AS Miliki Teknologi Canggih Perminyakan, Harga BBM Cenderung Turun
JAKARTA – Meski harga BBM kembali naik per 1 Maret
2015, namun dalam jangka panjang kenaikannya diprediksi tidak akan
terlalu signifikan. Setidaknya tren harga minyak tersebut akan berlangsung dalam tiga tahun ke depan.
Prediksi tersebut dilontarkan oleh Ketua Ikatan Alumni Program Beasiswa Habibie, Arif Budhi. Prediksi dia didasari oleh temuan teknologi Amerika Shale Oil dari Amerika Serikat. Dengan teknologi tersebut produksi minyak akan meningkat.
Dalam hukum pasar mana suplai meningkat maka pembentukan harga akan menurun. Dia meyakini harga minyak dunia juga tidak akan kembali menyentuh level USD100 per barel.
"BBM naik ini menurut saya sementara. Malah kecenderungannya akan turun," kata dia di sela-sela diskusi IABIE Talkshow Ketahanan Energi Nasional di Jakarta, Sabtu (28/2/2015).
Dengan teknologi Shale Oil ini, lanjut dia membuat AS memiliki cadangan minyak yang sangat besar. Sehingga, selama AS masih memproduksi minyak shale tersebut, harga minyak dunia cenderung akan terus turun.
"Ada hitung-hitungannya. Bukan saya saja yang bilang. Para ahli juga bilang begitu. Tapi batas maksimalnya itu bukan kapasitas saya menjelaskan," kata dia.
Prediksi tersebut dilontarkan oleh Ketua Ikatan Alumni Program Beasiswa Habibie, Arif Budhi. Prediksi dia didasari oleh temuan teknologi Amerika Shale Oil dari Amerika Serikat. Dengan teknologi tersebut produksi minyak akan meningkat.
Dalam hukum pasar mana suplai meningkat maka pembentukan harga akan menurun. Dia meyakini harga minyak dunia juga tidak akan kembali menyentuh level USD100 per barel.
"BBM naik ini menurut saya sementara. Malah kecenderungannya akan turun," kata dia di sela-sela diskusi IABIE Talkshow Ketahanan Energi Nasional di Jakarta, Sabtu (28/2/2015).
Dengan teknologi Shale Oil ini, lanjut dia membuat AS memiliki cadangan minyak yang sangat besar. Sehingga, selama AS masih memproduksi minyak shale tersebut, harga minyak dunia cenderung akan terus turun.
"Ada hitung-hitungannya. Bukan saya saja yang bilang. Para ahli juga bilang begitu. Tapi batas maksimalnya itu bukan kapasitas saya menjelaskan," kata dia.
A Life Story,“Minyak Bumi Buatan” dari Amerika
Sebenarnya cerita lengkap bisa dibaca langsung dari artikel The Economist, namun mungkin banyak yang tidak bisa memahami maknanya secara langsung karena tidak paham dunia “perminyakan”. Sebenarnya saya juga tidak paham, tapi jadi lebih jelas setelah berdiskusi dengan teman yang lebih paham hehehe…
Gamblangnya, harga minyak dunia turun karena produsen minyak bumi terbesar di dunia menambah jumlah produksinya. Artikel tentang ini bisa dibaca disini. Negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam organisasi OPEC disebutkan selama ini mengontrol harga minyak dunia. Supply and Demand. Jika supply menurun maka secara otomatis harga minyak dunia akan naik karena kebutuhan masyarakat terhadap minyak tinggi. Selama ini negara-negara produsen minyak tersebut mengambil minyak bumi yang tersimpan secara natural, kebetulan kandungan minyak tersebut ada dikawasan negara-negara seperti kawasan timur tengah (saudi, iraq, kuwait, dll), rusia, venezuela, negara-negara kawasan afrika seperti nigeria. Perusahaan-perusahaan minyak dunia melakukan eksplorasi pengeboran minyak dan mengambil cadangan minyak bumi dikawasan tersebut. Minyaknya sudah ada, tersimpan pada kedalaman tertentu, klo di bor keluar. Minyak ini dikenal sebagai ‘crude oil’.
Namun ternyata minyak yang sama bisa dihasilkan dengan cara berbeda, disebut dengan ‘shale oil’. Sejarah tentang shale oil sebenarnya sangat menarik, karena ternyata berdasarkan artikel di wikipedia shale oil sudah digunakan oleh peradaban dunia sejak jaman dahulu kala. Jadi dulu masyarakat dunia justru menggunakan shale oil,
Humans have used oil shale as a fuel since prehistoric times, since it generally burns without any processing.[3] It was also used for decorative purposes and construction. Britons of the Iron Age used to polish and form oil shale into ornaments.[4] Around 3000 BC, “rock oil” was used in Mesopotamia for road construction and making architectural adhesives.[5]Namun pasca perang dunia ke-2 industri shale oil mulai menurun karena saat itu banyak ditemukan crude oil yang proses produksi nya jauh lebih murah (karena kan tinggal ambil dari dalam bumi). Peta ekonomi dunia mulai berubah, ada negara-negara yang mampu mengolah kondisi dimana kawasannya terdapat crude oil dan kemudian digunakan untuk membangun negaranya dan memakmurkan rakyatnya, ada yang pemerintahannya bisa di ‘eksploitasi’ oleh perusahaan-perusahaan ekplorasi minyak sehingga hasil produksi minyaknya diambil namun rakyat negaranya tidak sejahtera, ada juga yang kawasan negaranya jadi wilayah peperangan. Apapun kondisi negara penghasil crude oil, harga minyak bumi bisa mempengaruhi kondisi ekonomi dunia. Kita semua tahu apa saja kegunaan minyak-minyak tersebut dalam kehidupan sehari-hari manusia seperti transportasi.
As a decorative material, oil shale was also used over the Greek, Roman, Byzantinian, Umayyad and Abbasid periods to decorate mosaics and floors of the palaces, churches and mosques.[6][7]
Nah dikabarkan sejak tahun 2010 eksplorasi shale oil mulai digencarkan kembali khususnya oleh negara seperti Amerika. Struktur geologi kawasan amerika sangat mungkin menghasilkan shale oil, prosesnya bisa dibaca disini. Biaya produksi yang mahal awalnya menjadi pemicu berkurangnya industri shale oil menjadi tidak masalah ketika harga minyak dunia melambung sangat tinggi (menembus $110 usd / barrel), hal tersebut membuat produsen shale oil mendapatkan kesempatan karena biaya produksi shale oil masih dibawah harga minyak dunia, biaya produksinya sekitar $70 usd / barrel. Kenyataan ini membuat lebih banyak investor tertarik untuk membiayai perusahaan-perusahaan ekplorasi shale oil karena kasarnya mereka bisa mendapatkan keuntungan dari selisih antara harga minyak dengan biaya produksi. Biaya produksi yang mahal tersebut sepadan dengan cepat dan mudahnya mendapatkan minyak dengan metode shale oil (pada aritkel the economist disebutkan dalam waktu 1 minggu sudah menghasilkan) dikawasan amerika, sehingga mereka dengan cepat membuat sumur minyak baru (sejak tahun 2010 dikabarkan sudah menghasilkan 20,000 sumur, 10 kali lebih besar sumur yang dimiliki oleh saudi). Kondisi ini menjadikan masyarakat dunia memiliki sumber baru untuk membeli minyak, dan ketika supply lebih besar daripada demand maka harga minyak dunia turun.
Negara-negara produsen crude oil yang selama ini menggunakan kesempatan harga minyak tinggi untuk membangun negaranya mulai cemas karena harga minyak semakin turun, mereka awalnya sepakat untuk mengurangi produksi minyak dengan tujuan supply kembali menurun dan harga minyak dunia akan kembali naik. Namun ternyata pada akhirnya mereka justru menggunakan strategi membanjiri supply minyak dunia dan membuat harga minyak dunia turun drastis. Kenapa? karena dengan begitu perusahaan-perusahaan yang memproduksi shale oil menjadi tidak punya dana untuk produksi alias merugi, harga minyak yang dibeli oleh masyarakat jadi lebih rendah daripada biaya produksi shale oil. Strategi ini berhasil, banyak perusahaan produsen shale oil jadi bangkrut dan investornya hengkang karena untuk apa berinvestasi tapi hasilnya nihil. Ditambah lagi kenyataan bahwa sumur shale oil ini hasil produksinya menurun 60%-70% ditahun pertama sehingga mereka harus mencari sumber lokasi baru. Memang banyak kawasan yang cocok untuk shale oil lainnya seperti cina, namun jika biaya produksinya tinggi sedangkan negara-negara penghasil minyak bisa dengan mudahnya memompa minyak dari bumi untuk kemudian dijual tentunya industri shale oil akan berpikir ulang.
Disebutkan bahwa teknologi baru mampu membuat biaya produksi shale oil menurun dari $70 / barel menjadi $57 / barel sehingga ‘peperangan’ para kartel minyak dunia ini tetap menarik untuk di ikuti.
Saya mulai berhenti membaca berita-berita dalam negeri karena media di Indonesia mulai simpang siur membawa opini masyarakat, entah media mana lagi yang benar-benar mengulas fakta. Sehingga dengan kenyataan harga minyak dunia yang turun drastis seperti ini saya masih tetap heran kenapa harga BBM di Indonesia tetap tinggi. Sementara negara-negara seperti eropa mulai menikmati harga minyak yang murah. Di amerika sendiri ekonominya mulai bangkit karena uang yang dikeluarkan masyarakat untuk membayar minyak seperti BBM turun drastis sehingga mereka jadi punya kelebihan uang untuk digunakan keperluan lain, begitu juga dengan negara-negara eropa lain nya. Seharusnya kondisi yang sama dirasakan masyarakat Indonesia, walaupun kita tidak tahu sampai berapa lama harga rendah minyak dunia ini bertahan namun setidaknya bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia untuk kebutuhan lain, bayangkan jika setiap orang bisa memiliki surplus uang per tahunnya karena pengeluaran untuk BBM berkurang maka itu ibaratnya naik gaji sekian persen bagi masyarakat Indonesia. Roda ekonomi pun bisa berputar dan masyarakat kecil tidak perlu merasakan kondisi jauh lebih susah seperti sekarang ini.
Namun mungkin pemerintah Indonesia punya strategi lain, mungkin saja surplus uang yang seharusnya beredar di masyarakat akibat biaya BBM rendah tersebut pada akhirnya akan masuk ke pemerintah dan digunakan untuk pembangunan bidang lain seperti kesehatan, yah kita doakan saja agar program tersebut benar adanya.
Kembali pada crude oil v.s shale oil, dengan kemampuan dunia science saat ini yang sudah dibantu oleh kecanggihan teknologi komputer, bisa jadi akan ditemukan metode baru produksi shale oil dengan biaya lebih rendah yang membuat harga minyak akan semakin turun dan sumber minyak bukan saja diandalkan dari perut bumi lagi. Jika demikian, kira-kira apa yang akan terjadi pada perusahaan-perusahaan crude oil dimasa yang akan datang dengan revenue yang sudah tidak besar lagi? apa yang akan terjadi dengan negara-negara produsen crude oil seperti timur tengah? menarik ya…