Akui Terlibat Kerusuhan 1998, Wiranto: Tapi Saya Bukan Dalangnya
19 Jun 2014 15:53
Wiranto (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
"Sebagai Panglima ABRI secara otomatis saya terlibat," kata Wiranto di Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran (FORUM KPK) Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2014).
Meski telah mengaku turut serta dalam kasus tersebut, namun Wiranto mengatakan Ia bukanlah dalang atas hilangnya sejumlah mahasiswa dan aktivis serta kerusuhan Trisakti.
"Kalau saya mendalangi pasti negeri ini sudah hancur-hancuran. Kalau penembakan dilakukan atas perintah Panglima maka korban bisa mencapai ratusan," tambah Wiranto.
Meski telah mengaku turut serta dalam kasus tersebut, namun Wiranto mengatakan ia bukanlah dalang atas hilangnya sejumlah mahasiswa dan aktivis serta kerusuhan Trisakti.
Sebelumnya, calon presiden nomor urut 1 Prabowo Subianto dalam Debat Kandidat perdana sempat meminta kepada cawapres nomor urut 2 Jusuf Kalla untuk bertanya kepada atasannya langsung di TNI terkait kasus HAM 1998.
Menanggapi hal tersebut, Panglima ABRI Wiranto yang merupakan atasan Prabowo pun buka suara. Wiranto yang merupakan atasan Prabowo, mengatakan pada aksi penculikan periode Desember 1997 hingga Februari 1998 bukan merupakan tanggung jawab dirinya.
"Pada saat itu Panglima ABRI-nya adalah Jendral (alm) Feisal Tanjung. Sedangkan kasus itu terungkap pada Maret 1998 dan saya telah menggantikan posisi beliau (alm) Feisal Tanjung," jelas Wiranto.
Ketua Umum Partai Hanura itu pun mengaku tidak mengetahui maksud dari Prabowo yang menyebut 'Tanya Atasan Saya'. Menurut Wiranto, baik dirinya ataupun almarhum Feisal Tanjung tak pernah memberikan perintah kekerasan atau penculikan kepada bawahannya termasuk Prabowo.
(Tanti Yulianingsih )
JAKARTA
(voa-islam.com) -
Pembicaraan di rumah Fahmi Idris, tokoh senior Golkar yang kemarin menyeberang
ke kubu Jokowi-JK demi melawan Prabowo adalah bukti paling kuat yang
menghubungkan Benny Moerdani dengan berbagai kerusuhan massa yang sangat marak
menjelang akhir Orde Baru karena terbukti terbukanya niat Benny menjatuhkan
Soeharto melalui gerakan massa yang berpotensi mengejar orang Cina dan orang
Kristen.
Kesaksian
Salim Said ini merupakan titik tolak paling penting guna membongkar berbagai
kerusuhan yang tidak terungkap seperti Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan
13-14 Mei 1998, yang akan saya bongkar di bawah ini.
"Bersama
Presiden Soeharto, Benny adalah Penasihat YPPI yang didirikan oleh para mantan
tokoh demonstrasi 1966 dengan dukungan Ali Moertopo. Hadir di rumah Fahmi
[Idris] pada malam itu para pemimpin demonstrasi 1966 seperti Cosmas Batubara,
dr. Abdul Ghafur, Firdaus Wajdi, Suryadi [Ketua PDI yang menyerang Kubu Pro
Mega tanggal 27 Juli 1996]; Sofjan Wanandi; Husni Thamrin dan sejumlah tokoh.
Topik pembicaraan, situasi politik waktu itu...
Moerdani
berbicara mengenai Soeharto yang menurut Menhankam itu, 'Sudah tua, bahkan
sudah pikun, sehingga tidak bisa lagi mengambil keputusan yang baik. Karena itu
sudah waktunya diganti'...Benny kemudian berbicara mengenai gerakan massa
sebagai jalan untuk menurunkan Soeharto. Firdaus menanggapi, 'Kalau menggunakan
massa, yang pertama dikejar adalah orang Cina dan kemudian kemudian gereja.' "
- Salim
Said, Dari Gestapu Ke Reformasi, serangkaian kesaksian, Penerbit Mizan, halaman
316
A. Peristiwa 27 Juli 1996 Adalah Politik Dizalimi Paling Keji Sepanjang Sejarah Indonesia
Selanjutnya
bila kita hubungkan kesaksian Salim Said di atas dengan kesaksian RO Tambunan
bahwa dua hari sebelum kejadian Megawati sudah mengetahui dari Benny akan
terjadi serangan terhadap kantor PDI dan Catatan Rachmawati Soekarnoputri,
Membongkar Hubungan Mega dan Orba sebagaimana dimuat Harian Rakyat Merdeka
Rabu, 31 Juli 2002 dan Kamis, 1 Agustus 2002.
Maka kita
menemukan bukti adanya persekongkolan antara Benny Moerdani yang sakit hati
kepada Soeharto karena dicopot dari Pangab (kemudian menjadi menhankam, jabatan
tanpa fungsi) dan Megawati untuk menaikan seseorang dari keluarga Soekarno
sebagai lawan tanding Soeharto, kebetulan saat itu hanya Megawati yang mau jadi
boneka Benny Moerdani. Sedikit kutipan dari Catatan Rachmawati Soekarnoputri:
"Sebelum
mendekati Mega, kelompok Benny Moerdani mendekati saya [Rachmawati] terlebih
dahulu. Mereka membujuk dan meminta saya tampil memimpin PDI. Permintaan orang
dekat dan tangan kanan Soeharto itu jelas saya tolak, bagi saya, PDI itu cuma
alat hegemoni Orde Baru yang dibentuk sendiri oleh Soeharto tahun 1973. Coba
renungkan untuk apa jadi pemimpin boneka?
Orang-orang
PDI yang dekat dengan Benny Moerdani, seperti Soerjadi dan Aberson Marie
Sihaloho pun ikut mengajak saya gabung ke PDI. Tetapi tetap saya tolak."
Dari ketiga
catatan di atas kita menemukan nama-nama yang saling terkait dalam Peristiwa 27
Juli 1996, antara lain: Benny Moerdani; Megawati Soekarnoputri; Dr. Soerjadi;
Sofjan Wanandi; dan Aberson Marie Sihaloho, dan ini adalah "eureka
moment" yang membongkar persekongkolan jahat karena Aberson Marie adalah
orang yang pertama kali menyebar pamflet untuk regenerasi kepemimpinan Indonesia
dan diganti Megawati, sehingga menimbulkan kecurigaan dari pihak Mabes ABRI.
Dr. Soerjadi
adalah orang yang menggantikan Megawati sebagai Ketua Umum PDI di Kongres Medan
(kongres dibiayai Sofjan Wanandi dari CSIS) yang mengumpulkan massa menyerbu
kantor PDI dan selama ini dianggap perpanjangan tangan Soeharto ternyata agen
ganda bawahan Benny Moerdani, dan tentu saja saat itu Agum Gumelar dan AM
Hendropriyono, dua murid Benny Moerdani berada di sisi Megawati atas perintah
Benny Moerdani sebagaimana disaksikan Jusuf Wanandi dari CSIS dalam Memoirnya,
A Shades of Grey/Membuka Tabir Orde Baru.
Semua fakta
ini juga membuktikan bahwa dokumen yang ditemukan pasca ledakan di Tanah Tinggi
tanggal 18 Januari 1998 yang mana menyebutkan rencana revolusi dari Benny Moerdani;
Megawati; CSIS dan Sofjan-Jusuf Wanandi yang membiayai gerakan PRD adalah
dokumen asli dan otentik serta bukan dokumen buatan intelijen untuk
mendiskriditkan PRD sebagaimana diklaim oleh Budiman Sejatmiko selama ini.
Ini
menjelaskan mengapa Presiden Megawati menolak menyelidiki Peristiwa 27 Juli
1996 sekalipun harus mengeluarkan kalimat pahit kepada anak buahnya seperti
"siapa suruh kalian mau ikut saya?" dan justru memberi jabatan sangat
tinggi kepada masing-masing SBY yang memimpin rapat penyerbuan Operasi Naga
Merah; Sutiyoso yang komando lapangan penyerbuan Operasi Naga Merah; Agum
Gumelar dan Hendropriyono yang pura-pura melawan koleganya. Megawati melakukan
bunuh diri bila menyelidiki kejahatannya sendiri!
Bila
dihubungkan dengan grup yang berkumpul di sisi Jokowi maka sudah jelas bahwa
CSIS; PDIP; Budiman Sejatmiko, Agum Gumelar; Hendropriyono; Fahmi Idris;
Megawati; Sutiyoso ada di pihak Poros JK mendukung Jokowi-JK demi menghalangi
upaya Prabowo naik ke kursi presiden.
B. Kerusuhan
Mei 1998, Gerakan Benny Moerdani Menggulung Soeharto; Prabowo; dan Menaikan
Megawati Soekarnoputri ke Kursi Presiden.
Pernahkah
anda mendengar kisah Kapten Prabowo melawan usaha kelompok Benny Moerdani dan
CSIS mendeislamisasi Indonesia? Ini fakta dan bukan bualan. Banyak buku sejarah
yang sudah membahas hal ini, dan salah satunya cerita dari Kopassus di masa
kepanglimaan Benny.
Saat Benny
menginspeksi ruang kerja perwira bawahan dia melihat sajadah di kursi dan
bertanya "Apa ini?", jawab sang perwira, "Sajadah untuk shalat,
Komandan." Benny membentak "TNI tidak mengenal ini." Benny juga
sering mengadakan rapat staf pada saat menjelang ibadah Jumat, sehingga
menyulitkan perwira yang mau sholat Jumat.
Hartono
Mardjono sebagaimana dikutip Republika tanggal 3 Januari 1997 mengatakan bahwa
rekrutan perwira Kopassus sangat diskriminatif terhadap yang beragama Islam,
misalnya kalau direkrut 20 orang, 18 di antaranya adalah perwira beragama non
Islam dan dua dari Islam.
Penelitian
Salim Said juga menemukan hal yang sama bahwa para perwira yang menonjol
keislamannya, misalnya mengirim anak ke pesantren kilat pada masa libur atau
sering menghadiri pengajian diperlakukan diskriminatif dan tidak akan mendapat
kesempatan sekolah karena sang perwira dianggap fanatik, sehingga sejak saat
itu karir militernya suram.
Silakan
perhatikan siapa para perwira tinggi beken yang diangkat dan menduduki pos
penting pada masa Benny Moerdani menjadi Pangad atau Menhankam seperti Sintong
Panjaitan; Try Sutrisno; Wiranto; Rudolf Warouw; Albert Paruntu; AM
Hendropriyono; Agum Gumelar; Sutiyoso; Susilo Bambang Yudhoyono; Luhut
Panjaitan; Ryamizard Ryacudu; Johny Lumintang; Albert Inkiriwang; Herman
Mantiri; Adolf Rajagukguk; Theo Syafei dan lain sebagainya akan terlihat sebuah
pola tidak terbantahkan bahwa perwira yang diangkat pada masa Benny Moerdani
berkuasa adalah non Islam atau Islam abangan (yang tidak dianggap
"fanatik" atau berada dalam golongan "islam santri" menurut
versi Benny).
Inilah yang
dilawan Prabowo antara lain dengan membentuk ICMI yang sempat dilawan
habis-habisan oleh kelompok Benny Moerdani namun tidak berhasil. Tidak heran
kelompok status quo dari kalangan perwira Benny Moerdani membenci Prabowo
karena Prabowo yang menghancurkan cita-cita mendeislamisasi Indonesia itu.
Mengapa Benny
Moerdani dan CSIS mau mendeislamisasi Indonesia?
Karena CSIS
didirikan oleh agen CIA, Pater Beek yang awalnya ditempatkan di Indonesia untuk
melawan komunis, namun setelah komunis kalah dia membuat analisa bahwa lawan
Amerika berikutnya di Indonesia hanya dua, "Hijau ABRI" dan
"Hijau Islam".
Lalu, Peter
Beek menyimpulkan ABRI bisa dimanfaatkan untuk melawan Islam, maka berdirilah
CSIS yang dioperasikan oleh anak didiknya di Kasebul, Sofjan Wanandi, Jusuf
Wanandi, Harry Tjan Silalahi, mewakili ABRI: Ali Moertopo, dan Hoemardani (baca
kesaksian George Junus Aditjondro, murid Pater Beek).
Pater Beek
yang awalnya ditempatkan di Indonesia untuk melawan komunis namun setelah
komunis kalah dia membuat analisa bahwa lawan Amerika berikutnya di Indonesia
hanya dua, "Hijau ABRI" dan "Hijau Islam"
Tidak
percaya gerakan anti Prabowo di kubu Golkar-PDIP-Hanura-NasDem ada hubungan
dengan kelompok anti Islam santri yang dihancurkan Prabowo?
Silakan
perhatikan satu per satu nama-nama yang mendukung Jokowi-JK, ada Ryamizard
Ryacudu (menantu mantan wapres Try Sutrisno-agen Benny untuk persiapan bila
Presiden Soeharto mangkat).
Ada Agum
Gumelar-Hendropriyono (dua malaikat pelindung/bodyguard Megawati yang disuruh
Benny Moerdani); ada Andi Widjajanto (anak Theo Syafeii) ada Fahmi Idris
(rumahnya adalah lokasi ketika ide Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei
1998 pertama kali dilontarkan Benny Moerdani); ada Luhut Panjaitan; ada
Sutiyoso; ada Wiranto dan masih banyak lagi yang lain.
Lho, Wiranto
anak buah Benny Moerdani? Benar sekali, bahkan Salim Said dan Jusuf Wanandi
mencatat bahwa Wiranto menghadap Benny Moerdani beberapa saat setelah dilantik
sebagai KSAD pada Juni 1997. Saat itu Benny memberi pesan sebagai berikut:
"Jadi,
kau harus tetap di situ sebab kau satu-satunya orang kita di situ. Jangan
berbuat salah dan jangan dekat dengan saya sebab kau akan dihabisi Soeharto
jika dia tahu."
(Salim Said,
halaman 320)
Tentu saja
Wiranto membantah dia memiliki hubungan dekat dengan Benny Moerdani namun kita
memiliki cara membuktikan kebohongannya. Pertama, dalam Memoirnya, Jusuf
Wanandi menceritakan bahwa pasca jatuhnya Soeharto, Wiranto menerima dari Benny
Moerdani daftar nama beberapa perwira yang dinilai sebagai "ABRI
Hijau", dan dalam sebulan semua orang dalam daftar nama tersebut sudah
disingkirkan Wiranto.
Ketika
dikonfrontir mengenai hal ini Wiranto mengatakan cerita "daftar nama"
adalah bohong. Namun bila kita melihat catatan penting masa setelah Soeharto
jatuh maka kita bisa melihat bahwa memang terjadi banyak perwira
"hijau" di masa Wiranto yang waktu itu dimutasi dan hal ini sempat
menuai protes.
Fakta bahwa
Wiranto adalah satu-satunya orang Benny Moerdani yang masih tersisa di sekitar
Soeharto menjawab sekali untuk selamanya mengapa Wiranto menjatuhkan semua
kesalahan terkait Operasi Setan Gundul kepada Prabowo; mengatakan kepada BJ
Habibie bahwa Prabowo mau melakukan kudeta sehingga Prabowo dicopot; dan
menceritakan kepada mertua Prabowo, Soeharto bahwa Prabowo dan BJ Habibie bekerja
sama menjatuhkan Soeharto, sehingga Prabowo diusir dan dipaksa bercerai dengan
Titiek Soeharto. Hal ini sebab Wiranto adalah eksekutor dari rencana Benny
Moerdani menjatuhkan karir dan menistakan Prabowo.
Membicarakan
"kebejatan" Prabowo tentu tidak lengkap tanpa mengungkit Kerusuhan
Mei 1998 yang ditudingkan pada dirinya padahal saat itu jelas-jelas Wiranto
sebagai Panglima ABRI pergi ke Malang membawa semua kepala staf angkatan darat,
laut dan udara serta menolak permintaan Prabowo untuk mengerahkan pasukan demi
mengusir perusuh.
Berdasarkan
temuan fakta di atas bahwa Benny Moerdani mau menjatuhkan Soeharto melalui
kerusuhan rasial dan Wiranto adalah satu-satunya orang Benny di lingkar dalam
Soeharto maka sangat patut diduga Wiranto memang sengaja melarang pasukan
keluar dari barak menghalangi kerusuhan sampai marinir berinisiatif keluar
kandang.
Selain itu
tiga fakta yang menguatkan kesimpulan kelompok Benny Moerdani ada di belakang
Kerusuhan Mei 98 adalah sebagai berikut:
1.
Menjatuhkan lawan menggunakan "gerakan massa" adalah keahlian Ali
Moertopo (guru Benny Moerdani) dan CSIS sejak Peristiwa Malari di mana malari
meletus karena provokasi Hariman Siregar, binaan Ali Moertopo (lihat kesaksian
Jenderal Soemitro yang dicatat oleh Heru Cahyono dalam buku Pangkopkamtib
Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 74 terbitan Sinar Harapan).
2. Menurut
catatan TGPF Kerusuhan Mei 98 penggerak lapangan adalah orang berkarakter
militer dan sangat cekatan dalam memprovokasi warga menjarah dan membakar. Ini
jelas ciri-ciri orang yang terlatih sebagai intelijen, dan baik Wiranto maupun
Prabowo adalah perwira lapangan tipe komando bukan tipe intelijen, dan saat itu
hanya Benny Moerdani yang memiliki kemampuan menggerakan kerusuhan skala besar
karena dia mewarisi taktik dan jaringan yang dibangun Ali Moertopo (mengenai
jaringan yang dibangun Ali Moertopo bisa dibaca di buku Rahasia-Rahasia Ali
Moertopo terbitan Tempo-Gramedia).
Lagipula
saat kejadian terbukti Benny Moerdani sedang rapat di Bogor dan ada laporan
intelijen bahwa orang lapangan saat kerusuhan 27 Juli 1996 dan Mei 98 dilatih
di Bogor!!!
3. Alasan
Megawati setuju menjadi alat Benny Moerdani padahal saat itu keluarga Soekarno
sudah sepakat tidak terjun ke politik dan alasan Benny Moerdani begitu
menyayangi Megawati mungkin adalah karena mereka sebenarnya pernah menjadi
calon suami istri dan Soekarno sendiri pernah melamar Benny, pahlawan Palangan
Irian Jaya itu untuk Megawati, namun kemudian Benny memilih Hartini wanita yang
menjadi istrinya sampai Benny meninggal (Salim Said, halaman 329).
Berdasarkan
semua fakta dan uraian di atas maka kiranya sudah tidak bisa dibantah bahwa
alasan Kelompok Benny Moerdani, dalang Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei
1998 ada di belakang Jokowi-JK dengan mengorbankan keutuhan partai
masing-masing (PDIP, Hanura, Golkar) untuk melawan Prabowo adalah dendam
kesumat yang belum terpuaskan sebab Prabowo menjadi penghalang utama mereka
ketika mencoba mendeislamisasi Indonesia. [hudzaifah/Berric
Dondarrion/voa-islam.com]
-
See more
at:
http://www.voa-islam.com/read/opini/2014/06/07/30575/innalillah-jenderaljenderal-dalang-kerusuhan-mei-1998-mendukung-jokowi/#sthash.yzUZJBMu.dpufvoa-islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar