi 84,5 persen dari total pendapatan negara dan hibah," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Dengan target yang cukup tinggi, tidak heran jika pemerintahan Jokowi-JK rajin mencari dan memperluas objek pajak baru. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tengah menyisir objek pajak baru yang potensial mendukung penerimaan pajak.
"Jadi kita mencari yang belum dijangkau (pajak baru). Selain itu, saya ingin agar penggunaan basis data bisa dikawinkan dengan SPT agar (penerimaan) pajak semakin realistis," ujar Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Sigit Priadi Pramudito yang ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (9/3).
Merdeka.com mencatat pelbagai langkah pemerintahan Jokowi-JK mengejar penerimaan negara dengan mengenakan pajak untuk objek pajak baru.
{news_figure}Desain Materai Baru.
1.
Materai Rp 6.000, harga Rp 18.000
Merdeka.com - Kementerian Keuangan berencana akan
menaikkan tarif bea materai. Tarif bea materai yang saat ini sebesar Rp
3.000 dan Rp 6.000 bakal menjadi Rp 10.000 dan Rp 18.000.Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemenkeu Sigit Priadi Pramudito mengakui penerapan kenaikan bea materai akan dilakukan pada tahun ini. Dia yakin pembahasan mengenai pengenaan tarif bea materai baru akan rampung pada Juni 2015.
"Targetnya (pembahasan bea materai) bulan Juni selesai. Pengenaan bea materai tahun ini," ujar Sigit yang ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (9/3).
Keyakinan revisi Undang Undang tentang Bea Materai tersebut selesai pada Juni tahun ini lantaran, RUU Perubahan atas Bea Materai masuk dalam penyusunan prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2015.
"Iya, sudah Prolegnas. Kan DPR janji bahwa Prolegnas Bea Materai itu akan didahulukan," kata
2.
Rumah kost kena pajak
Merdeka.com - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal
Pajak bakal mengutus pegawainya menyambangi sejumlah rumah indekos.
Kegiatan tersebut dinamai operasi pasar.Wakil Menteri Keuangan sekaligus Plt Dirjen Pajak Mardiasmo menuturkan tingkat kepatuhan pembayaran pajak bisnis tersebut masih rendah. "Rumah kost sekarang ini sudah banyak yang tidak pernah dilaporkan oleh para penghuninya, padahal pemiliknya niatnya sudah bisnis," ujar Mardiasmo saat rapat dengan Komisi XI di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (27/1).
Latar belakang pemberlakuan wajib pajak bagi pemilik usaha rumah indekos, lanjut Mardiasmo, lantaran usaha tersebut sudah meraup pendapatan besar serta berbagai fasilitas mewah yang ditawarkan si pemilik.
"Ini karena sudah di atas 20 kamar dan rumahnya sangat mewah karena ada kamar mandi sendiri, garasi sendiri, AC sendiri. Ini harus melaporkan secara pribadi, makanya kita akan lakukan operasi pasar," paparnya.
3.
Jalan tol kena pajak
Merdeka.com - Kementerian Keuangan berencana
mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk tarif
jalan tol. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku, sudah sejak
lama Kemenkeu ingin membebankan pajak pada pengguna jalan tol.Pengenaan pajak untuk setiap ruas tol sesungguhnya sudah direncanakan Direktorat Pajak sejak 2003. Namun penerapan PPN tidak dijalankan lantaran jalan tol masih terbatas.
"Nah, suatu saat ketika jalan tol lebih berkembang seperti saat ini, wajar dong kalau kita kenakan," ujar Bambang dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (6/3).
Namun, kata dia, Presiden Jokowi menginstruksikan menunda pengenaan pajak di jalan tol. Salah satu pertimbangannya, tahun ini merupakan tahun kenaikan tarif tol yang diterapkan dua tahun sekali.
"Tarif tol memang tahun ini sedang dinaikkan di seluruh ruas. Tapi, kenaikan tersebut ada yang beda-beda waktu kenaikannya. Sehingga, saya minta kepada Menteri PU untuk dilakukan serentak agar PPN-nya bisa dikenakan," kata dia.
{news_figure}
4.
Tukang jahit kena pajak
Merdeka.com - Demi mengejar target pajak, pemerintah
ngebet melakukan intensifikasi atau optimalisasi pungutan pajak pada
wajib pajak terdaftar. Selebritis, desainer, dan orang kaya lainnya
masuk ke dalam daftar pihak akan di intensifkan pungutan pajaknya"Itu masuk profesi pekerjaan bebas. Orang tahu kan dokter, akuntan, lawyer. Desainer sama penjahit itu ternyata profesi juga," kata Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo saat ditemui di Istana Negara, Jakarta, Jumat (27/2).
Menurut Mardiasmo, intensifikasi tersebut dalam rangka menggenjot penerimaan Pajak Penghasilan pasal 25 dan Pasal 29.
5.
Tas mewah dan perhiasan dikenakan pajak
Merdeka.com - Pemerintah kaji pengenaan Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM) pada perhiasan, tas, dan sepatu dengan
harga di atas Rp 10 juta. Hal tersebut guna menggenjot penerimaan pajak
tahun ini."Ini baru usulan mengenai tas mewah. Perhiasan sendiri yang mau dikenakan, itu perhiasan logam emas, berlian," ujar Wakil Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Tugas Dirjen Pajak Mardiasmo usai rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR-RI, Jakarta, Rabu (21/1).
6.
Pajak jual beli online
Merdeka.com - Kementerian Keuangan belakangan ini
menegaskan bakal meluaskan target pajaknya. Selain bisnis jual beli
online, kementerian yang dipimpin Menteri Bambang Brodjonegoro itu, juga
akan menerapkan kepada usaha indekos, gagdet, dunia fashion dan
properti.Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan melirik bahwa usaha tersebut untuk dikenakan pajak.
CEO bukalapak.com Achmad Zaky mengaku tak masalah dengan kebijakan tersebut. Pihaknya sesumbar akan tunduk dengan kebijakan penarikan pajak pada situs jual beli via online.
"Kami akan patuh saja bila regulasi itu diterapkan," kata Zaky di Jakarta, Rabu (4/3).
Penerapan besaran pajak terhadap pengusaha bisnis jual beli online memang belum diputuskan. Sebagai pemilik situs, Zaky mendesak pemerintah agar tidak terlalu membebani para pengusaha sepertinya.
"Kalau regulasinya nanti dikenakan 1 persen per revenue, ya tidak masalah. Tapi itu besar juga ya," terangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar