Jumat, 06 Maret 2015

KPK menunggu eksekusi ......garis komando Hentikan Kriminalisasi terhadap KPK sangat lemah !

Presiden dan Kapolri Bohong

Pengacara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan mempertanyakan ucapan Presiden Joko Widodo dan Kapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti bahwa kliennya tidak ditahan.

"Kami mau menegaskan ke Jokowi kalau Jokowi bilang Novel jangan ditahan, Kapolri bilang Novel tidak ditahan, itu bohong!" kata Muji di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/5/2015).

Muji menjelaskan, penyidik Bareskrim Polri sudah mengeluarkan surat penahanan dan meminta Novel untuk menandatanganinya. Novel pun menolak namun tetap dibawa ke Markas Korps Brimob di Kelapa Dua, Depok. Mako Brimob diketahui memiliki ruang tahanan.

"Ngapain sih dibawa ke Mako Brimob kalau tidak ditahan?" lanjut Muji. 

Muji menilai, penahanan ini membuktikan tidak adanya garis komando yang sejajar di lembaga Polri. Dia pun menengarai penetapan tersangka KPK terhadap Budi Waseso adalah penyebab dari semua ini. Apalagi, Budi baru saja dilantik sebagai Wakapolri. 

"Ini tidak bisa dilepaskan. Kita bohongi publik kalau bilang tidak ada hubungannya Budi Gunawan dengan penangkapan Novel sekarang," ucap dia.

Novel ditangkap pada Jumat (1/5/2015) dini hari, untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan pada tahun 2004. Kasus tersebut pernah mencuat saat terjadi konflik KPK vs Polri pada 2012 saat Novel menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011 dengan tersangka Inspektur Jenderal Pol Djoko Susilo.

Pada 2004, ada anak buah Novel yang melakukan tindakan di luar hukum yang menyebabkan korban jiwa. Novel yang mengambil alih tanggung jawab anak buahnya dan ia pun sudah mendapat teguran keras. (kompas)

Kontras: Ruki Hanya Boneka Jokowi untuk Merusak KPK

Kamis, 5 Maret 2015 | 10:40 WIB
TRIBUN NEWS / DANY PERMANA Pelaksana tugas KPK Taufiqurachman Ruki menjawab pertanyaan wartawan saat akan meninggalkan Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/3/2015). Sebelumnya, Ruki dalam konferensi pers menyatakan akan melimpahkan kasus Budi Gunawan kepada kepolisian lewat tangan Kejaksaan dengan alasan efektivitas.
JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, menuding Presiden Joko Widodo sengaja menunjuk Taufiequrachman Ruki sebagai Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi untuk merusak KPK.
Hal tersebut, menurut dia, terlihat dari pernyataan Ruki yang mengaku kalah menghadapi putusan praperadilan kasus Komjen Budi Gunawan. Pimpinan KPK lalu melimpahkan kasus tersebut ke Kejaksaan Agung.
"Ruki ini hanya boneka dari Jokowi untuk merusak KPK," kata Haris saat dihubungi, Kamis (5/3/2015).
Haris khawatir, kasus yang menjerat mantan ajudan Presiden kelima Megawati Soekarnoputri itu akan macet apabila ditangani oleh kejaksaan. Pasalnya, kinerja kejaksaan dalam menangani kasus-kasus korupsi selama ini tidak sebaik KPK.
Apalagi, ada kemungkinan kasus tersebut juga dilimpahkan lagi ke kepolisian oleh kejaksaan. Kepolisian sebelumnya sudah pernah menangani kasus ini dan menyatakan Budi Gunawan tak terlibat korupsi.
"Kalau sudah di kepolisian, sama seperti dulu, nanti kasus BG dikatakan tak ada bukti dan dugaan gratifikasinya," ucap Haris.
Haris bersama sejumlah aktivis dan pegiat antikorupsi pada Rabu malam sudah menemui tim independen KPK-Polri untuk melaporkan mengenai hal ini. Dia berharap tim independen segera memberikan saran dan rekomendasi kepada Presiden untuk menyelesaikan kisruh KPK-Polri yang berlarut-larut.
Salah satunya, yakni meminta Presiden mencabut pengangkatan Ruki menjadi pimpinan sementara KPK.
"Kami minta Tim Sembilan bicara lagi kepada Presiden bahwa ini persoalan belum selesai. Kami melihat ini dalam konstruksi pelemahan dan penghancuran KPK. Jokowi bertanggung jawab sebagai Presiden telah merusak kerja KPK dalam memerangi korupsi," ucapnya.
Ruki sebelumnya berang karena dituding ingin melemahkan KPK. Ia menekankan, sebagai orang yang ada di KPK sejak pertama berdiri, tudingan itu tak berdasar dan tak masuk akal.
"Taufiq itu yang mendirikan KPK, wajar enggak kalau saya matiin di KPK? Enggak mungkin dong. Pakai akal sehatlah!" kata Ruki beberapa waktu lalu.
Mantan perwira tinggi Polri berpangkat inspektur jenderal itu mengatakan, kehadirannya di KPK untuk menyelamatkan lembaga itu. (Baca: Ruki: Wajar Enggak kalau Saya Matikan KPK? Pakai Akal Sehat!)
Tak lama setelah resmi menjadi pimpinan sementara, Ruki membuka opsi pelimpahan kasus Budi Gunawan ke institusi penegak hukum lain. Opsi itu dilontarkan Ruki seusai bertemu pimpinan Polri. (Baca: Ruki Sebut Ada Opsi KPK Limpahkan Kasus Budi Gunawan ke Kepolisian atau Kejaksaan)
Setelah pimpinan memutuskan kasus Budi Gunawan dilimpahkan ke kejaksaan, para pegawai KPK bereaksi. Mereka protes dan mengkritik pimpinan KPK. (Baca: Di Hadapan Ruki, Pegawai KPK Teriak Ada "Hantu" yang Takut Bareskrim)
Dalam aksinya, mereka menyebut adanya barter, KPK mati suri, adanya pihak yang penakut, dan kritik lainnya. (Baca: Pegawai KPK: Kami Membangkang karena Kebenaran Diinjak-injak)
Mereka meminta pimpinan KPK mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung sebagai langkah hukum melawan putusan praperadilan. Hakim Sarpin Rizaldi memutuskan penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan tidak sah. (Baca: Kepada Ruki, Pegawai KPK Sebut Ingin Mati Mulia, Bukan Melacurkan Diri ke Koruptor)


Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Ihsanuddin
Editor : Sandro Gatra

Jokowi Perintahkan Polri Hentikan Kriminalisasi terhadap KPK dan Pendukungnya

Kamis, 5 Maret 2015 | 21:09 WIB
TRIBUN NEWS / DANY PERMANA Massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, membawa poster dalam aksi di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat (23/1/2015). Aksi ini merupakan respons atas penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, oleh Bareskrim Mabes Polri.
JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo meminta Polri untuk menghentikan kriminalisasi terhadap semua unsur dalam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pratikno menyatakan, publik tak perlu meragukan komitmen Presiden Jokowi pada upaya pemberantasan korupsi.
Pratikno menegaskan, permintaan Jokowi agar Polri menghentikan kriminalisasi berlaku untuk tidak hanya pimpinan KPK, tetapi juga penyidik dan pegawai. Bahkan, Pratikno berani memastikan bahwa Jokowi meminta Polri tidak mengkriminalisasi individu, lembaga, atau kelompok pendukung KPK.
"Sudah dari awal Presiden mengatakan stop, enggak boleh ada kriminalisasi," kata Pratikno di Kantor Setneg, Jakarta, Kamis (5/3/2015). (Baca: Kurang Tegas Lindungi KPK, Jokowi Dinilai Belum Sepenuhnya Jalankan Nawa Cita)
Saat ditanya mengenai dugaan kriminalisasi Polri terhadap mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Pratikno juga menyampaikan hal yang sama. Ia memastikan, permintaan Jokowi agar Polri tidak melakukan kriminalisasi telah disampaikan secara tegas.
"Itu tidak perlu disangsikan, mari kita kawal teknisnya di lapangan," ucap Pratikno. (Baca: Tugas Jokowi Menyelamatkan KPK Belum Selesai)
Seperti diketahui, setelah KPK mengusut kasus dugaan korupsi yang menjerat Komjen Budi Gunawan, Bareskrim Mabes Polri memberi respons dengan menetapkan dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, sebagai tersangka.
Tak hanya itu, beberapa penyidik juga ditetapkan sebagai tersangka dengan kasus yang berbeda. Denny Indrayana yang lantang membela KPK juga tak luput dari bidikan Polri. Denny dibidik Polri dengan tudingan melakukan korupsi sistem pembayaran online untuk payment gateway dalam fasilitas pelayanan publik.
Denny mengatakan bahwa kasus yang dialamatkan terhadap dirinya ini adalah bagian dari kriminalisasi yang dilakukan Polri. Kriminalisasi, menurut dia, terjadi lantaran dia belakangan sering membela KPK.


Penulis: Indra Akuntono
Editor : Fidel Ali Permana

Tidak ada komentar: