Sabtu, 03 April 2010

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KAYU

PENGAWETAN KAYU

Pemanfaatan kayu yang dipergunakan untuk mencukupi berbagai kebutuhan, mulai dari kayu bakar sampai bahan bangunan makin meningkat. Hal ini disebabkan karena kayu merupakan sumberdaya alam yang mudah diperoleh,bersifat terbarukan (renewable), mudah dalam pengolahannya serta memiliki penampilan yang dekoratif. Disamping sifat-sifat yang menguntungkan kayu juga memiliki kelemahan, yaitu sangat mudah diserang atau dirusak oleh faktor biologis seperti jamur, bakteri, serangga dan cacing laut sehingga dapat menurunkan kekuatan dan masa pakai kayu. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya kecenderungan untuk menggunakan kayu-kayu yang memiliki keawetan alami tinggi (kelas awet I dan II). Akan tetapi jenis kayu yang memiliki kelas awet I dan II sangat sedikit yaitu hanya 15% dari 4000 jenis kayu yang ada di Indonesia, maka ketergantungan pada jenis-jenis kayu ini harus dihilangkan (Martawijaya, 1983 dan Surjokusumo, 1992).

Dilain pihak masih sekitar 85% kayu Indonesia terdiri dari kayu-kayu tak dikenal, jarang digunakan dan memilki kelas awet rendah. Salah satu upaya untuk memanfaatkan kayu yang mempunyai keawetan rendah adalah dengan cara pengawetan. Dengan cara pengawetan, kayu yang mempunyai kelas awet III – V dapat dipakai untuk keperluan konstruksi dan memiliki masa pakai yang lebih panjang. Dengan cara pengawetan, kayu akan menjadi lebih tahan terhadap makhluk hidup perusak kayu seperti serangga dan jamur.

Secara alami keawetan kayu salah satunya ditentukan oleh peranan zat
ekstraktif yang spesifik dari setiap jenis kayu. Sebagai contoh dalam kayu jati
(Tectona grandis) terdapat senyawa tektoquinon .......sebagai anti rayap dan jamur.(Carter et al, 1978).
bahan pengawet dan anti rayap tersebut dapat dijumpai pada hampir semua jenhs tumbuhan hijau di seluruh dunia baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda-beda. Di Indonesia sumber tanamannya antara lain diperoleh dari jenis bakau-bakauan atau jenis-jenis dari Hutan Tanaman industri seperti akasia (Acacia sp), ekaliptus (Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp) dan sebagainya.

BAHAN PENGAWET
Hunt dan Garrat (1986), menyatakan bahwa bahan pengawet kayu adalah bahan-bahan kimia yang apabila digunakan secara baik terhadap kayu akan membuat kayu tahan terhadap serangan jamur, serangga dan binatang laut.Beberapa persyaratan untuk bahan pengawet yang baik agar usaha pengawetan memberikan hasil yang baik (supriana dan Martawijaya, 1973), adalah sebagai
berikut :
a. Beracun terahadap makhluk perusak kayu
b. Mudah masuk kedalam kayu
c. Bersifat permanen, tidak mudah luntur atau menguap
d. Tidak berbahaya bagi manusia atau hewan
e. Bersifat netral terhadap bahan lain misalnya logam, perekat, cat dan sebagainya
f. Tidak merusak kayu baik secara fisik, mekanik maupun kimia dari kayu
g. Tidak mempertinggi bahaya kebakaran
h. Mudah dikerjakan, diangkut, diperoleh dan bila mungkin harganya murah
Keefektifan suatu bahan pengawet sebagian besar tergantung pada daya racunnya atau kemampuan menjadikan kayu itu beracun terhadap organisme-organisme perusak kayu (Hunt dan Garrat, 1986). Keefektifan suatu bahan pengawet juga dipengaruhi oleh kesempurnaan penetrasi dan banyaknya retensi pada kayu perlakuan (Haygreen dan Bowyer, 1989).

BAHAN PENGAWET KAYU PERMANEN

Salah satu faktor penentu keberhasilan pengawetan kayu adalah kesempurnaan fiksasi unsur aktif dari bahan pengawet tersebut dengan zat kayu,sehingga bahan pengawet yang sudah masuk kedalam kayu tidak mudah tercuci (luntur). Fiksasi terjadi pada waktu kayu yang sudah diawetkan masih dalam keadaan basah, oleh karena itu kayu yang sudah diawetkan tidak boleh segera dikeringkan, tetapi perlu dijaga agar tetap basah selama beberapa waktu tertentu (Padlinurjaji, 1985).

Uji kepermanenan suatu bahan pengawet di dalam kayu yaitu dengan melakukan perendaman terhadap kayu yang telah diawetkan di dalam air mengalir atau dalam air yang berulangkali diganti (selang 2 hari dilakukan penggantian air),dalam jangka waktu 14 hari, dan diamati kehilangan berat bahan pengawet.Pengujian kehilangan bahan pengawet karena penguapan, pelarutan atau pencucian juga dilakukan dengan cara siklus pemanasan dan pengeringan, direndam atau disemprot. Pengujian percepatan yang hampir mendekati kondisi-kondisi sebenarnya, dilakukan dengan cara penancapan tongkat-tongkat kecil dari kayu yang sudah diawetkan ke dalam tanah, pada lokasi yang cocok bagi pembusukan atau serangan serangga (atau dalam air laut, bila yang diinginkan itu perlindungan terhadap cacing laut). Akan tetapi hasilnya sangat dipengaruhi oleh iklim setempat,juga kondisi tanah dan air, serta jenis-jenis perusak kayu yang ada (Hunt dan Garrat, 1986).

untuk informasi lebih lajut mengenai pengawetan kayu dan anti rayap anda dapat menghubungi:email: sugianto.gik256@gmail.com hp : 081313430785>

Tidak ada komentar: