Sabtu, 27 Januari 2018

'Jenderal Polri jadi Pj Gubernur bagian dari strategi politik Jokowi'


Jumat, 26 Januari 2018 07:37 Reporter : Wisnoe Moerti
Presiden Jokowi. ©biro Setpres
Merdeka.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menunjuk dua jenderal aktif Polri yakni Asops Kapolri Irjen Pol Iriawan sebagai pejabat gubernur Jawa Barat dan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Martuani Sormin sebagai pejabat Gubernur Sumatera Utara. Tjahjo juga menceritakan, bahwa pada pilkada serentak tahun lalu Kemendagri juga menunjuk perwira TNI dan Polri untuk menjadi penjabat sementara pemerintah daerah. Pejabat TNI berpangkat Mayjen ditunjuk menjadi penjabat di pemda Aceh dan pejabat polisi berpangkat Irjen ditunjuk menjabat di Pemda Sulawesi barat.
Tjahjo memastikan langkahnya tidak menyalahi aturan. Dia berpegang pada UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Di situ diatur bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat Penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi atau madya. Kedua, Permendagri nomor 1 tahun 2018 tentang Cuti Di luar Tanggungan Negara.
Namun, UU Polri nomor 2 tahun 2002, khususnya Pasal 28 Ayat 3 menyebutkan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Sampai saat ini, belum tersebut belum mengalami perubahan.
Pengamat Kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISeSS) Bambang Rukminto menduga, keputusan ini bagian dari strategi politik Presiden Jokowi.
"Tak bisa disangkal bahwa gubernur adalah jabatan politik. Tak bisa dinafikan juga bahwa pengangkatan penjabat Gubernur pun adalah strategi politik," ujar Bambang melalui pesan singkat kepada merdeka.com, semalam.
Pilkada merupakan arena pertarungan politik dalam ranah demokrasi. Menurutnya, menyeret Polri di tengah pusaran pertarungan politik sungguh tak elok. Tidak hanya bagi pemerintah tapi juga institusi Polri. Seolah tak ada aparat birokrasi lain di luar Polri untuk dijadikan penjabat gubernur.
"Usulan pengangkatan pati (perwira tinggi) aktif Polri sebagai Plt. gubernur tak bisa dihindari lagi sebagai strategi politik dari rezim ini."
Dia menyayangkan Jokowi tak belajar dari rezim Megawati saat Pemilu 2004. "Kasus di era kepemimpinan Kapolri Dai Bachtiar yang secara terbuka mendukung Megawati di Pemilu 2004," ucapnya.
Presiden Jokowi seharusnya lebih bijak untuk memutuskan usulan yang hanya akan menambah beban dan polemik. Sebab, keputusan ini bisa berimbas buruk bagi citra Jokowi dan Polri.
Bambang melihat Polri seolah terjebak pada pragmatisme politik yang bergulir 5 tahunan. Seharusnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian bisa mempertanyakan usulan Mendagri menempatkan anak buahnya sebagai penjabat sementara di pemerintahan. Sebab, ini melanggar UU kepolisian. Jangan sampai terkesan perwira tinggi Polri 'menganggur' sehingga menerima usulan menjadi penjabat Gubernur.
"Kapolri Tito Karnavian hendak mewariskan apa untuk masa depan Polri. Apakah sekadar jargon Profesional, modern, terpercaya atau benar-benar membangun infrastruktur Polri yang modern dan profesional? Semua bisa terlihat dari pilihan kebijakan yang diambil saat ini," tutupnya. [noe]

Tidak ada komentar: