Rabu, 03 September 2014

Jokowi: Sang Fenomenal di Jagat Politik Nusantara

Kamis, 7 Agustus 2014 16:25 WITA
Jokowi: Sang Fenomenal di Jagat Politik Nusantara
Fabian Januarius Kuwado
Gubernur Jakarta Joko Widodo berjalan di tengah kolam air payau di bilangan Marunda, Jakarta Utara, Jumat (14/3/2014).
Oleh Yohanes Sudarmo Dua
ALMARHUM Taufiq Kiemas, seorang tokoh senior PDI Perjuangan yang juga adalah mendiang suami Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri pernah berujar, "Setiap politisi harus mempunyai mimpi untuk duduk di kursi Istana Negara".
Tak dapat dipungkiri, apa yang disampaikan oleh Almarhum Taufiq Kiemas adalah sebuah pernyataan sarat makna yang bercermin dari potret realitas politik sekaligus representasi  mind path setiap politisi.  Bagaimanapun juga, menjadi  politisi selalu diidentikan dengan upaya memperoleh kekuasaan dan menduduki kursi Istana Negara, menurut Taufiq Kiemas,  adalah simbol capaian tertinggi seorang politisi di negeri ini. 
Sang Senior sekaligus guru bagi para kader PDI Perjuangan ini boleh saja berpendapat demikian, tetapi Joko Widodo, salah satu kader terbaik dalam catatan sejarah PDI Perjuangan   tampaknya menjalani lintasan unik dalam meniti karir politiknya sebagai seorang politisi. Menarik untuk disimak pengakuan Jokowi mengenai perjalanan karir politiknya hingga menjadi RI SATU  berikut ini, "Saya tidak pernah bermimpi menjadi Wali Kota Surakarta, Gubernur DKI Jakarta, apalagi sekarang  menjadi Presiden terpilih. Semuanya ini tidak direncanakan"
Menakar ujaran almarhum Taufiq Kiemas dan pengakuan Joko Widodo di atas, pertanyaan menarik untuk diajukan adalah, politisi macam apa Jokowi ini? Apakah Jokowi adalah tipe politisi tanpa impian untuk menjadi "semakin besar" di jagat politik? Apa sebenarnya motivasi Jokowi ketika terjun ke dunia politik? Menjadi Politisi tanpa hasrat untuk memperoleh kekuasaan adalah  sebuah paradoks di jagat politik. Tetapi menilik pengakuan Jokowi di atas, mendapatkan kekuasaan tampaknya bukan merupakan tujuan Jokowi untuk berkecimpung di dunia politik.
Ada nilai-nilai lebih yang sebenarnya ingin beliau perjuangkan ketika terjun ke dunia politik. Bagi Jokowi,  berpolitik dan mendapatkan kekuasaan hanya  merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu berbuat baik demi kesejahteraan dan kemaslahatan rakyat banyak. Mengenai hal ini, kecemerlangan track record yang telah beliau tunjukan baik itu sebagai wali kota Surakarta maupun gubernur DKI Jakarta merupakan bukti nyata yang tidak terbantahkan.
Patut diakui, Jokowi adalah salah satu paradoks di dunia politik Indonesia saat ini.
Kesederhanaan dan ketulusannya untuk selalu dekat dengan rakyat membuatnya begitu dicintai oleh masyarakat. Sikap ini jugalah yang membuatnya menjadi antitesa dari politisi kebanyakan di negeri ini. Kita sering menyaksikan  banyak politisi yang "dekat sebentar" dengan rakyat, menyerukan semangat pro rakyat, karena "ada maunya". Mereka dekat dengan rakyat hanya pada musim-musim tertentu saja dan setelah tujuan dan niatnya terpenuhi,  mereka mengambil jarak yang cukup jauh dengan rakyat. Tetapi Jokowi bukanlah politisi dengan sosok yang demikian. Dalam kata-kata Maruar Sirait, "Jokowi adalah sosok pemimpin yang lahir dari rakyat dan berproses bersama rakyat. Ia tahu apa yang dibutuhkan rakyat. Ketika masalah datang, Jokowi tidak pergi meninggalkan rakyat menghadapi masalahnya sendiri. Ia juga tidak hanya berdiri di depan rakyat, tidak juga di belakang, tetapi Ia ada di tengah-tengah bersama dengan rakyat, menghadapi persolan bersama-sama dengan rakyat".
Jokowi memang hadir sebagai politisi  dengan gaya kepemimpinan yang benar-benar merakyat. Ia merakyat bukan sebagai bagian dari pencitraaan demi memperoleh dan melanggenkan kekuasaan tetapi Ia mau merakyat sebagai bagian dari keberpihakan sang Pemimpin kepada mereka yang dipimpinnya. Ia merakyat karena Ia ingin mendengarkan suara rakyat, mengidentifikasi persoalan rakyat dan pada akhirnya datang dengan keputusan-keputusan yang benar-benar pro rakyat.    
Jokowi adalah sosok politisi peretas jalan pada terciptanya suatu pola kepemimpinan inspiratif  yang dinilai banyak pihak sangat relevan dengan budaya bangsa Indonesia. Masyarakat diajak untuk terlibat secara aktif dalam proses pembangunan bangsa dan bukan hanya sebagai penonton yang tidak tahu menahu.
Yang mengagumkan adalah pola pendekatan penyelesaian masalah yang selalu Ia gunakan ketika berhadapan dengan masyarakat. Jokowi selalu mengutamakan proses penyelesaian masalah dengan pendekatan dialog, berbicara dari hati ke hati dan bukan pendekatan kekuasaan. Hal ini tentu sangat berbeda dengan kenyataan selama ini yang dihadapi sebagian besar orang-orang kecil ketika harus berhadapan dengan pihak penguasa. Jokowi hadir dengan pola pendekatan kepemimpinan yang benar-benar berbeda.
Bagi dunia politik Indonesia, kehadiran sosok Jokowi telah memberikan warna tersendiri. Setidaknya, pengakuan tulus Jokowi di atas telah menyiratkan satu pesan penting  bahwa sebenarnya kekuasaan itu tidak harus dikejar secara ambisius. Ketika seorang politisi memiliki niat yang tulus untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan berbuat baik demi kesejahteraan rakyat niscaya masyarakat, tanpa dimobilisasi sekalipun akan memberikan dukungan mereka.
Memang Jokowi tidak pernah bermimpi baik itu menjadi wali kota Surakarta, gubernur DKI Jakarta apalagi Presiden RI, tetapi apa yang telah Ia lakukan untuk kepentingan rakyat  telah menyediakannya sebuah jalan lurus, lintasan "sudah selayaknya" yang menghantarnya menjadi orang nomor satu di Republik ini. Para politisi negeri ini sudah seharusnya belajar dari sosok yang satu ini, anak bantaran kali yang tiada lelah memperjuangkan nasib rakyat kecil. Indonesia, di usianya yang ke-69 tentu membutuhkan lebih banyak lagi The Jokowis  untuk  berkontribusi menyelesaikan aneka persoalan bangsa.
Pertanyaannya adalah masih adakah niat baik para politisi negeri ini untuk menjadi The Jokowis  yang mampu menghadirkan fajar harapan di hari esok atau terus membiarkan wajah negeri yang berpeluh duka ini terkatup selamanya?* (Alumni of Southeast Asia Youth Leadership Program)

Tidak ada komentar: