Selasa, 03 Februari 2015 | 19:50 WIB
Puan Maharani: Silakan Jokowi Bikin Partai Baru
Presiden Joko Widodo bersama Kepala
BKPM Franky Sibarani (kiri) dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia
dan Kebudayaan, Puan Maharani (kanan) saat meresmikan ruang Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP) Pusat di Gedung BKPM, Jakarta, 26 Januari 2015. TEMPO/Wisnu
Agung Prasetyo
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP PDI Perjuangan nonaktif yang
juga Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani,
mempersilakan kader partainya, Presiden Joko Widodo, jika ingin membuat partai
baru. "(Membentuk partai) itu hak politik tiap warga negara," kata
Puan di Kompleks Parlemen, Selasa, 3 Februari 2015.
Hingga kini, Puan menilai Jokowi adalah kader sekaligus petugas partai. "Kalau ada massa dan nama partainya lalu disahkan pemerintah, ya, boleh-boleh saja. Tapi, sampai saat ini, Pak Jokowi masih kader PDIP dan petugas partai," ujar anak Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri itu.
Sebelumnya, organisasi masyarakat pendukung Jokowi saat pemilihan presiden lalu, Pro-Jokowi (Projo), dikabarkan siap menjadi partai baru. Ketua Dewan Pimpinan Cabang Projo Solo Sugeng Setyadi mengatakan transformasi itu harus seizin Dewan Pembina Projo yang juga Presiden RI, Joko Widodo. "Projo tetap konsisten mendukung Jokowi hingga akhir masa jabatannya," ujar Sugeng.
Adanya wacana mengubah entitas Projo dari ormas menjadi partai diakui Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Projo Budie Arie Setiadi. Ia mengakui bahwa sejumlah anggota di daerah ingin Projo bermetamorfosis menjadi partai. "Ada banyak cabang yang meminta itu," tutur Budie kepada Tempo, Selasa, 3 Februari 2015.
Menurut Budie, permintaan mereka itu merupakan reaksi dari tekanan partai kepada Joko Widodo dalam menentukan Kepala Polri yang baru. Emosi anggota Projo semakin tinggi ketika calon Kapolri pilihan partai pengusung resmi dijadikan tersangka kasus dugaan kepemilikan rekening gendut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Budie menjelaskan, sampai saat ini, tak ada niat Projo bertransformasi menjadi partai. Namun Budie tak menampik kemungkinan Projo bakal berubah menjadi parpol. "Tak ada yang tak mungkin di Indonesia. Tukang kayu saja bisa jadi presiden, kok," ujarnya. "Soal berubah jadi partai, biarlah Projo mengalir menjemput sejarahnya sendiri." MUHAMMAD MUHYIDDIN | INDRA WIJAYA | ANTARANEWS
Hingga kini, Puan menilai Jokowi adalah kader sekaligus petugas partai. "Kalau ada massa dan nama partainya lalu disahkan pemerintah, ya, boleh-boleh saja. Tapi, sampai saat ini, Pak Jokowi masih kader PDIP dan petugas partai," ujar anak Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri itu.
Sebelumnya, organisasi masyarakat pendukung Jokowi saat pemilihan presiden lalu, Pro-Jokowi (Projo), dikabarkan siap menjadi partai baru. Ketua Dewan Pimpinan Cabang Projo Solo Sugeng Setyadi mengatakan transformasi itu harus seizin Dewan Pembina Projo yang juga Presiden RI, Joko Widodo. "Projo tetap konsisten mendukung Jokowi hingga akhir masa jabatannya," ujar Sugeng.
Adanya wacana mengubah entitas Projo dari ormas menjadi partai diakui Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Projo Budie Arie Setiadi. Ia mengakui bahwa sejumlah anggota di daerah ingin Projo bermetamorfosis menjadi partai. "Ada banyak cabang yang meminta itu," tutur Budie kepada Tempo, Selasa, 3 Februari 2015.
Menurut Budie, permintaan mereka itu merupakan reaksi dari tekanan partai kepada Joko Widodo dalam menentukan Kepala Polri yang baru. Emosi anggota Projo semakin tinggi ketika calon Kapolri pilihan partai pengusung resmi dijadikan tersangka kasus dugaan kepemilikan rekening gendut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Budie menjelaskan, sampai saat ini, tak ada niat Projo bertransformasi menjadi partai. Namun Budie tak menampik kemungkinan Projo bakal berubah menjadi parpol. "Tak ada yang tak mungkin di Indonesia. Tukang kayu saja bisa jadi presiden, kok," ujarnya. "Soal berubah jadi partai, biarlah Projo mengalir menjemput sejarahnya sendiri." MUHAMMAD MUHYIDDIN | INDRA WIJAYA | ANTARANEWS
Ketemu Prabowo, 3 Tanda Jokowi Jauhi Jeratan Mega
Presiden
Joko Widodo (kanan), berbincang dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra
Prabowo Subianto, usai pertemuan tertutup di Istana Kepresidenan Bogor, Jabar,
29 Januari 2015. ANTARA/Widodo S. Jusuf
TEMPO.CO,
Jakarta -Direktur Eksekutif Indo
Barometer M. Qodari mengatakan Presiden Joko Widodo tak bisa bergerak bebas
dalam 100 hari masa pemerintahannya. Jokowi terjebak dalam tarikan internal
partai pengusung. "Aspirasi dia sebagai presiden berbeda dengan aspirasi
pemimpin partai, jadi tarik menarik," kata Qodari saat dihubungi Tempo,
Kamis, 29 Januari 2015.
Publik
mempersoalkan ketidaktegasan Jokowi dalam menyelesaikan konflik KPK-Polri.
"Untuk sekarang, saya lihat dia rentan karena lagi-lagi dia tak pegang
kekuatan partai. Ada tekanan dari internal partai," kata dia. (Baca:Indikasi Presiden Jokowi Dipengaruhi Megawati)
Presiden
Jokowi dikecam karena tetap mencalonkan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri yang
sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap oleh KPK. Masalah ini juga memicu
konflik KPK-Polri dan membuat komisi antikorupsi ini terancam rontok. (Baca: Tiga Alasan KPK Dirontokkan)
Hari
ini, 29 Januari, muncul perkembangan menarik setelah Presiden Jokowi menerima
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto—rivalnya dalam pemilihan presiden.
Manuver ini dianggap sebagai salah satu tanda bahwa ia berupaya melepaskan diri
dari bayang-bayang Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Dari
catatan Tempo, gejala yang lain sebagai sebagai berikut:
1.
Membentuk Tim Sembilan
Presiden
Joko Widodo mulai mencari masukan dari luar PDIP Perjuangan dan partai lain
pendukungnya dengan membentuk tim independen. Tim ini akan mencari solusi
kisruh KPK-Polri. "Kami
diminta memberikan masukan-masukan terkait dengan masalah dan hubungan antara
KPK dan Polri, termasuk juga personil Polri dan KPK yang menghadapi proses
hukum. Kami diundang atas pribadi," ujar salah satu anggota tim, Jimly
Asshidique di Istana Merdeka, Ahad, 25 Januari 2015. (Baca: Jokowi Bikin Tim Independen)
2.
Sinyal dari Syafii Maarif
Tim 9,
yang juga disebut Tim Independen, telah menemui Presiden Joko Widodo pada Rabu
siang, 28 Januari 2015. Selepas pertemuan tersebut, Ketua Tim AhmadSyafii
Maarif, mengungkap sedikit duduk perkara pencalonan Komisaris Jenderal Budi
Gunawan sebagai Kapolri.Ia
mengatakan pencalonan Budi Gunawan bukanlah inisiatif Jokowi. "Kalau mau
jujur, ya, pengajuan BG (Budi Gunawan) bukan inisiatif Jokowi." Meski
tahu, Syafii enggan menyebutkan nama orang yang menyorongkan Budi Gunawan
sebagai calon tunggal Kapolri. "Anda juga sudah tahu karena ini jadi
rahasia umum," kata Syafii. (Baca: Budi Gunawan Bukan Pilihan Jokowi)
3.
Ketemu Prabowo Subianto.
Di
tengah ketengan politik yang dipicu oleh konflik KPK-Polri, Presiden Jokowi
menerima Prabowo Subianto di Istana Bogor, Kamis sore, 29 Januari 2015. Ketua
Umum Partai Gerakan Indonesia Raya ini menyatakan dukungannya bagi pemerintahan
Jokowi-Kalla.
Sebagai
pihak yang berada di luar eksekutif, Prabowo menegaskan akan sepenuhnya
mendukung lembaga eksekutif. "Saya komitmen untuk dukung usaha bersama
kita, beliau adalah eksekutif dan kami di luar eksekutif. Sama-sama ingin
menjaga keutuhan bangsa, bertekad mengurangi kemiskinan dan menjaga kekayaan
bangsa," kata Prabowo usai bertemu Jokowi. (Baca: Ke Istana Bogor, Prabowo Menyatakan Dukung Jokowi)
PUTRI
ADITYOWATI | TIM TEMPO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar