Selasa, 26 September 2017

Setara: Panglima TNI Cari Momentum Politik, Jokowi Mesti Hati-hati

Fajar Pratama - detikNews
Setara: Panglima TNI Cari Momentum Politik, Jokowi Mesti Hati-hati Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (Andhika Prasetia/detikcom)
Jakarta - Isu mengenai pembelian 5.000 senjata yang disampaikan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berbuntut panjang. Menko Polhukam Wiranto sampai turun tangan untuk memberikan penjelasan. Meski begitu, Jokowi diminta hati-hati dalam mengambil sikap terkait Jenderal Gatot.


Gatot menyampaikan isu pembelian 5.000 senjata oleh institusi nonmiliter ini dalam forum internal di hadapan para purnawirawan. Meski apa yang disampaikan Gatot hanya untuk internal, inti dari apa yang dia sampaikan itu bocor ke media sosial dan ramai dibicarakan.

Gara-gara hal itu, Wiranto pada Minggu (24/9) menggelar konferensi pers khusus untuk menjelaskan duduk perkara mengenai isu tersebut. Dijelaskannya, lembaga yang memesan senjata adalah BIN, dan jumlahnya 500, untuk keperluan sekolah intelijen.

Wiranto juga menyatakan pembelian senjata ke Pindad oleh instansi resmi merupakan hal yang biasa. Dia heran mengapa pembelian itu begitu mengundang polemik.
Ketua Setara Institute Hendardi angkat bicara terkait isu panas itu. Ia menyarankan Presiden Jokowi hati-hati menyikapi polemik yang bermula dari pernyataan Gatot ini. Ada hal-hal lain yang harus dipertimbangkan.

"Presiden Jokowi mesti berhati-hati mengambil sikap atas Panglima TNI. Karena Panglima TNI sedang mencari momentum untuk memperkuat profil politik bagi dirinya, maka tindakan atas Gatot Nurmantyo haruslah merupakan tindakan normatif dan biasa-biasa saja, sehingga cara-cara politik yang tidak etis yang sedang diperagakannya secara perlahan menjadi layu sebelum berkembang," ujar Hendardi dalam keterangannya, Senin (25/9/2017).

Hendardi juga menyatakan apa yang disampaikan Gatot merupakan bentuk pelanggaran karena dianggap membocorkan informasi intelijen.

"Pernyataan Panglima TNI Gatot Nurmantyo tentang isu pembelian 5.000 pucuk senjata oleh institusi nonmiliter, rencana penyerbuan ke BIN dan Polri, merupakan bentuk pelanggaran serius Pasal 3 dan Pasal 17 UU 34/2004 tentang TNI, yang menegaskan bahwa kebijakan pengerahan dan penggunaan kekuatan angkatan perang adalah otoritas sipil. Selain itu, menyampaikan informasi intelijen di ruang publik juga menyalahi kepatutan, karena tugas intelijen adalah mengumpulkan data dan informasi untuk user-nya, yakni presiden," kata Hendardi.

Terkait dengan pernyataannya itu, Gatot menyebut apa yang dia sampaikan bukan untuk dikonsumsi publik. Menurutnya, itu hanya disampaikan kepada purnawirawan.

"Saya tidak pernah press release. Hanya saya menyampaikan kepada purnarwirawan berikut itu keluar. Sehingga saya tidak menanggapi hal itu. Benar itu omongan saya, itu kata-kata saya, itu benar. Tapi saya tidak pernah press release, maka tidak perlu menanggapi itu," kata Jenderal Gatot kepada wartawan di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Minggu (24/9/2017).

"Saya nggak pernah omong itu, jelas rekaman saya, ada kan itu. Dengarkan saja itu, benar itu omongan saya, 1.000 persen. Tapi karena saya tidak press release, saya tidak menanggapi itu," sambung Gatot.

Tidak ada komentar: