Jumat, 06 Maret 2015

Rakyat Semakin Berat

Beban Rakyat Semakin Berat

Jum'at,  6 Maret 2015  −  10:31 WIB
Beban Rakyat Semakin Berat
istimewa
JAKARTA - Kenaikan harga berbagai komoditas strategis secara beruntun membuat beban rakyat semakin berat. Setelah terbebani dengan lonjakan harga beras, masyarakat harus menghadapi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji kemasan 12 kg.

Belum cukup, mulai April mendatang, masyarakat juga harus bersiap dengan kenaikan tarif tenaga listrik, tarif kereta api kelas ekonomi jarak sedang-jauh, dan tarif tol. Kenaikan tarif listrik menyasar golongan rumah tangga dengan daya 1.300 Volt Ampere (VA) dan 2.200 VA. Kenaikan ini lantaran kedua golongan tersebut tak lagi disubsidi oleh pemerintah.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengkritisi kenaikan berbagai komoditas strategis tersebut. Secara khusus, dia meminta pemerintah membatalkan kenaikan tarif listrik dan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap tarif tol. Tak seharusnya pemerintah menyerahkan tarif listrik kepada mekanisme pasar karena listrik merupakan kebutuhan pokok masyarakat. ”Tidak boleh tarif listrik diserahkan ke pasar.

Kalau PLN enggakmampu, serahkan saja sekalian ke swasta,” tandasnya di Jakarta kemarin. Adapun pengenaan PPN terhadap tarif tol, menurutnya, merupakan kebijakan yang tidak adil. Langkah tersebut tidak sejalan dengan pelayanan tol yang hingga saat ini belum membaik. ”Itu tidak fair karena pelayanan tol saat ini masih amburadul,” katanya.

Pengenaan pajak bagi tariftoldapat memicu kenaikan ongkos distribusi barang. Ini akan berdampak pada kenaikan kebutuhan pokok, terutama untuk kendaraan barang. ”Saya kira rencana tersebut (pajak tarif tol) harus dibatalkan,” ujarnya. Dia menuding pemerintah tidak mampu mengelola negara karena tidak memperhatikan kepentingan masyarakat.

Pemerintah seharusnya berpihak kepada masyarakat dengan melindungi daya belinya, bukan malah menyerahkan harga berbagai kebutuhan pokok kepada mekanisme pasar. ”Kalau semua diserahkan pasar, tidak perlu ada pemerintah. Tidak perlu ada Jokowi,” tandasnya. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman beralasan tarif listrik naik lantaran sesuai kesepakatan dengan DPR, pemberian subsidi listrik hanya selama tiga bulan.

”Setelah itu kedua pelanggan dengan daya 1.300 dan 2.200 VA sudah harus diterapkan tariff adjustment mulai akhir April nanti,” ujar Jarman. Dia menjelaskan, penyesuaian tarif dihitung berdasarkan indikator inflasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai kurs rupiah yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI), dan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP). Dari sejumlah indikator itu, acuan nilai tukar rupiah merupakan porsi terbesar.

Rinciannya, porsi kurs rupiah sebesar 75%, ICP 20%, dan inflasi 5%. ”Sementara untuk tarif Maret ini harga rata-rata ICP, kurs dan inflasi dihitung selama Januari. Acuan yang digunakan adalah dua bulan sebelumnya,” terang Jarman. Wakil Komisi VII DPR Satya W Yudha mengatakan, penyesuaian tarif listrik telah direstui oleh DPR.

Meski demikian, Satya meminta pemerintah untuk mengendalikan harga bahan pokok lain agar tidak naik. ”Komoditas selain BBM dan listrik ini jangan sampai naik signifikan. Kalau itu naik, inflasi tidak bisa dikendalikan,” ungkapnya. Adapun tentang kenaikan tarif kereta api kelas ekonomi jarak sedang-jauh, akan diberlakukan mulai 1 April 2015. Keputusan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.

17 Tahun 2015. Kepala Humas KAI Daop 1 Bambang S Prayitno menjelaskan, setidaknya ada empat faktor yang mendorong penyesuaian tarif kereta api. Keempat faktor dimaksud,yakni fluktuasi kurs dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah, fluktuasi harga BBM bersubsidi, perubahan pedoman perhitungan tarif, dan perubahan margin dalam perhitungan biaya operasional kereta api ekonomi yang semula 8% menjadi 10%. Bambang menyebutkan di Daop 1 Jakarta ada 14 kereta api kelas ekonomi antar kota dan 5 kereta api perkotaan bersubsidi yang mengalami penyesuaian tarif sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 17 Tahun 2015.

Pajak Tol

Di bagian lain, Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Irawan mengatakan bahwa April merupakan waktu ideal bagi pemerintah untuk mengenakan PPN 10% bagi tarif tol. ”Ini (kenaikan 1 April 2015) timingnya sudah pas,” ujar Irawan. Dia menjelaskan, sebenarnya jasa jalan tol ini merupakan jasa kena pajak sejak adanya UU PPN pada 2003.

Namun, pemberlakuan PPN terhadap jasa tol ketika itu ditunda lantaran industri jalan tol masih baru. ”Waktu itu belum tepat, jadibaru tahun ini kita benar-benar serius mengenakan PPN, karena kita lihat harga BBM relatif rendah. Begitu juga dengan inflasi dua bulan ini sehingga kita harapkan dampak pengenaan PPN ke inflasi tidak besar,” ujarnya.

Irawan menambahkan, pengenaan PPN ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang nantinya bersinergi dengan peraturan menteri pekerjaan umum dan perumahan rakyat, terkait penerapan kenaikan tarif kepada konsumen. ”Memang kalau ada kenaikan PPN 10%, angkanya jadi keriting, misalnya tarif tol sebelumnya Rp8.000 nanti menjadi Rp8.800. Nanti ada aturannya supaya dibulatkan ke atas atau ke bawah. Ini nanti ada peraturan menteri PU dan aturan untuk sisi teknis lainnya,” katanya.

Mengenai usulan agar pemerintah menunda penerapan PPN ini karena konsumen belum siap, Irawan mengatakan hal itu sulit dilakukan. Ini lantaran ke depan belum tentu ada momen yang pas seperti sekarang ketika harga-harga komoditas sedang menurun. Pengenaan PPN atas penyediaan jasa jalan tol ini merupakan salah satu dari rencana pemerintah untuk mencari potensi pajak dan mendorong penerimaan perpajakan yang ditargetkan dalam APBN-P 2015 sebesar Rp1.489,3 triliun.

Menurut perkiraan awal, pengenaan PPN 10% kepada para pengguna jasa jalan tol ini berpotensi menambah kas negara hingga Rp500 miliar. Pengamat perpajakan Gunadi berpendapat, pemberlakuan PPN perlu selektif sehingga tidak membebani konsumen menengah ke bawah, sebab tidak semua akses tol digunakan untuk kebutuhan pribadi saja. ”Sebaiknya bagi transportasi umum antardaerah dan juga angkutan pembawa logistik bisa mendapatkan dispensasi PPN,” tuturnya.

Nanang wijayanto/Rabia edra almira/Ichsan amin/Ant

Tidak ada komentar: