Rabu, 03 September 2014

Pesawat JOKOWI "kepresidenan" dijual ? rugi ?

Ketua DPD: Jokowi Suka Blusukan, Butuh Pesawat Kepresidenan

Rabu, 03 September 2014 08:22 wib | Gunawan Wibisono - Okezone

Ketua DPD: Jokowi Suka Blusukan, Butuh Pesawat Kepresidenan Pesawat Kepresidenan RI (Foto: Okezone) JAKARTA - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Maruarar Sirait mengusulkan agar pesawat kepresiden dijual demi penghematan. Namun usul tersebut menuai protes dari berbagai kalangan.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Irman Gusman, mengatakan, pesawat kepresidenan amat penting guna menunjang kegiatan Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden. Bahkan, bila pesawat tersebut dijual, bisa menambah beban keuangan negara.

“Kan Pak Jokowi nanti butuh menjangkau pulau-pulau di luar kota. Itu kan efektif daripada menjual dan nanti menggunakan pesawat Garuda. Kalau tidak dijual, biaya negara akan rendah,” jelas Irman kepada Okezone di Jakarta, Rabu (3/9/2014).

Dia menambahkan, Jokowi sangat identik dengan gaya blusukannya. Karena itu, tidak mungkin Jokowi bisa menjangkau luasnya wilayah Indonesia tanpa sarana transportasi memadai.

“Apalagi, presidennya suka blusukan ke daerah-daerah, nanti naik apa? Kalau blusukan-nya di Jakarta bisa pakai mobil Kijang, tapi kalau ke Kalimantan masa blusukan-nya pakai mobil,” cetusnya.

Karena itu, Irman meminta usul tersebut dipertimbangkan lebih matang. Selain itu, ada hal lain yang lebih penting untuk dikerjakan saat ini.

“Coba berkonsentrasi kepada yang substansial, misalnya struktur kabinet, memilih orang-orang yang terbaik, yang punya integritas, kapasitas,” imbuhnya.

Seperti diketahui, Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait mengusulkan kepada Jokowi untuk menjual pesawat kepresidenan. Hal tersebut dilakukan dengan dalih penghematan anggaran serta memberi contoh kepada masyarakat.
(ton)

Soal Jual Pesawat Kepresidenan, Tim Transisi Nilai Hanya Sebatas Usulan

Selasa, 2 September 2014 | 20:28 WIB
SERAMBI INDONESIA / M ANSHAR Warga berfoto di depan pesawat Kepresidenan Boeing Business Jett yang mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda, Blangbintang, 16 April 2014. Pesawat kepresidenan pertama milik Republik Indonesia tersebut melakukan percobaan penerbangan.

JAKARTA, KOMPAS.com – Deputi Bidang Kajian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tim Transisi Hasto Kristiyanto menilai, usulan untuk menjual pesawat kepresidenan hanya sebatas usulan. Namun, apakah nantinya presiden terpilih Joko Widodo akan menjual pesawat tersebut, ia mengaku, masih belum mengetahuinya.
“Kalau usulan, Tim Transisi menerima usulan. Itu sama ketika orang datang mengusulkan kebijakan, mana (kebijakan) prioritas program untuk nelayan mana yang tidak,” kata Hasto di Kantor Transisi, Jakarta, Selasa (2/9/2014).
Hal itu disampaikan Hasto saat menyikapi usulan Ketua DPP PDI Perjuangan Maruarar Sirait agar Jokowi menjual pesawat kepresidenan nantinya. Usulan itu dianggap untuk menghemat anggaran operasional.
Menurut Hasto, pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentu memiliki pertimbangan rasional sehingga perlu mengadakan pesawat kepresidenan. Pertimbangan tersebut, kata dia, meliputi cost benefit, faktor keamanan hingga efesiensi.
Namun, saat ditanya apakah Tim Transisi telah memasukkan rencana penjualan pesawat sebagai salah satu opsi penghematan anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah, Hasto secara tegas menyatakan tim belum berpikir sampai ke sana.
Sebelumnya, Maruarar Sirait mengaku akan mengusulkan kepada Jokowi untuk menjual pesawat kepresidenan yang pengadaannya dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal itu dianggap sebagai salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk menghemat anggaran agar tidak menaikkan harga BBM bersubsidi.
 Jual Pesawat Kepresidenan, RI Bisa Rugi Dua Kali
Sep 2014 09:51
Pesawat Kepresidenan Indonesia (Liputan6.com/Andrian M. Tunay)
Liputan6.com, Jakarta - Demi mengatasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sebagai langkah untuk menghemat anggaran, pemerintahan mendatang diminta menjual pesawat kepresidenan yang sudah dibeli beberapa waktu lalu.

Direktur Eksekutif Indonesia Global Justice (IGJ) Riza Damanik mengatakan opsi untuk menjual pesawat kepresidenan merupakan pilihan terakhir jika situasi anggaran memang sudah sangat sulit. Karena yang menjadi substansi bukan pada penjualannya, melainkan alasan membeli pesawat itu sebelumnya.

"Untuk membeli itu kan butuh uang yang tidak sedikit, tentu harganya akan jatuh kalau dijual. Tapi memang saya melihat tidak ada urgensinya pesawat itu hari ini. Kalau kita lihat pesawat yang ada saat ini sebenarnya cukup memadai untuk mobilitas kepresidenan," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Rabu (3/9/2014).

Dia menjelaskan, jika konteksnya untuk mengatasi defisit APBN, maka menjual pesawat kepresidenan tidak memberikan yang signifikansi dalam besaran anggaran untuk 5 tahun ke depan. Tetapi secara logika yang harus didorong yaitu bagaimana pemasukan negara lebih besar dan berkelanjutan.

"Untuk itu perlu ada perubahan pemanfaatan sumber daya alam kita, hilirisasi perlu ditingkatkan. Kalau itu dijalankan akan ada pendapatan yang berkelanjutan. Jadi menjual pesawat itu sah-sah saja, tapi tidak akan memberikan implikasi keberlanjutan pada pendapatan negara. Hanya memberikan solusi sementara saja," jelas dia.

Untuk itu menurut Riza, solusi jangka panjang untuk menekan defisit APBN dan menghemat anggara bisa dilakukan dengan menutup kebocoran pada sektor pajak dan sektor perizinan. Selain itu, juga perlu didorong peningkatan nilai tambah produk-produk yang berasal dari sumber daya alam.

"Kita perlu kurangi impor baik itu energi dan pangan, yang selama ini membebani anggaran kita. Perlu merenegosiasi utang luar negeri supaya tidak membebani APBN. Itu substansi dari beban anggaran kita. Kalau jual pesawat kepresidenan dan harganya murah, maka akan rugi dua kali. Makanya kalau pun harus dijual, itu pilihan yang sulit," tandas dia.

Sekedar informasi, pesawat kepresidenan yang dimiliki Indonesia saat ini merupakan buatan Boeing dengan tipe Business Jet II. Harga pesawat tipe ini sekitar Rp 556,7 miliar.
Namun angka tersebut belum termasuk interior yang menelan anggaran Rp 225,6 miliar dan sistem keamanan yang sebesar Rp 42,7 miliar.
Sehingga secara total biaya pembelian pesawat kepresidenan ini mencapai Rp 864 miliar. Biaya tersebut seluruhnya diambil dari APBN. (Dny/Nrm)

Tidak ada komentar: